Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) menerbitkan Buku Potret Garam Nasional, sebagai salah satu buku telaah akademik dalam rangka mendukung program prioritas KKP. Salah satu sasarannya adalah untuk kemandirian pengolah garam dalam negeri dan kesejahteraan petambak garam.
Kepala BRSDM Sjarief Widjaja sebagai salah satu penyusun buku Potret Garam Nasional, dalam penjelasannya kepada pers, Rabu (30/06/20212) menyatakan tujuan buku tersebut adalah untuk memberikan gambaran secara umum terkait kondisi pergaraman nasional dilihat dari kebutuhan, pemenuhan kebutuhan dan produksi nasional; memberikan gambaran berbagai metode produksi garam yang dikenal dan berkembang di masyarakat
Buku terbitan 2021 tersebut dibedah pada kegiatan Bincang Bahari, Selasa (29/6/2021), secara daring.
Dalam acara itu, Sjarief mengatakan buku itu juga memberikan arahan bagi pemberdayaan masyarakat petambak garam sebagai upaya pelaksanaan UU perlindungan nelayan, pembudidaya dan petambak garam, serta memberikan alternatif dan acuan bagi penyusun kebijakan, program dan kegiatan produksi garam menuju swasembada garam nasional.
Adapun sasaran yang hendak dicapai dalam penulisan buku ini dimaksudkan guna ketersediaan garam dari produksi dalam negeri untuk pemenuhan kebutuhan garam konsumsi dan garam industri, kemandirian industri pengolahan garam dalam negeri, serta meningkatnya kesejahteraan petambak garam dan industri pengolahan garam
Sementara itu, penulis lainnya yang merupakan narasumber pertama Bincang Bahari, Koordinator Perencanaan dan Kerja Sama Pusat Riset Kelautan (Pusriskel) BRSDM Ifan Ridlo Suhelmi mengatakan, kajian yang telah dibuat pada buku ini memuat beberapa ruang lingkup.
Ruang lingkup tersebut meliputi gambaran kondisi pergaraman nasional; kebutuhan, produksi, produktivitas dan kualitas garam, jenis garam dan pemanfaatannya; metode produksi; metode pengolahan dan pemurnian, berbagai jenis turunan garam, serta analisis ekonomi pengusahaan dan pengolahan garam.
“Jadi potret ini adalah mencuplik, menggambarkan sebagian dari permasalahan garam nasional ini. Yang kita bahas utamanya pada buku ini adalah potret bagaimana kita memproduksi garam, kemudian pengolahan yang ada di masyarakat,” ujar Ifan.
Tujuan dan sasarannya adalah memang untuk stakeholder kita, para petambak garam, para pengolah garam, sehingga nanti yang dikeluarkannya pun adalah teknologi yang sederhana bisa diakses oleh masyarakat. Jadi tidak berbicara tentang bagaimana untuk farmasi dan teknologi tinggi yang tidak dimiliki oleh UKM. Teknologi yang kita susun adalah yang sederhana yang bisa diakses oleh masyarakat salah satunya untuk memperoleh nilai tambah.
Penulis lainnya, yang menjadi narasumber kedua, Peneliti Pusriskel Rikha Bramawanto menyampaikan, terdapat tiga cara perolehan garam, yaitu solar salt, rock salt, dan vacum salt. Menurutnya, Indonesia sepenuhnya mengandalkan garam evaporasi (solar salt).
Dia melanjutkan, terdapat beberapa metode produksi garam antara lain tradisional (Maduris dan Portugis), teknologi geomembran, prisma, tunnel, teknologi bestekin, teknologi integrasi lahan. Adapun proses produksi garam terdiri dari pengeringan lahan, pengolahan air peminihan, proses kristalisasi, proses pemungutan hasil, proses pencucian, dan proses di akhir musim. Lebih lanjut, dia membahas secara teknis terkait metode dan proses produksi, yang dibahas secara rinci pada buku yang dia susun.
Terakhir, sebagai narasumber ketiga, Direktur Jasa Kelautan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP, Miftahul Huda menyampaikan data tahun 2019 terdapat kurang lebih 22.856 hektare lahan garam dengan 14.719 petambak dan 70.000 lebih tenaga kerja pada musim puncak. Produksinya mencapai sekitar 2,4 juta ton garam rakyat ditambah 0,4 juta ton dari PT. Garam, sehingga totalnya hampir 2,9 juta ton. Jumlah SDM dan luas lahannya meningkat pada 2021, yaitu sekitar 16.000 petambak garam dan 23.000 hektare luas lahannya.Buyung N