Kelestarian Burung Hantu Terancam Selfie

Burung Hantu (pixabay.com)

Keberadaan burung hantu saat ini terancam dengan berkembangnya budaya selfie (swafoto).  Ber-selfie dengan burung hantu dianggap keren sehingga memicu perburuannya di alam.

“Masyarakat senang ber-selfie dengan burung hantu karena memicu komentar dan like,” kata Diyah Wara Restiyati, founder  The Owl World of Indonesia  saat diskusi Pelestarian dan Perlindungan Burung Hantu di Jakarta,  Jumat (16/11/2018).

Fenomena itu kemudian memicu aktivitas pemeliharaan dan perdagangan burung hantu. Banyak juga pertunjukan yang melibatkan burung hantu terutama di tempat-tempat wisata. Dampaknya, perburuan burung hantu di alam meningkat.

Diyah mengungkapkan,  hasil pantauan di sosial media pada satu komunitas di kota besar,  ada satu ekor burung hantu yang dijual setiap harinya. “Bayangkan pada 34 Ibu Kota di Indonesia, bisa ada ratusan burung hantu yang diperjualbelikan setiap tahun,”  katanya.

Ironisnya, lanjut Diyah,  burung hantu yang diperjualbelikan itu ada yang mati satu ekor setiap pekannya.

Diyah menuturkan berdasarkan laporan dari lapangan, keberadaan burung hantu di alam saat ini makin menurun. Sebagai contoh, burung hantu jenis barred eagle owl atau dalam bahasa lokal disebut beluk jampuk (Bubo sumatranus) kini sudah sulit ditemukan di Suaka Marga Satwa Rimbang Baling, Riau. Tempat yang menjadi salah satu habitat asli burung tersebut.

Dia mengingatkan pentingnya menjaga keberadaan burung hantu di alam sebagai penyeimbang ekosistem. Burung hantu, kata Diyah, memangsa tikus dan serangga yang menjadi hama bagi pertanian. Sugiharto

Kepala Biro Humas KLHK Djati Witjaksono Hadi memberi cindera mata kepada Founder The Owl World of Indonesia Diyah Wara Restiyati dan peneliti LIPI Hidayat Ashari usai diskusi pelestarian Burung Hantu di Jakarta, Jumat 16/11/2018).