Memasuki Era Industri 4.0, Badan Karantina Pertanian (Barantan) terus mengembangkan sistem informasi dalam layanannya. Terbaru, Barantan meluncurkan layanan perkarantinaan yang otomatis yaitu Indonesia Quarantine Full Automation System ( IQFAST).
Kepala Barantan Banun Harpini memaparkan inovasi layanan digital ekspor itu pada Konferensi Pers di Bogor, Senin (19/11/2018).
Menurutnya, peningkatan arus lalu lintas produk pertanian dapat mengakibatkan potensi tersebarnya hama penyakit yang mengancam kelestarian dan kesehatan bangsa. “Digitalisasi operasional karantina merupakan pilihan strategis dalam menjamin akurasi, percepatan layanan dan jaminan kesehatan serta keamanan produk kita,” kata Banun.
IQFAST adalah rumah besar sistem Informasi karantina yang digunakan seluruh unit pelaksana teknis karantina di seluruh Indonesia. Sistem ini memungkinkan untuj memantau arus lalu lintas komoditas pertanian di seluruh pemasukan dan pengeluaran secara real time ini. Sistem ini menjadi titik tolak pengembangan big data perkarantinaan ke depan.
Banun melanjutkan, pihaknya tidak hanya mengembangkan sistem informasi di tatanan operasional layanan. Barantan juga sedang mengembangkan sistem elektronik di bidang perkantoran dan operasional. Sistem bidang perkantoran antara lain E-Simonev, E-persuratan, E-personal dan E-Plan. Sedangkan bidang operasional yakni E-Sijaka, E-Prior Notice, E-TPK, E-Simponi Barantan dan E-Kalkulasi PNBP.
Aplikasi untuk layanan publik yang juga telah berjalan, antara lain PPK Online, E-Layanan Prioritas, E-APIKH, E-SAB dan Website di lingkup Kantor Pusat. Inovasi juga dilakukan di unit pelaksana teknis yakni SiCermat, Quarantine Tracker, dan PrioQlik. Layanan PrioQlik telah mendapatkan penghargaan dari Presiden sebagai Top 40 Inovasi di lingkup Kementerian dan Lembaga.
Banun menjelaskan, seluruh jajaran Barantan juga melakukan persiapan menuju penataan sistem fisik cyber di era industri 4.0 ini. Ada empat langkah yang dilakukannya yaitu Pertama, melakukan penataan data dengan memanfaatkan Cloud Data Archive. Hal itu memungkinkan data dikelola secara elektronik aman, tervalidasi dan terkontrol.
Kedua, penggunaan Quarantine Blank Certificate dalam kegiatan operasional tanpa kertas dan terverifikasi secara digital dengan harapan dapat terwujud dalam waktu dekat.
Kemudian, pengembangan e-tracebility audit. Pemeriksaan ketelusuran ini dapat mengurangi penolakan komoditas produk pertanian di negara tujuan ekspor.
Terakhir, penataan empowering analisa data IQFAST. Langkah ini guna mendukung kebijakan pengendalian impor.
Atiyyah Rahma