Di kalangan nelayan dan masyarakat perikanan terutama Jawa Tengah (Jateng), sosok Lalu Muhamad Syafriadi populer. Sebagai Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jateng, Lalu setia mendengar keluhan korban larangan cantrang Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Apalagi, Lalu paham alat penangkap ikan, cantrang yang dilarang KKP ini sudah puluhan tahun mendongkrak perekonomian nelayan dan masyarakat pesisir Jateng. Empati pria yang lahir, sekolah dan kuliah di Mataram ini mengalir dalam uji petik yang dilakukan bersama nelayan dan para pihak.
“Bila mendengar cantrang maka setiap orang pasti ingat Jateng. Artinya, cantrang ya Jateng atau cantrang Jateng banget, walau pun cantrang juga digunakan provinsi lain,” ujar Lalu, kelahiran Mataram, 7 Juli 1961.
Cantrang yang disebut-sebut itu termasuk alat penangkapan ikan yang dilarang. Ini tercantum dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 71 Tahun 2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Negara Republik Indonesia (NRI). Beleid ini pengganti Permen KP 2//2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) Di WPP NRI.
Untuk mengetahui realita cantrang di lapangan, berikut penuturan sarjana agronomi lulusan Universitas Mataram (1986) dan magister manajemen jebolan Universitas Semarang (2006) kepada Agro Indonesia beberapa waktu yang lalu.
Seperti apa peran cantrang untuk nelayan dan masyarakat pesisir Jateng?
Cantrang secara nyata telah memberi impact yang cukup luas, baik penyerapan tenaga kerja, penyediaan bahan baku industri mau pun pengolahan tradisional. Sehingga, dapat dikatakan ikut menjadi daya ungkit perekonomian di Jateng.
Harga cantrang lebih murah dibanding alat penangkap ikan yang lain. Fishing day cantrang lebih singkat, hasil tangkapnya cukup dan terserap pasar. Maka cantrang ini dirasakan lebih efisien dan lebih menguntungkan. Sehingga, berkembang menjadi alat penangkap ikan yang populer dan disukai masyarakat.
Ketersediaan industri surimi dan berkembangnya pengolahan tradisional ikut berperan dalam perkembangan penggunaan cantrang di Jateng.
Sepertinya kebijakan Pemda Jateng berseberangan dengan kebijakan pemerintah pusat cq KKP yang justru ingin menghapus cantrang dari seluruh perairan Indonesia. Apa yang ingin diperjuangkan dari cantrang?
Kebijakan pemerintah pusat dengan menghapus alat tangkap cantrang bertujuan untuk keseimbangan ekosistem dan kelestarian, namun seyogyanya sebelum pemberlakuan dilakukan sosialisasi secara meluas dan masif, sehingga masyarakat memahaminya.
Jumlah ABK sebanyak 120.966 orang. Rantai lanjutan industri perikanannya, 107.918 tenaga kerja, 30 unit pengolahan ikan (UPI) skala ekspor dengan tenaga kerja 5.203 orang dan 18.401 unit pemasar hasil perikanan. Kemudian 6.808 UPI dan UPI skala UMKM . Dengan tenaga kerja yang terdampak total 252.488 orang, maka kebijakan tersebut harus dipertimbangkan secara teliti dan matang, sehingga tidak menimbulkan gejolak.
Selain itu cantrang di Jateng merupakan alat tangkap yang paling produktif untuk mendapatkan hasil tangkapan ikan dan sangat berperan untuk nelayan dan masyarakat pesisir. Penyerapan tenaga kerja baik sebagai buruh/ABK, karena kapal cantrang dapat menampung sekitar 15-20 orang tiap kapal. Ikan hasil tangkapan digunakan sebagai bahan baku industri fillet ikan, surimi dan olahan ikan sejenis lainnya. Penyerapan tenaga kerja bagi istri nelayan di industri pengolahan. Meningkatkan kesejahteraan nelayan dan istri nelayan.
Apa dasar kebijakan Pemda Jateng yang mengizinkan kapal cantrang di bawah 30 GT beroperasi, bahkan mengeluarkan SIPI?
Pertama, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, sebagai dasar pemberian Diskresi Penerbitan Perizinanan Cantrang di Jawa Tengah. Kedua, Rekomendasi Ombudsman Nomor 0006/REK/0201,2015/PBP-24/VI/2015 tanggal 25 Juni 2015 tentang Penundaan Pemberlakuan Permen KP No. 02/Permen-KP/2015.
Ketiga, Kepmen KP No. 06/Men/2010 tentang Alat Penangkapan Ikan di WPP NRI. Keempat, Surat MKP Nomor 18/MEN-KP/I/2018 tanggal 12 Januari 2018 perihal Pemberian Diskresi Perpanjangan Masa Peralihan API Dilarang Kepada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Kelima, Surat MKP Nomor B-91/MEN-KP/II/2018 tanggal 7 Februari 2018 perihal Tindak Lanjut Arahan Presiden Tentang Penanganan Nelayan Cantrang di Provinsi Jawa Tengah. Keenam, Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah Nomor 523/0015595 tanggal 7 September 2018 tentang Pemberian Izin Melaut dan Rekomendasi Perpanjangan Kapal Ikan ≤ 30 GT di Jawa Tengah.
Ketujuh, Surat Gubernur Jawa Tengah Nomor 523/0016211 tanggal 25 September 2018 perihal Pelaksanaan OSS dalam Penerbitan Perizinan Kapal di Jawa Tengah.
Di dalam Rancangan UU Perikanan, ada pasal yang menyebut cantrang termasuk alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Apa ini sesuai dengan realita di lapangan?
Sampai saat ini alat tangkap cantrang masih menjadi perdebatan atau bahan diskusi yang tak kunjung selesai, baik di pemerintah, pengusaha serta masyarakat yang masih menganggap cantrang adalah alat tangkap yang ramah lingkungan. Mereka menuntut KKP melaksanakan arahan atau petunjuk presiden untuk dilakukan uji petik bersama dengan nelayan.
Kabarnya Pemda Jateng & stakeholder sudah melakukan uji petik cantrang. Bisa diceritakan kegiatan dan hasilnya?
Kegiatan uji coba penangkapan ikan dengan menggunakan cantrang dilaksanakan pada 21-23 Mei 2015 bertempat di PPP Tegalsari Kota Tegal. Diikuti oleh BPPI Semarang, DKP Provinsi Jawa Tengah, Anggota Komisi B DPRD Provinsi Jawa Tengah, HNSI Jawa Tengah, pengawas perikanan dan perwakilan nelayan Brebes dan Pemalang. Uji petik juga dilakukan oleh nelayan bersama IPB.
Sedangkan hasil uji petik cantrang di laut didapatkan tangkapan ikan kurang maksimal, karena daerah penangkapan cantrang pada umumnya. Dugaan dilakukan pemotongan jaring cantrang sepanjang 3 meter pada bagian kantong dengan mesh size ¾”, sehingga ikan kecil dapat lolos. Panjang tali selambar yang digunakan sepanjang 855 meter, tidak sepanjang yang digunakan pada umumnya yaitu 1.140 meter.
Hasil uji petik tersebut, apabila spesifikasi cantrang yang digunakan sesuai dengan ketentuan Kepmen KP No. 06/Men/2010 tentang Alat Penangkapan Ikan di WPP NRI, maka alat tangkap tersebut ramah lingkungan, dapat digunakan dan tidak merusak sumberdaya ikan.
Dalam pelaksanaan di lapangan, memang masih ditemui bahwa nelayan sangat kreatif untuk memodifikasi cantrang untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal.
Hasil uji petik cantrang tersebut akan dibawa kemana?
Hasil uji petik tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan atau kebijakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan guna memberikan solusi terbaik bagi nelayan cantrang dan stakeholder terdampak lainnya.
Fenny YL Budiman