Kemarau Dorong Petani Ikut Program Asuransi

Musim kemarau yang terjadi di beberapa daerah pertanian sekarang ini ternyata mendorong petani untuk ikut program asuransi pertanian. Dengan ikut asuransi, maka kerugian akibat kekeringan/banjir, serangan hama akan ditanggung asuransi.

“Musim kemarau datang, kecenderungan petani, meng-asuransi-kan lahan sawahnya agak meningkat jika dibandingan pada saat iklim normal,” kata Kepala Subdirektorat Pemberdayaan Permodalan dan Asuransi Pertanian, Direktorat Pembiayaan, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementan, Waluyo di Jakarta, Jumat (5/7/2019).

Dia menyebutkan, sampai awal bulan Juli 2019, jumlah lahan sawah yang sudah di asuransikan seluas 300.000 hektare (ha). “Dalam dua bulan terakhir ini minat petani ikut asuransi cukup tinggi. Mungkin mereka sadar, ada musim kering, sehingga mereka ikut program asuransi,” tegasnya pada Agro Indonesia.

Dari jumlah lahan sawah yang ikut asuransi tersebut, Provinsi Jawa Timur paling luas, yaitu 151.000 ha, kemudian Jawa Barat (59.000 ha), Kalimantan Barat (29.000 ha), Jawa Tengah (18.000 ha), Sulawesi Tengah (14.000 ha) dan provinsi lain di bawah 10.000 ha.

Waluyo kembali menegaskan, Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) akan meng-cover ganti rugi sebesar Rp6 juta/ha dengan masa pertanggungan sampai dengan masa panen (4 bulan).

Untuk mendapatkan ganti rugi tersebut, petani terlebih dahulu harus membayar premi sebesar Rp36.000/ha/musim tanam. Sedangkan sisa premi sebesar Rp144.000/ha/musim tanam dibayarkan oleh pemerintah (subsidi).

Terlepas dari musim kemarau, sebenarnya tren positif petani untuk ikut asuransi terus meningkat. Pada saat program ini diluncurkan tahun 2015, lahan petani yang diasuransikan hanya sekitar 233.500 ha dengan klaim sebesar 3.492 ha.

Kemudian tahun 2016 seluas 307.217 ha (klaim 11.107 ha). Tahun 2017 luas lahan yang didaftarkan petani mengikuti AUTP mencapai 997.961 ha, klaim kerugian tercatat 25.028 ha.

Tahun 2018, realisasinya sekitar 806.199,64 ha dari target 1 juta ha (80,62%) dengan klaim kerugian mencapai 12.194 ha (1,51%). “Tahun ini (2019), kami targetkan lahan yang tercover AUTP seluas 1 juta ha. Kami prediksi dapat tercapai,” katanya.

Segera Ikut Asuransi

Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy mengimbau petani untuk segera ikut asuransi untuk menghindari kerugian. Premi yang dibayarkan oleh petani sangat murah yaitu Rp 36.000/ha. Namun, manfaatnya sangat besar, terutama di musim kemarau seperti saat ini.

“Sebelum mulai menanam sebaiknya didaftarkan asuransi dulu. Bayarnya nggak mahal, karena disubsidi Pemerintah. Petani yang sawahnya kekeringan dapat ganti Rp6 juta/ha,” ujar Sarwo Edhy di Jakarta, pekan lalu.

Menurut Sarwo Edhy, AUTP merupakan cara Kementan untuk melindungi usaha tani agar petani masih bisa melanjutkan usahanya ketika terkena bencana banjir, kekeringan atau serangan OPT. “Kami harapkan semua petani padi bisa ikut asuransi karena preminya murah dan bermanfaat,” tegasnya.

AUTP saat ini tak hanya diperuntukkan bagi petani yang lahan sawahnya berada di kawasan rawan bencana dan serangan OPT. Tetapi juga untuk petani yang lahan sawahnya aman dari bencana. Sebab, yang namanya bencana atau serangan OPT itu tak bisa diduga.

“AUTP ini akan terus kami sosialisaikan ke petani. Karena ini menjadi bentuk perlindungan kepada mereka dan saat ini sudah banyak petani yang menjadi anggota AUTP, ” tegasnya.

Sarwo Edhy mengatakan, pengembangan AUTP pun tak menemui banyak kendala. Artinya, pembayaran klaim yang dilakukan PT Jasindo sampai saat ini berjalan lancar.

Bahkan, untuk mempermudah pendaftaran dan pendataan asuransi, Kementan bersama PT Jasindo menerbitkan layanan berbasis online melalui Sistem Informasi Asuransi Pertanian (SIAP).

Ancaman Kekeringan

Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian, Edy Purnawan mengakui, kemarau yang terjadi saat ini memang dapat berdampak terhadap ancaman kekeringan pada pertanaman padi yang masih belum panen, bahkan dapat menyebabkan puso atau gagal panen.

Berdasarkan data periode Januari-Juni 2019, kejadian kekeringan pada pertanaman padi di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya pada periode yang sama.

“Kekeringan selama periode Januari-Juni 2019 dibandingkan dengan Januari-Juni 2018 lebih rendah sekitar 78,18%. Begitu pun dengan puso Januari-Agustus 2019 lebih rendah 98,74% dibandingkan periode Januari-Juni 2018,” tuturnya.

Sementara kekeringan pada musim kemarau April-September 2019 lebih rendah 75,87% dibandingkan musim kemarau April-September 2018. Demikian juga yang puso pada musim kemarau April-September 2019 lebih rendah 98,94% dibandingkan musim kemarau April-September 2018.

“Musim kemarau tahun ini dimulai sejak April dan diperkirakan mencapai puncaknya pada Agustus. Ada beberapa wilayah di Indonesia (Zona Musim) yang telah memasuki Musim Kemarau 2019 dan diprediksi akan berlangsung sampai dengan Oktober,” kata Edy Purnawan.

Edy menjabarkan zona musim tersebut, yakni Sumatera, awal musim kemarau diprakirakan berkisar pada Mei dan Juni; Jawa, awal musim kemarau sebagian besar wilayah berkisar pada Mei; Bali dan Nusa Tenggara, awal musim kemarau dimulai pada bulan April.

Sedangkan Provinsi Nusa Tenggara Timur, sebagian kecil memasuki musim kemarau pada Mei; Kalimantan awal musim kemarau diprakirakan umumnya berkisar Juni; Sulawesi, awal musim kemarau diprakirakan umumnya berkisar pada Juni dan Juli; Maluku dan Papua, awal musim kemarau diprakirakan umumnya pada Juni. PSP