Kementerian Pertanian (Kementan) siap memberi bantuan pompa dan pipanisasi kepada petani yang lahan pertaniannya mengalami kekeringan. Di Aceh, misalnya. Sebagian wilayah sampai kini masih dilanda kekeringan, seperti di Desa Seunubok, Kecamatan Blang Mangat, Lhokseumawe, Aceh.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, kementerian siap membantu menyediakan infrastruktur yang diperlukan bagi daerah-daerah terdampak kekeringan dengan menyediakan paket bantuan kepada petani.
Sarwo Edhy menyebutkan, di Kecamatan Blang Mangat sebenarnya sudah ada waduk, namun ternyata waduk tersebut mengalami kekeringan, sehingga dibutuhkan pemompaan.
“Pertama, kita akan melakukan pompanisasi dan pipanisasi. Bantuan tersebut digunakan untuk menarik air dari sumber-sumber yang ada, baik dari sungai maupun mata air,” ujar Sarwo Edhy, Selasa (25/2/2020).
Pipanisasi dapat mengatasi kekeringan. Sarwo Edhy memberikan contoh di Purwakarta, Jawa Barat. Melalui pembangunan pipanisasi sepanjang 3.700 meter untuk menarik air dari sungai, kekeringan dapat diatasi.
Begitu juga di Kabupaten Indramayu, Cirebon, Brebes, dan Tegal. Intinya, daerah-daerah yang terancam kekeringan jika ada sumber airnya akan dibantu dengan pompa dan pipa. “Ini bisa menyelamatkan lahan sawah seluas 1.500 hektare (ha) yang terancam gagal panen. Bila Lhokseumawe juga membutuhkan, silakan ajukan permintaannya,” tegasnya.
Kedua, Kementan juga bisa menyediakan pembangunan embung atau long storage. Program ini untuk kelompok tani guna menampung air di musim hujan (bank air) kemudian dialirkan ke sawah bila dibutuhkan.
Ketiga, membangun sumur dangkal (sumur bor) di lahan-lahan yang mengalami kekeringan. “Sumur bor ini dalamnya bisa mencapai 60 meter. Ini juga cukup membantu dalam mengatasi kekeringan,” katanya.
Keempat, petani diimbau untuk ikut program asuransi Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP). Dengan asuransi ini, jika ada lahan padinya mengalami kekeringan hingga 70% akan dapat ganti rugi sebesar Rp6 juta/ha.
“Sehingga petani tidak perlu lagi was-was mengalami gagal panen karena kekeringan. Karena dari klaim bisa jadi modal menanam kembali,” tambah Sarwo Edhy.
Geuchik Gampong setempat, Haji Usman mengharapkan adanya perhatian Pemerintah Kota melalui Dinas (DKPPP) terkait keberadaan waduk yang perlu dilengkapi sistem pompanisasi atau pun pembangunan sumur bor sesuai dibutuhkan untuk mengairi areal persawahan yang mencapai sekitar 140 ha.
“Kalau di daerah Jawa bisa, di Aceh pasti juga bisa. Tapi ini butuh perhatian dan kepedulian pemerintah Kota. Kami berharap pemerintah Kota tidak diam di saat petani menjerit,” kata Usman.
Gagal Panen
Sementara itu, pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh mencari solusi untuk mengatasi gagal panen akibat kekeringan di Aceh Besar. Sekitar 1.593 ha sawah di kabupaten tersebut kering kerontang karena kemarau panjang.
“Kita sudah menggelar rapat, dan ada dua solusi untuk menangani kekeringan areal persawahan yang disimpulkan dalam rapat tersebut. Pertama, menggunakan pompanisasi. Kedua, membangun sumur bor atau sumur dangkal,” kata Asisten ll Sekda Aceh, Teuku Ahmad Dadek, belum lama ini.
Rapat khusus tersebut melibatkan Dinas Pengairan Aceh, Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh hingga Bappeda. Menurutnya, dampak kekeringan tersebut menyebabkan persawahan di Aceh Besar kering kerontang sehingga terancam gagal panen.
Dadek merinci, areal persawahan yang mengalami kekeringan, yaitu di Kecamatan Seulimum seluas 683 ha, Kecamatan Kuta Cot Glie (624 ha), Indrapuri (25 ha), Pulo Aceh (224 ha), Krueng Barona Jaya (16 ha), Kuta Baro (10 ha), Jantho (8 ha) dan Lhoknga (3 ha).
“Jika luas areal sawah yang mengalami gagal panen tersebut dikalikan produktivitas tanaman 5 ton/ha, lalu dikalikan harga gabah Rp5.000/kg, maka kerugian yang ditimbulkan mencapai Rp40 miliar,” jelas Dadek.
Dia mengatakan, perlu dukungan semua pihak untuk mencari solusi jangka pendek dan jangka panjang terhadap kondisi tersebut, mengingat tren kekeringan terus meningkat, terutama di Aceh Besar.
Meski sudah ada dua rekomendasi untuk mengatasi gagal panen, namun pihak terkait akan mengecek ke lokasi untuk menentukan langkah yang diambil. Pengecekan ke lapangan akan dilakukan dengan lokasi yang akan dikunjungi yaitu kawasan Seulimum dan Kuta Cot Glie. “Tolong lihat pola apa yang paling cocok, apakah sumur bor atau pompanisasi,” katanya.
Bupati Aceh Besar, Mawardi Ali waktu itu memprediksi 2.490 ha sawah di daerah yang dipimpinnya terancam gagal panen akibat kekeringan. Pemkab sudah menggelar beberapa langkah untuk mengatasi hal tersebut. “2.490 ha itu yang sudah diprediksi gagal panen. Tapi kita berharap dalam beberapa hari ke depan kembali turun hujan,” katanya. PSP