Kemitraan multi pihak yang melibatkan pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat penting dalam upaya konservasi dan restorasi bentang alam di Indonesia.
Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Hadi Daryanto di Jakarta, Selasa (9/5/2017) menjelaskan sejumlah program pembangunan nasional Indonesia terkait konservasi dan restorasi bentang alam tak bisa hanya dilakukan salah satu pihak saja. “Harus melibatkan multi pihak, termasuk pelaku usaha, masyarakat, organisasi masyarakat sipil,” katanya.
Hadi menekankan, pemerintah mewajibkan pelaku usaha untuk terlibat dalam upaya konservasi dan restorasi sebagai bagian dari amanat Peraturan Pemerintah No 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan.
Lebih lanjut Hadi menuturkan, untuk mengkonservasi hutan dan keanekaragaman hayati, Indonesia sudah menetapkan 27 juta hektare sebagai kawasan konservasi. Sementara untuk merestorasi bentang alam yang rusak, dilaksanakan program rehabilitasi hutan dan lahan (RHL), perhutanan sosial, dan kegiatan Restorasi Ekosistem. Upaya untuk konservasi dan Restorasi bentang alam di Indonesia juga dituangkan dalam dokumen NDC (kontribusi pengurangan emisi gas rumah kaca) terkait Persetujuan Paris.
“Jadi wajar jika publik internasional memberi apresiasi atas apa yang Indonesia lakukan,” kata Hadi.
Dia mengaitkan hal itu dengan pertemuan tingkat tinggi Bonn Challenge di Palembang 9-10 Mei 2017. Bonn Challenge adalah upaya global untuk melindungi dan merestosi lahan terdeforestasi dan terdegradasi seluas 150 juta hektare yang diluncurkan pada pertemuan di Bonn Jerman, tahun 2011. Target restorasi hutan dan lahan secara global kemudian ditingkatkan menjadi 350 juta hektare pada pertemuan iklim PBB di tahun 2014 di Ney York.
Meski ada target global dalam Bonn Challenge, Hadi menyatakan pemerintah Indonesia tidak secara khusus menetapkan janji luas restorasi hutan dan lahan.
Sementara itu Southeast Asia Regional Coordinator Tropical Forest Alliance 2020 Erwin Widodo menjelaskan keterlibatkan pelaku usaha dalam restorasi hutan dan lahan sejatinya adalah sebuah keniscayaan. “Tren dunia saat ini menginginkan produk yang lebih hijau, lebih ramah lingkungan,” katanya.
Untuk itu ada beberapa entitas bisnis yang mulai bergerak untuk melaksanakan tata kelola usaha yang lebih baik. Erwin menyatakan, langkah dunia usaha diyakini akan berdampak lebih luas karena bisa ikut menarik pelaku usaha kecil dan menengah yang selama ini sudah menjadi bagian dari rantai pasoknya.
Terkait penyelenggaraan pertemuan tingkat tinggi Bonn Challenge di Palembang, Erwin mengapresiasi komitmen Pemerintah Sumatera Selatan untuk mengkonservasi dan merestorasi hutan. Komitmen tersebut sudah dituangkan sebagai prinsip Pembangunan Ekonomi Hijau (Green Growth Economic Development) yang mempengaruhi kebijakan yang dilaksanakan. “Prinsip ini mengarahkan pembangunan di Sumsel harus ke arah pengelolaan yang lebih baik,” katanya.
Sugiharto