Ketahanan Pangan Indonesia Terancam

Koordinator Nasional Aliansi untuk Desa Sejahtera (ADS), Tejo Wahyu Jatmiko

Di balik senyum ramahnya, ada pemikiran lugas dan tegas dari Tejo Wahyu Jatmiko atau biasa dipanggil Tejo. Pria kelahiran Yogyakarta, 12 Juli 1963, yang kini menjadi Koordinator Nasional Aliansi untuk Desa Sejahtera (ADS).

ADS adalah Lembaga Swadaya Masyarakat atau Organisasi non Pemerintah yang bergerak di bidang kesejahteraan masyarakat pedesaan dan jaringan dengan fokus kerja mengupayakan penghidupan pedesaan yang lestari. ADS memiliki 4 pilar untuk memperkuat penghidupan di pedesaan lewat akses terhadap sumber daya alam,  akses pasar, adaptasi terhadap dampak perubahan iklim, dan keadilan gender.

Tejo yang  merupakan lulusan Fakultas Geografi di Universitas Gajah Mada (UGM) membagikan pemikirannya tentang cita-cita Jokowi terhadap Kedaulatan Pangan Indonesia. Menurutnya, Pemerintah dalam masa Kabinet Indonesia Bersatu tidak serius dalam menangani sistem pangan di Indonesia sehingga hal tersebut dapat mengancam ketahanan pangan. Selain itu, Tejo berharap pemerintah lebih memperhatikan ketahanan pangan di Ibu kota baru nanti. Berikut petikan wawancara terhadap Tejo:

Menurut Anda Bagaimana Sistem Pangan di Indonesia Kabinet Indonesia Bersatu periode 2019-2020?

Saya melihat Kabinet Indonesia Maju belum serius menata sistem pangan Indonesia menjadi Sistem Pangan Berkelanjutan. Padahal, sistem pangan berkelanjutan menjadi dasar untuk membangun kemajuan bangsa.

Bisa dikatakan belum ada yang berubah dalam sistem pangan Indonesia selama 2 dekade ini.  Angka impor pangan semakin tinggi, jumlah petani pangan terus menurun, khususnya di kelompok petani sawah pada kisaran umur dibawah 35 tahun karena pertanian pangan dianggap tidak menjanjikan lagi, bahkan hak-hak petani dan penghasil pangan pun masih menjadi mimpi.

Anda tadi sempat menyebutkan bahwa tidak ada perubahan pemerintah dalam menata sistem pangan Indonesia selama dua dekade ini, Bisa dijelaskan bagaimana?

Pada periode pemerintahan Jokowi sebelumnya, pangan menjadi salah satu prioritas yang tertuang di Nawa Cita tentang kedaulatan pangan. Meski banyak kritik karena implementasinya, program kedaulatan pangan ini menghasilkan capaian peningkatan produksi pangan.

Sesungguhnya, program kedaulatan ini tidak berbeda dengan program pemerintah sebelumnya hanya fokus pada angka produksi belum melihat  kesejahteraan produsen pangan skala kecil pun belum terlihat jelas. Apalagi kini, program pangan semakin direduksi, sementara kita masih berkutat dengan triple burden masalah stunting, kelebihan gizi dan kekurangan micronutrient.

Kemudian, Apalagi Yang harus diperhatikan dalam sistem kedaulatan pangan Indonesia?

Pemerintah perlu membuat perencanaan terkait ketahanan pangan untuk wilayah Ibu Kota Baru di Penajam Paser dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.  Wilayah Kalimantan tak memiliki produksi beras yang cukup besar. Takutnya nanti menimbulkan masalah karena kebutuhan pangan akan meningkat dengan pemindahan ibu kota.

Kemudian, kalau berbicara tentang kebutuhan pangan yang pokok seperti beras itu memang sedikit di Kalimantan. Mereka lebih banyak lahan perkebunan dan pertambangan. Kalau masalah pengembangan pangan di Kalimantan ini terdapat di luar diantaranya ada di Jawa dan sebagian ada di Sulawesi. Jika ada lonjakan konsumsi beras, maka harga distribusinya lebih tinggi karena berasnya berasal dari luar pulau.

Masalah kebutuhan Beras di Ibu kota Baru nanti, Apakah nantinya kebutuhan beras tersebut dapat tercukupi?

Sebenarnya bisa, Kalau lahan sawah masih memungkinkan, dari Kalimantan Selatan masih ada diharapkan meskipun tidak memenuhi kebutuhan secara total. Terus terang saya belum melihat rancangan pemerintah terkait kebutuhan beras yang mencukupi dari lahan ibu kota baru. Kasarnya, mereka tidak memikirkan secara langsung karena mereka masih menghitung.

Apakah kondisi lahanya di ibu kota baru  tidak mendukung untuk ditanami padi?

Kalau kita bicara tentang lahan pangan, sebenarnya pangan bisa ditanami dimana saja. Kalau padi, sebenarnya, Kalimatan memiliki lahan irigasi yang bagus tetapi, pemerintah condong melihat kebiasaan dalam perencanaan kota/ibu kota itu tidak akan pernah ada kawasan untuk pangan, biasanya dilakukan bagaimana mencukupi kebutuhan sayur-sayuran dan buah-buahan yang ada di kota dan jarang sekali sumber karbohidratnya yang dipenuhi dari kawasan perkotaan.

Berarti kalau tidak dipikirkan oleh pemerintah nanti ketahanan pangan di ibu kota bisa terancam?

Oh iya. Kita lihat Singapura, dalam global food security indeks (Indeks Ketahanan Pangan Global/ GFSI) saja mereka dapat nomor satu dengan negara yang sekecil itu. Memang Singapura bisa menghasilkan panen? Ya enggak, karena mereka punya hal lain yang dikembangkan. Singapura tidak memiliki potensi pangan yang luas. Kalau Indonesia kan masa iya sih Negara segede ini kita harus mengimpor. Menurut saya itu kan enggak masuk akal.

Menurut Anda, Apakah  cita-cita kedaulatan pangan Indonesia bisa terwujud atau tidak?

Tidak, karena kalau program unggulannya tadi salah satunya kedaulatan pangan kita lihat saja banyak raport merahnya karena pengelolaan  di tingkat produksinya dan di tingkat konsumsi itu masih juga tanda tanya besar. Jadi semakin tanda tanyanya besar semakin jauh dari tercapainya cita-cita kedaulatan pangan

Lalu, Menurut Anda Hal apa yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan?

Pulihkan kemampuan produksi penghasil pangan skala kecil dan dengan pengaturan sumber-sumber agraria, tingkatkan investasi publik untuk pangan dan pertanian. Perbaiki tata kelola penyediaan pangan.

Kemudian, hentikan pemberian lahan skala luas kepada perusahaan besar atau konversi lahan pangan. Lindungi pasar pangan local. Perbaiki cadangan pangan di rt/desa/kabupaten/nasional. Diversifikasi pangan sesuai potensi lokal.

Atiyyah