Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mempersilakan Yayasan WWF Indonesia menggugat keputusan penghentian kerja sama dalam konservasi keanekaragaman hayati di kawasan hutan Indonesia. Namun, WWF Indonesia sebaiknya memperbaiki diri karena tidak tertutup kemungkinan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) Restorasi Ekosistem mereka di Jambi malah dicabut akibat terlibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Terpilihnya kembali Siti Nurbaya Bakar menjadi menteri lingkungan hidup dan kehutanan menjadi bencana buat WWF Indonesia. Lembaga konservasi yang jadi bagian independen jaringan organisasi konservasi WWF internasional ini resmi mendapat talak tiga penghentian kerja sama. Sebelumnya, lewat surat nomor S.1221/Menlhk-Sekjen/Rokln/Kln.0/10/2019 tertanggal 4 Oktober 2019 yang ditandatangani Sekjen KLHK Bambang Hendroyono, KLHK juga sudah memutus hubungan, meski soal nasib akhir tergantung evaluasi. Harap maklum, surat itu keluar menjelang pergantian kabinet baru Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin. Jadi, keputusan akhir masih bisa berubah.
Yang menarik, selama tiga bulan sampai keluarnya SK.32/Menlhk/Setjen/KUM.1/1/2020 yang diteken Siti Nurbaya, Yayasan WWF Indonesia mengaku tak diberi ruang komunikasi dan konsultasi langsung untuk musyawarah. Itu sebabnya, Ketua Dewan Pembina dan Juru bicara Yayasan WWF Indonesia, Kuntoro Mangkusubroto menilai pemutusan hubungan kerja sama itu sepihak. “Keputusan sepihak ini merugikan reputasi WWF yang telah lebih dari 50 tahun berkiprah mendukung upaya konservasi dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia,” kata dia, Selasa (28/1/2020).
Bahkan, meski sudah ada pemutusan kerja sama, mantan menteri dan kepala UKP4 era Presiden SBY ini pantang mundur. WWF Indonesia menegaskan tetap berhak melakukan kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia berdasarkan ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. “Untuk memperjuangkan hal ini, kami mengutamakan terjadinya dialog dengan KLHK. Namun, jika dibutuhkan, kami juga mempertimbangkan opsi langkah hukum,” katanya.
Sikap ini kontan memancing reaksi keras pemerintah. “Silakan saja jika WWF berencana melakukan gugatan hukum. KLHK sangat siap dengan fakta hukum yang lebih dari cukup untuk membuktikan pelanggaran serius yang telah dilakukan oleh WWF selama bertahun-tahun dalam mengimplementasikan perjanjian kerja sama tersebut,” tegas Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK, Wiratno, Jumat (31/1/2020).
Bahkan, Wiratno mengingatkan sebaiknya WWF fokus memperbaiki reputasinya sendiri, terutama di areal konsesi HPH restorasi ekosistem PT Alam Bukit Tigapuluh (ABT) milik mereka yang terbakar. “Itu salah satu prioritas mendesak WWF untuk memenuhi kewajiban hukumnya dalam waktu 90 hari kerja sejak pertengahan Januari 2020, mengingat saat ini konsesi WWF tersebut dalam status dikenakan sanksi oleh KLHK akibat karhutla 2019,” ujarnya.
Jika pelanggaran yang terjadi tidak diperbaiki, kata Wiratno, pemerintah tak segan mencabut izin konsesi ABT, yang mencapai 40.000 hektare di Jambi. “Harus ada self-evaluation. Jangan menyalahkan KLHK,” tandasnya. AI
Laporan selengkapnya baca: AgroIndonesia Edisi No. 753 (4-10 Februari 2020)
Baca juga: