Keputusan pemerintah mengurangi kawasan hutan yang dikelola Perum Perhutani, melalui keputusan Penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK), merupakan tindakan korektif demi memberi keadilan bagi rakyat kecil.
Lewat SK No. 287 Tahun 2022 itu, petani di sekitar hutan Jawa memperoleh kekuatan baru guna mendapatkan akses yang selama ini terhalang oleh petugas Perhutani.
Pandangan itu mengemuka dalam sidang lanjutan gugatan SK Menteri LHK No. 287 Tahun 2022 tentang KHDPK, yang dilayangkan Serikat Karyawan (Sekar) Perum Perhutani dan beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM), di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Senin (13/2/2023).
Agenda pada sidang dengan nomor perkara 275/G/PTUN.Jkt/2022 itu memang mendengarkan keterangan ahli yang diajukan oleh pihak tergugat, yang dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sidang dipimpin Hakim Indrayadi.
Tim kuasa hukum KLHK yang dipimpin oleh Tenaga Ahli Menteri LHK, Ilyas Asaad dengan anggota Kepala Biro Hukum LHK Supardi, Sekretaris Dirjen PSKL Mahfudz, Kabag Advokasi Wahyudi Arianto dan Afro Dian menghadirkan ahli kebijakan kehutanan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. San Afri Awang dan ahli hukum administrasi negara dari Universitas Indonesia (UI), Prof. Tri Hayati.
Menurut Prof. Awang, KHDPK merupakan terobosan kebijakan Pemerintah untuk mengatasi permasalahan masyarakat di kawasan hutan Jawa. Dia mengatakan, Surat Keputusan (SK) Menteri LHK Nomor 287 Tahun 2022 tentang KHDPK merupakan sebuah produk corrective action atau tindakan perbaikan dari pemerintah untuk memberikan rasa keadilan bagi masyarakat kecil.
Hanya saja, kata dia, kebijakan ini masih menimbulkan beberapa persoalan yang cukup mendasar, baik itu persoalan penguasaan tanah maupun sosial ekonomi dan konflik lainnya oleh berbagai pihak, khususnya para penggugat SK tersebut. “Jadi, KHDPK adalah sebuah produk corrective action dari pemerintah itu sendiri,” jelas San Afri.
Ditegaskan mantan Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK ini, melalui KHDPK sesungguhnya pemerintah sudah menjalankan amanah Undang-Undang Dasar 1945 untuk melakukan pengurusan hutan demi kesejahteraan rakyat Indonesia.
“Kalau hutan diurus, maka ada fungsi dan ada kegunaan. Mau diarahkan ke fungsi atau kegunaan, maka itu bergantung pada karakter hutannya. Apakah itu hutan alam, itu mudah menjaganya,” jelas dia.
San Afri memastikan, KHDPK bukanlah sumber konflik sosial ekonomi yang terjadi di masyarakat. Karena dengan lahirnya KHDPK, justru memberi kekuatan baru bagi petani di sekitar hutan Jawa, yang selama ini kerap dihantui ketakutan lantaran terhalang akses oleh petugas Perum Perhutani.
Dia juga mengungkapkan, konflik sosial yang terjadi di kawasan hutan Jawa sesungguhnya sudah terjadi sejak lama. Namun, Perum Perhutani sebagai pengelola, tidak mampu menyelesaikan persoalan itu hingga akhirnya menumpuk.
“Persoalan sosial itu bertumpuk dan tidak mampu diselesaikan oleh pengelola. Oleh karena itu, harus diselesaikan oleh pemerintah,” tandasnya.
Lebih lanjut dia menilai bahwa apa yang menjadi keinginan petani sesungguhnya bukan soal kesejahteraan, tapi soal kenyamanan dalam menjalankan aktivitas. Melalui lahirnya KHDPK ini, kata San Afri, kenyamanan tersebut bisa terwujud.
“Mereka dapat KHDPK ini mereka sujud, karena puluhan tahun mereka dikejar-kejar oleh petugas Perhutani. Bagaimana mereka nggak happy? Mereka tidak ada konflik, gimana bisa konflik? Yang ada (malah) perebutan panggung di sana,” jelasnya.
“Masyarakat yang pro Perhutani itulah yang kebagian, yang tidak pro tidak. Jadi, pengelola itu yang memainkan peta konflik itu. Saya berani mempertanggungjawabkan apa yang sampaikan ini,” imbuh San Afri.
Hadir dalam sidang lanjutan itu Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bambang Supriyanto. Dari pihak Serikat Karyawan (Sekar) Perum Perhutani selaku penggugat dihadiri Tim Kuasa Hukum dari kantor hukum Integrity Law Firm. AI
[…] petualang kali ini mendampingi salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang menyerahkan secara langsung surat konfirmasi dan klarifikasi ke pihak manajemen pusat […]