Kontes Burung untuk Konservasi

Penyelenggara Kontes Burung, Asmo Nugroho

Kecantikan burung memang tidak diragukan lagi. Dari bulu bulunya yang indah, tingkah laku sampai kicaunya yang merdu. Kecantikan itulah yang membuat banyak orang memeliharaanya. Bahkan kecantikan burung pun dilombakan. Ada kontes kicau burung yang banyak sekali penggemarnya dan makin marak belakangan.  Dampaknya minat untuk memelihara burung dan perdagangannya makin meningkat.

Tetapi apakah kontes burung ini tidak berpengaruh dengan konservasi burung di alam? Pasalnya, kontes burung dikhawatirkan membuat marak perburuan burung yang malah akan menyebabkan burung kicau menjadi langka dan berisiko tinggi untuk punah di alam akibat eksploitasi yang berlebihan untuk perdagangan burung.

Untuk mengetahui fenomena kontes kicau burung, seluk beluk penyelenggaraan kontes, dan kaitannya dengan konservasi, Agro Indonesia berkesempatan untuk mewancarai Asmo Nugroho. Pria yang biasa disapa Hoho, seorang hobiis yang juga menggeluti penyelenggara kontes burung BODEM Yogyakarta. Hoho sudah malang melintang di dunia perburungan sejak tahun 1997.  Berikut petikannya:

Seberapa maraknya kontes burung?

Perkembangan kicau mania sekarang sudah menjamur. Di banyak daerah, di banyak event, diselenggarakan kontes burung. Dan saat ini pelaku burung di Yogya “menjadi kiblat” pelaku burung dari beberapa daerah. Yogya jadi sentralnya di Indonesia. Dari grafik tahun 2018, Yogya terbanyak untuk tempat latihan, artinya terbanyak itu dari Senin sampai Minggu tidak ada jeda, hampir setiap hari. Dulu bisa dihitung yang menyelenggarakan latihan atau kontes, Senin 2 EO (event organizer/penyelenggara), Selasa 2 EO. Sekarang Senin bisa sampai 6 EO lebih. Rabu dulu bisa dikatakan sangat sakral, sekarang bisa di atas 8 EO. Jadi tingkat kicau mania di Yogya tinggi.

Bagaimana dengan kriteria penilaian?

Dalam penilaian intinya yang dinilai; bunyi panjang pendeknya, volume durasinya, irama lagu, gaya. Dalam hal ini Bodem sebagai EO yang independen artinya tidak condong kemana mana, memakai aturan aturan kami sendiri dengan patokan ke PBI (Perhimpunan Pelestari Burung). Jadi yang gampang dipahami oleh pemain. Karena kalau patokan, kriteria penilaian, itu terlalu rumit, peserta itu bingung. Kami sampaikan ini pakem penilaiannya, simpel tapi pasti. Dari kicau, durasi lagu, daya tahannya juga, tidak gembos. Karena ada burung tipe kayak kendaraan, ada yang seperti solar diesel, panasnya terlambat. Ada yang dari awal kencang. Kita cari burung yang prestasinya dari awal, tidak setengah setengah. Meskipun tidak semua kriteria penilain dipenuhi oleh burung, paling tidak kalau menang, menangpun bukan juara kecil.

Apa tidak takut dengan banyaknya EO burung yang marak saat ini?

Tidak ada yang perlu ditakutkan atau dikhawatirkan. Mereka para kicau mania bisa milih, di EO mana, dan sebaliknya, kita bebaskan, kita beri keleluasaan. Mau di EO sini semua, silahkan, ke EO lain, monggo. Mau main dimana silahkan. EO itu seperti jual makanan, perkopian. Di Yogya, dimana yang tidak ada perkopian, bebas memilih, kopi mana yang enak, murah, pelayanan dan suasana enak. Sudah punya pasar, daya tarik sendiri.

Dan di Bodem ini ada perbedaan dari segi penilaian. Di EO lain penilaiannya menggunakan stik, semua hampir menggunakan itu. Yang bertahan tidak menggunakan itu kami. Kami menggunakan standar biasa dan memaksimalkan kemampuan dari juri. Karena apa, menggunakan sistem yang baru itu ada plus minusnya, ada banyak sekali. Kami tunjukkan kalau punya produk atau program yang beda. Teknik atau sistem, berkembang, dan jika berkembang seperti itu, kepakeman aslinya berubah. Dan itu yang kami jaga, supaya kepakeman tidak berubah. Intinya satu, ketika kita sudah bekerja, dengan standart kejujuran, fair play.

Pernah ada masalah saat kontes dengan kicau mania, peserta?

Masalah saat kontes pasti ada. Begini, orang mau lomba, burung sudah disiapkan sedemikian rupa, kemudian tidak bisa jadi juara, akan kecewa. Ikut lomba kalah, bisa emosi dan protes. Tetapi saya selalu pesan, berilah kesejukan bila ada pertanyaan. Bila ada yang bertanya, biarpun mereka tidak menang, dengan jawaban yang menyejukkan, mereka bisa tenang menerimanya. Karena penilaian burung tidak hanya volume, ada 4 kriteria.

Bagaimana dengan konservasi, kontes burung bertentangan dengan konservasi?

Konservasi memang ada nilai plusnya. Maksudnya bagus karena konservasi melindungi jenis jenis burung yang bisa dikatakan hampir punah. Ada ketakutan jangan sampai burung itu habis karena diambil tanpa ada konservasi. Itu peraturan muncul tahun 2018, sempat agak sedikit goncang karena ada beberapa burung yang waktu itu tidak boleh dilombakan, seperti Murai Batu, Cucak Hijau dan yang saat ini masih ngambang Pleci. Kalau Cucak Hijau dan Murai Batu, sudah bisa, boleh dilombakan. Patokan kita PBI, PBI sudah maju dan yang dua itu, Murai Batu dan Cucak Hijau sudah lolos. Tidak ada masalah dengan konservasi. Maka lombapun masih jalan. Saat ini yang masih ngambang Pleci. Pleci masih alot. Tapi sebenarnya sudah ada yang breeding.  Cuma breeding itu belum dipublikasikan. Artinya pemerintah juga butuh bukti tidak hanya satu referensi saja. Butuh beberapa referensi.

Pleci mengambang, maksudnya?

Pleci kalau menurut saya burung yang menjadi ciri khas daerah. Dan Pleci ada di Jawa. Burung bagus, ada kelasnya, waktu itu ada lomba juga, begitu menang, kemudian dikirim ke luar Jawa. Seperti Gelatik, Gelatik tidak boleh dibawa keluar Jawa. Karena salah satu burung ciri khas Jawa.  Perlu diketahui, burung Pleci banyak varian, banyak sekali. Setahu saya Pleci hanya 2, Pleci kecil dan besar. Ternyata tidak. Pleci yang kecil pun variannya banyak. Ada Pleci Jawa, Pleci Kampus, Pleci Biasa, dan sebagainya.  Nah saya kurang tahu yang diinginkan (masuk konservasi) Pleci yang mana yang tidak boleh, apakah diglobalkan semua Pleci. Itu yang masih tanda tanya. Karena Pleci ada yang sudah dibreeding, sudah diternakkan. Mungkin bukan Pleci varian itu yang dimaksud oleh Kementrian Lingkungan Hidup. Yang aman Pleci Jawa.

Solusinya bagaimana untuk Pleci?

Kami sempat tukar pikiran, pengalaman, dengan BKSDA Yogya. Boleh saja, asal bisa mengkhususkan, mendefiisikan, khusus yang ini Plecinya. Kalau kami harus mendefinisikan yang khusus ini Plecinya, mau buka klas Pleci, kemudian dibatasi Plecinya yang itu. Kami khawatir, nanti pesertanya tidak ada. Karena begini, yang dibolehkan Pleci Jawa. Sedang faktanya di lapangan yang biasa menang bukan Pleci Jawa, tapi non Jawa. Tidak mungkin peserta mau lomba, tapi bawa burung yang gak pernah menang. Jadi daripada menjadi masalah, kita tidak buka kelas Pleci. Karena PBI pun juga tidak boleh. PBI juga melakukan pelepasan burung Pleci. Pelepasan burungpun tidak boleh sembarang tempat. Pleci dilepas di Lereng Merapi, sesuai habitatnya. Dan kami menyelenggarakan kontes, sesuai dengan aturan. Jadi untuk kontes burungpun, kita tetap menjaga dan menjalankan konservasi.

Anna Zulfiyah