Malaysia kalang kabut menghadapi kabut asap lintas batas (transboundary haze) akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia dan mengajak negara-negara ASEAN untuk bertindak karena kualitas udara yang makin buruk. Malaysia juga menyindir Indonesia agar tidak bersikap normal menghadapi masalah kabut asap tersebut.
Hal itu disampaikan Menteri Sumberdaya Alam, Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim Malaysia, Nik Nizmi Nik Ahmad dalam wawancaranya dengan Reuters, Kamis (5/10). Dia juga mengungkapkan telah mengirim surat ke mitranya di Indonesia pekan ini.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar sudah membantah klaim Malaysia soal transboundary haze (Senin, 2/10). “Kita terus mengikuti perkembangan dan tidak ada transboundary haze ke Malaysia,” tegas Menteri Siti.
Baca: Kabut Asap Makin Buruk, Malaysia Siap-siap Tutup Sekolah
Hanya saja, kualitas udara di Malasyia beberapa hari terakhir ini sudah tidak sehat.
Hampir setiap musim kemarau, asap dari land clearing dengan cara membakar yang dilakukan perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri (HTI) menyelimuti langit di kawasan, yang membawa risiko kesehatan buat masyarakat dan membuat ketar-ketir bisnis pariwisata dan penerbangan.
Karhutla yang terjadi pada 2015 dan 2019 juga membuat gelap langit di kawasan ini akibat jutaan hektare (ha) lahan dan hutan yang terbakar serta mencetak rekor emisi karbon, menurut ilmuwan.
Nik Nazmi mengaku sudah bersurat ke rekannya di Jakarta mengenai kabut asap yang menyelimuti Malaysia. “Kami sudah mengirim surat untuk memberitahu pemerintah Indonesia dan mendesak mereka agar mengambil tindakan untuk mengatasi masalah ini,” ungkapnya dalam wawancara.
“Kita tidak bisa terus menganggap kabut asap sebagai sesuatu yang normal,” tambahnya.
Dia menegaskan kembali bahwa sebagian besar titik panas (hotspot) yang mengindikasikan adanya kebakaran ada di Indonesia.
Dia juga mengaku bahwa pemerintah Malaysia sudah menyurati perusahaan-perusahaan perkebunan Malaysia yang beroperasi di Indonesia untuk mematuhi UU dan peraturan yang mencegah praktik pembakaran.
Menteri Nik Nazmi juga mengaku telah mendesak adanya aksi gabungan yang dilakukan oleh Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk mencegah masalah kabut asap yang tiap tahun terjadi melalui peraturan perundang-undangan ataupun kesepakatan.
“Saya harap setiap negara mau bersikap terbuka untuk menemukan sebuah solusi karena kerusakan (kabut asap) terhadap ekonomi, pariwisata, dan paling utama adalah terhadap kesehatan, sangat besar sekali,” tandasnya.
Dia mengatakan, Malaysia masih “serius” mempertimbangkan UU serupa yang telah diadopsi Singapura, yang akan menuntut tanggung jawab perusahaan pelaku pencemaran udara.
Namun, katanya, Malaysia masih sangsi apakah bisa menuntut pelaku pencemaran yang ada di luar negeri.
Kebun Sampoerna Agro Disegel
Sementara itu, aparat penegak hukum Kementerian LHK terus melakukan penindakan terhadap para perusahaan yang kedapatan di wilayah kerjanya terjadi karhutla. Aksi terbaru adalah penyegelan perkebunan sawit milik PT Sampoerna Agro (SA) yang berlokasi di Kecamatan Pedamaran, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan pada Rabu (4/10). PT. SA merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan Penanaman Modal Asing (PMA) Singapura.
Selain PT SA, Ditjen Penegakkan Hukum (Gakkum) LHK juga menyegel lokasi sawit milik PT Tempirai Palm Resources (TPR). Berdasarkan citra satelit, lahan TPR yang terbakar seluas 648 ha. Dirjen Gakkum Rasio Ridho Sani mengatakan, penyegelan ini merupakan langkah awal penegakan hukum yang akan dilakukan terhadap karhutla di lokasi perusahaan.
“Hari ini kami menyegel lahan terbakar di lokasi PT SA seluas 586 ha. Langkah penyegelan yang dilakukan ini harus menjadi perhatian bagi perusahaan lainnya. Di lokasi ini kebakaran masih terjadi, masih berasap. Karhutla ini berdampak serius bagi kesehatan dan lingkungan,” ujar Rasio.
Dia mengungkapkan, berdasarkan citra satelit, di sekitar lokasi yang disegel terjadi juga kebakaran sekitar 1.030 ha. “Kami sedang mendalami penanggung jawab atau pemilik lahan ini. Karena kami tidak memiliki akses data HGU. Menurut PT SA lokasi tersebut bukan HGU mereka. Kami akan berkoordinasi dengan Kementerian ATR/BPN siapa pemegang HGU atau pemilik lahan terbakar tersebut. Data HGU penting untuk mengetahui siapa penanggung jawab karhutla,” jelas Rasio.
Tim Pengawas KLHK juga melakukan penyegelan lahan terbakar di PT Bintang Harapan Palma (BHP) yang berlokasi di Kecamatan Pangkalan Lampam, Kabupaten Ogan Komering Ilir. Berdasarkan citra satelit, luas lahan terbakar di BHP sekitar 5.148 ha. Tim Pengawasan KLHK kembali menyegel PT Banyu Kahuripan Indonesia (BKI) yang berlokasi di Kecamatan Lalan, Kabupaten Musi Banyuasin karena masih terbakarnya lokasi tersebut. Luas area yang terbakar sekitar 200 ha.
Menurut Ardy Nugroho, Direktur Pengawasan dan Sanksi Administratif KLHK, hingga saat ini KLHK telah menyegel 11 lokasi kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan, yaitu PT KS (±25 ha), BKI (±200 ha), SAM (±30 ha), RAJ (±1.000 ha), WAJ (±1.000 ha), LSI (±30 ha), PTPN VII (±86 ha).
Lahan lainnya di Desa Kedaton Kabupaten OKI (±1.200 ha), SAI (±586 ha), TPR (±648 ha) dan BHP (±5.148 ha). “Jumlah lokasi yang akan disegel akan bertambah karena tim KLHK sedang menganalisis data hotspot dan citra satelit. Apabila kami melihat ada lokasi yang terbakar kami akan mengirimkan tim ke lokasi,” tambah Ardy.
Praktik land clearing dengan cara membakar adalah prkatik terlarang. Bahkan korporasi dan masyarakat harus mencegah dan menangani karhutla karena ancaman hukumannya sangat berat. Menurut Rasio Ridho, sesuai Pasal 108 UU No. 32 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan (UU PPLH) pidana pokoknya 10 tahun penjara dan denda Rp. 10 miliar. Untuk badan usaha sesuai Pasal 119 UU PPLH dapat dikenakan pidana tambahan berupa antara lain perampasan keuntungan dan perbaikan akibat tindak pidana. AI