Membuat bumi kembali hijau, tidak akan menjadi slogan semata kalau dibarengi dengan tindakan yang nyata. Udara semakin panas, polusi semakin buruk, membuat orang mudah sakit. Kondisi yang sedemikian rupa, memang menunutut kerja ekstra keras untuk membuat lingkungan kembali hijau dan seimbang dan kepedulian terhadap lingkungan memang sangat dibutuhkan.
Hal ini diinginkan oleh seseorang yang sangat dekat dengan lingkungan dan masyarakat untuk membuat bumi semakin hijau, Slamet Heriyanto yang sering dipanggil Pak Yanto. Bersama masyarakat Sanggrahan, Giwangan, Umbulharjo, Yogyakarta, Pak yanto mengubah kampung Sanggrahan yang semula berkonotasi negatif dan gersang menjadi Sanggrahan Garden.
Sanggrahan dengan lokasi Utara Terminal Giwangan Yogyakarta dan Timur Pasar induk Giwangan, memang terkesan panas dan gersang. Tetapi dengan hijauan tanaman kelengkeng di sepanjang jalan, membuat kampung tersebut menjadi asri, hijau dan memberikan hasil buah yang bisa dinikmati warga secara gratis.
Bukan hanya tanaman kelengkeng, kampung Sanggrahan Giwangan juga dihiasi dengan tanaman obat, dan tanaman bunga. Tidak berhenti sampai situ, sungai Gajahwong salah satu sungai yang melintas di wilayah timur Kelurahan Giwangan tidak luput dari sentuhannya, menjadi objek wisata air yang indah.
Kiprah bapak dengan 2 putra ini memang tidak tanggung-tanggung. Memberi contoh yang nyata, bahkan tidak segan dan malu mengepel masjid, menyapu dan menanam dilakukan beliau. Dikenal ramah terhadap masyarakat dan lingkungan dan low profile. Kecintaannya terhadap lingkungan yang hijau dan prinsipnya yang tegas dan tidak punya masalah dengan birokrasi membuat beliau dipercaya memangku posisi sebagai sekretaris Asosiasi LPMK Kota Yogya dan Ketua Forum LPMK Giwangan, di samping aktivitas kegiatan yang lain.
Untuk mengetahui lebih banyak gebrakan Pak Yanto menata lingkungan, berikut wawancara khusus Agro Indonesia dengan Slamet Heriyanto.
Apa yang mendasari Anda melakukan penghijauan di daerah Sanggrahan ini?
Kami ingin mengubah citra negatif yang selama ini disandang Kampung Sanggrahan dengan menjadikan kampung ini sebagai ‘Sanggrahan Garden’. Salah satunya dengan menanam kelengkeng. Kampung Sanggrahan yang dulu pernah dikenal sebagai lokasi prostitusi, sekarang menjadi hijau dan asri, penuh dengan tanaman kelengkeng yang ditanam di kanan kiri jalan lingkungan. Semua tidak ada yang merasa memiliki secara pribadi, tetapi memiliki bersama. Selain sebagai konservasi air, hasil panen kelengkeng ini bisa dinikmati warga secara gratis. Sekarang tak ada istilah kekurangan buah. Tahun 2018 kita melakukan panen raya buah kelengkeng yang ditanam di sekitar kantor kelurahan dan jalan lingkungan. Panen tersebut adalah hasil penanaman berbagai jenis pohon kelengkeng tahun 2015. Panen itu juga menjadi bukti lahan yang tak luas di wilayah perkotaan bisa produktif. Sanggrahan akan menjadi destinasi belanja kelengkeng di Yogya.
Itu kelengkeng Anda tanam sendiri?
Saya coba dengan 10 tanaman kelengkeng. Saya mengganti dari pohon Mojo, efek buah yang jatuh, bisa kena kepala, dan membuat sakit, dan daunnya banyak gugur. Saya tebang dari atas ada 10 pohon. Bukan tanpa biaya. Untuk satu pohon kurang lebih 1 juta. Tapi 10 juta bila dikantongi habis juga. Jika digantikan dengan tanaman bisa membuat lingkungan hijau. Jika ada yang mau mengganti, harus diganti dengan tanaman yang sama tingginya, kurang lebih 3 meter. Bukan masalah uangnya, tetapi bagaimana mengubah pandangan orang untuk lebih mengerti lingkungan.
Kemudian bertambah 100 tanaman. Total sekarang ada 360 pohon kelengkeng yang telah ditanam pada tahun 2015 dan tahun 2017. Jenis kelengkeng yang ditanam di antaranya kelengkeng merah, putih, coklat, hijau
Mengapa kelengkeng, bukan tanaman lain?
Pertama kita melihat kebutuhan oksigen 1 orang per hari 15 liter. Kalau beli dengan tanki kecil di RS sudah Rp800 . Juga terhadap Yogya, banyak hotel, banyak perumahan, banyak apartemen, berapa juta kubik perhari tersedot, itulah keprihatinan saya. Setelah mencoba dengan 10 tanaman Kelengkeng, saya pilih saya amati, yang pertama dari tanaman buah disin, kelengkeng itu daunya tidak mudah rontok, sehingga saya tanam. 1,5 tahun daun pertama yg bawah saja belum rontok. Kerontokan daun itu berpengaruh pada kebersihan, bila orangnya malas nyapu seminggu sekali berani.
Dari tahun 2016, 100 tanaman Kelengkeng kita tanam, 2018 panen raya, dapat pelatihan dari Pertanian, ada sumbangsih dari Pertanian, DLH juga. Akhirnya total setelah kita mandiri, ada 360 tanaman Kelengkeng.
Saya berfikir dengan kelengkeng inilah saya jadikan konsep lingkungan, peningkatan konservasi air, peningkatan kualitas udara, dan ketahanan pangan.
Harapan ke depan, terutama generasi muda menyikapi kegiatan ini?
Generasi muda, tidak semua tertular, ada yang tertular dan ada yang tidak. Biar saja tidak usah dipaksa. Pertama melihat, kedua ikut ikutan, dan akan tertarik. Generasi sekarang beda dengan generasi dulu. Kegiatan menanam seperti ini tidak cepat ditanggapi oleh generasi yang asyik dengan handphonenya. Tetapi ada juga yang melihat dan kemudian ikut ikutan.
Generasi kecil buang sampah pada tempatnya itu hal biasa, sekarang jamannya, tahu sampah ambil sampah dan buang pada tempatnya. Artinya, jika kita melihat sampah, meski itu bukan sampah kita, kita ambil dan buang pada tempatnya.
Lingkungan kotor kita sapu, masjid kotor kita pel, sehari hari saya menyapu dan mengepel masjid. Tidak ada istilah malu untuk membuat lingkungan menjadi bersih hijau dan indah. Kenapa harus malu? Itu untuk kita dan lingkungan kita. Juga untuk menanam tanaman di sekira kita, tidak perlu malu, bahkan jika ada yang mempertanyakan atau menganggap aneh. Biarkan saja. Karena mereka belum tahu, dan belum menikmati hasilnya. Bahkan waktu saya menanam Kelengkeng, mungkin dilihat aneh.
Apa program selanjutnya?
Pertama kita lihat ini wilayah perkotaan, dengan lahan yang sempit. Jadi kita terapkan konsep wall garden dan vertikal garden. Bagaimana menumbuhkan ditembok tembok, dan vertikal dengan rak rak. Terkonsepkan tanaman obat, sayuran ada, pembibitan tanaman buah sudah mulai, tanaman bunga juga ada, termasuk anggrek,
Dan kita memang merintis kampung dengan ciri khas. Untuk Sanggrahan Giwangan, dengan tanaman Kelengkeng. Untuk kampung Malangan Giwangan dengan Anggurnya. Dan rencana kita juga akan merintis satu kampung lagi dengan khas tanaman Duku. Jadi bila ingin Kelengkeng bisa ke Sanggrahan, ingin Anggur bisa ke Malangan. Memetik sendiri.
Kita juga melakukan penataan kawasan sungai Gajahwong. Kita kembalikan lagi sungai sebagai pranata kehidupan. Dulu sungai sebagai pusat peradaban..
Kita juga ada program irigasi bersih, saluran saluran air kita pasangi strimin. Dengan lobang yang besar, dan kita tebar ikan disitu. Tidak hanya di Jepang, tapi ada di Yogya. ikan di aliran sungai yang bisa dipanen siapapun yang menginginkannya. Dan sekarang banyak sekali yang ingin belajar bagaimana menata lingkungan, dengan contoh dikampung ini.
Visi misi Bapak?
Saya tidak butuh terkenal dan dikenal, tetapi saya butuh bahwa mereka tertular. Mereka itu kecil, memberikan kesadaran mereka untuk menanam dijaga sampai 4 tahun kedepan, satu orang menanam, satu pohon. Anna Zulfiyah