Mekanisasi pertanian di Indonesia terus meningkat sejak lima tahun terakhir. Ke depan, mekanisasi pertanian akan terus didorong untuk meningkatkan efisiensi usaha tani serta meningkatkan gairah anak muda untuk terjun ke sektor pertanian.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan, berdasarkan data Food and Agriculture Organisation (FAO), mekanisasi pertanian nasional hanya 0,04 horsepower (HP). Sementara pada tahun 2019, mekanisasi mencapai angka 2,15 HP. Semakin tinggi horsepower, maka semakin tinggi pula keterlibatan kerja sebuah mesin dalam kegiatan produksi, termasuk pertanian.
“Ini baru 5 tahun. Kalau kita bisa bergerak cepat, 5 sampai 10 tahun mendatang kita akan sejajar dengan Brasil dan Jepang yang sudah sangat maju pertaniannya,” kata Amran di Tangerang, Jumat (4/10/2019).
Itu sebabnya, kata Amran, pemerintah, khususnya Kementerian Pertanian (Kementan), fokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia..
Menurut Amran, mekanisasi pertanian memberikan manfaat bagi kesejahteraan petani. Hal itu pula yang bakal menjadi daya tarik bagi generasi muda untuk terjun ke sektor pertanian dan mengembangkan komoditas yang ada.
“Kita harus cetak pemuda tani yang andal. Bukan hanya mengoperasikan alat, tapi mampu memelihara, merakit dan membuat. Kandungan lokal Alsintan juga harus didorong sampai 100%,” ujarnya.
Berdasarkan catatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, pemerintah telah memberikan bantuan Alsintan sekitar 720.000 unit dengan berbagai jenis. Jumlah itu diperkirakan naik hampir 500% dibanding sebelumnya.
Alsintan tersebut berupa rice transplanter, combine harvester, dryer, power thresher, corn sheller dan rice milling unit, traktor dan pompa air. Pada tahun 2015, bantuan Alsintan sebanyak 54.083 unit, tahun 2016 naik menjadi 148.832 unit.
Sedangkan pada tahun 2017 sebanyak 82.560 unit, dan pada tahun 2018 sebanyak 112.525 unit. Tahun 2019, Kementan akan mengalokasikan Alsintan sebanyak 50.000 unit.
Alsintan tersebut berupa Traktor Roda dua (20.000 unit), Traktor Roda empat (3.000 unit), Pompa Air (20.000 unit), Rice Transplanter (2.000 unit), Cultivator (4.970 unit) dan Excavator (30 unit).
“Bantuan Alsintan itu merupakan terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Kita ingin dengan Alsintan mengubah mindset petani dari bertani secara tradisional ke modern. Kita juga ingin usaha tani menjadi lebih efisien,” kata Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Sarwo Edhy di Jakarta, pekan lalu.
Sarwo mencontohkan, jika pengolahan lahan menggunakan tenaga manusia (cangkul), maka dalam 1 ha sawah diperlukan 30-40 orang, lama pengerjaannya 240-400 jam/ha, sedangkan biayanya mencapai Rp2-2,5 juta/ha.
Sementara dengan Alsintan (traktor tangan), hanya diperlukan tenaga kerja 2 orang, jumlah jam kerja hanya 16 jam/ha dan biayanya Rp900.000-Rp1,2 juta/ha.
Begitu juga saat panen. Jika menggunakan Alsintan hanya perlu 3 jam sudah selesai, sedangkan kalau menggunakan tenaga manusia perlu waktu 1 minggu.
Keuntungan lainnya adalah saat tanam bisa serentak, karena pengolahan lahan bisa cepat, sehingga petani bisa tanam 3 kali setahun. Kalkulasi pemerintah dengan mekanisasi dapat menghemat biaya produksi hingga 30% dan menurunkan susut panen 10%.
Mekanisasi juga menghemat biaya olah tanah, biaya tanam dan panen dari pola manual Rp7,3 juta/ha menjadi Rp5,1 juta/ha. Untuk optimalisasi Alsintan, pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan penyuluh terus memobilisasi penggunaan Alsintan agar bisa digunakan secara optimal oleh petani.
PEPI
Pada Jumat (4/10/2019), Amran bersama jajarannya melakukan peletakan batu pertama pembangunan kompleks kampus Politeknik Enjiniring Pertanian Indonesia (PEPI) di Serpong, Tangerang, Banten.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Kementan, Dedi Nursyamsi mengatakan menindaklanjuti arahan Menteri Pertanian, pihaknya bertekad mewujudkan PEPI sebagai universitas berkelas dunia.
Melalui PEPI diharapkan dapat mencetak tenaga terampil yang berkompeten di bidang mekanisasi pertanian dan menjadi solusi untuk menggairahkan generasi muda untuk berkiprah di sektor pertanian dengan cara-cara yang modern.
Oleh karena itu, Dedi menuturkan pendirian PEPI yang bersinergi dengan Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian ini untuk memperkuat pendidikan serta pelatihan vokasi guna melahirkan sumber daya manusia terampil yang siap memasuki dunia kerja. Selain itu agar mampu menumbuhkan lebih banyak lagi wirausahawan muda.
“Dengan adanya Kampus PEPI ini juga untuk menumbuhkembangkan petani milenial untuk mensukseskan Program Pembangunan Pertanian Menuju Lumbung Pangan Dunia 2045,” katanya.
Program Studi yang diselenggarakan di Kampus PEPI saat ini, yaitu Teknologi Mekanisasi Pertanian, Tata Air Pertanian, dan Teknologi Hasil Pertanian. Pada tahun 2019 ini Road Map PEPI diarahkan pada Penetapan Organisasi, Penataan SDM dan SAPRAS, serta Penerimaan Mahasiswa Baru.
Tahun 2020 akan diterapkan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) untuk persiapan akreditasi. Selanjutnya pada tahun 2021 akan dilaksanakan magang mahasiswa di industri, dan sertifikasi kompetensi. Ditargetkan pada tahun 2022 dilakukan akreditasi institusi dan akreditasi program studi.
Animo mahasiswa baru pada Tahun Akademik 2019/2020 cukup tinggi, dari 539 orang pendaftar 72 orang resmi diterima menjadi calon mahasiswa PEPI yang terdiri dari 24 orang prodi Teknologi Mekanisasi Pertanian, 24 orang prodi Tata Air Pertanian, dan 24 orang Teknologi Hasil Pertanian.
Bupati Tangerang, Ahmed Zaki Iskandar menyatakan dukungan terhadap pembangunan dan perkembangan Kampus PEPI sehingga menjadi salah satu ikon perkembangan pertanian Indonesia.
Menurut dia, kehadiran kampus ini menjawab kebutuhan Indonesia sebagai negara agraris dalam menyiapkan generasi pertanian yang memiliki skil guna memajukan pertanian. PSP