Setelah India, kini produsen beras Asia lainnya, Myanmar, berencana melarang ekspor demi mengontrol kenaikan harga di dalam negeri. Pasok beras global pun makin tertekan di tengah ancaman kekeringan akibat fenomena El Nino.
Sumber-sumber perdagangan menyatakan, Myanmar akan mulai melarang ekspor beras mulai 1 September 2023. “Larangan ekspor akan berlanjut selama 45-60 hari sampai junta militer yang berkuasa di sana yakin bahwa harga beras akan stabil,” kata sumber.
Sementara seorang anggota senior Federasi Beras Myanmar mengatakan pada Reuters, Jumat (25/8), larangan ekspor akan berlangsung sementara. “Kami akan membatasi ekspor beras untuk sementara selama sekitar 45 hari mulai akhir bulan Agustus ini,” katanya, seraya menambahkan kebijakan itu untuk mengendalikan harga pangan di dalam negeri.
Berdasarkan data Deptan AS (USDA), Myanmar adalah eksportir beras nomor lima dunia dengan volume ekspor lebih dari 2 juta ton/tahun.
Bulan lalu, India melarang ekspor beras, yang membuat pasok beras di pasar global berkurang sekitar 10 juta ton atau 20%.
“Myanmar bukan pemain besar dalam pasar beras seperti India atau Thailand. Namun, pembatasan ekspor ini terjadi di saat pasokan beras global sedang ketat,” ujar seorang dealer perusahaan dagang di Mumbai.
“Hal ini akan mengirim sinyal bullish buat pasar dan makin mengkhawatirkan buat pembeli.”
Harga beras global yang ditawarkan negara-negara eksportir beras utama, seperti Thailand dan Vietnam sudah melonjak ke level tinggi dalam 15 tahun terakhir sejak keputusan India melarang ekspor beras pada 20 Juli 2023.
Harga beras ekspor eks Vietnam juga tetap manteng di puncak harga di antara beras pasokan lainnya pada pekan ini, sebagian akibat larangan ekspor India, sementara harga beras Thailand mendekati.
Harga beras Vietnam kualitas broken 5% mencapai 650-660 dolar AS/ton, sementara beras Thailand dengan kualitas yang sama nangkring di 630 dolar AS/ton dari sepekan sebelumnya di posisi 615-620 dolar AS/ton.
Ranjau
Sebelum keluar larangan ekspor, Myanmar malah sempat akan menggenjot ekspor beras untuk memanfaatkan kenaikan harga akibat larangan ekspor India. Hal itu dikatakan Ketua Umum Federasi Beras Myanmar, Ye Min Aung dalam wawancara dengan Bloomberg, Rabu (6/8).
Peningkatan ekspor terjadi selain karena larangan ekspor beras India, juga karena adanya lonjakan harga beras Thailand dan Vietnam, sehingga akan memaksa pembeli mencari sumber pasok beras lainnya.
Terhitung dari April sampai Juli 2023, Myanmar telah mengekspor 320.000 ton beras dengan devisa ekspor 138 juta dolar AS, demikian data Federasi Beras. Jumlah itu terjadi seusai pemerintah memprioritaskan penjualan beras kualitas tinggi. Namun, dengan adanya larangan ekspor beras India, prospek beras Myanmar membaik. India melarang ekspor beras non-Basmati untuk meredam inflasi di dalam negeri serta menjelang Pemilu pada awal tahun depan.
“Kami berharap mengambil keuntungan, meskipun kami tetap fokus mempertahankan ekspor hanya untuk beras kualitas premium,” ujar Ye Min Aung.
Namun, berdasarkan laporan media lokal, harga beras di dalam negeri sudah naik dua kali lipat lebih akibat penurunan produksi tahun 2022 dan kesulitan transportasi. FAO mengatakan, produksi beras Myanmar sendiri turun 8% pada 2022.
Salah satu alasannya adalah dua kawasan sentra produksi beras Myanmar, Sagaing dan Magway — produsen beras terbesar ketiga dan kelima Myanmar — mengalami konflik bersenjata. Hal ini menyebabkan petani harus mengungsi dan tidak mampu menggarap sawahnya karena takut terkena ranjau dan kehadiran tentara di sejumlah wilayah. AI