Oleh: Poedjo Rahardjo (Yayasan Sarana Wana Jaya)
Pengantar
Asset perusahaan merupakan sumber daya bernilai ekonomi yang penting peranannya bagi kelangsungan usaha, tetapi di Perhutani tegakan hutan bukan dianggap sebagai asset perusahaan. Pada waktu ini timbul dorongan untuk memasukan tegakan hutan sebagai asset perusahaan, untuk menjamin kelestarian perusahaan dan kelestarian hutan. Introduksi tegakan hutan sebagai asset akan ber-implikasi pada sistem akutansi. Tulisan ini mencoba untuk melakukaan elaborasi sistem akutansi SDH, apabila tegakan hutan dianggap sebagai asset perusahaan.
Pada waktu ini Perhutani telah membangun Sistem Informasi Sumberdaya Hutan (SIS-DH) dan Sistem Informasi Geografis (SIG), yang merupakan digitalisasi pengolahan data SDH dan digitalisasi sistem pemetaan. Digitalisasi yang dibangun ini dapat meniadakan pekerjaan lapangan dengan pengecualian kasus-kasus tertentu, dan mempercepat proses akutansi. Penerapan sistem akutansi SDH ini disarankan di lakukan pada hutan tanaman di KPH, dimulai dari hutan tanaman jati terlebih dahulu.
Pendahuluan
- Perhutani merupakan perusahaan kehutanan yang mengelola hutan berdasarkan azas kelestarian hutan. Berdasarkan azas tersebut maka jumlah hasil hutan yang dipungut dalam suatu periode sama dengan volume pertumbuhan tegakan (riap) selama periode waktu tersebut. Didalam praktek volume kayu yang dipungut dapat berada dibawah atau diatas riap, oleh karena itu secara periodik (10 tahun sekali) dilakukan inventarisasi berulang di tiap KPH untuk menghitung volume kayu yang dapat dipungut setiap periode (etat).
- Gangguan keamanan hutan berupa pencurian kayu mengakibatkan perobahan potensi sumberdaya hutan. Perobahan potensi yang demikian cepat karena meningkatnya gangguan keamanan hutan tidak dapat diliput dengan periode inventarisasi berulang 10 tahun. Untuk memperoleh gambaran potensi sumberdaya hutan yang lebih akurat, pada pertengahan jangka Rencana Perusahaan Kesatuan Pemangkuan Hutan (RPKH), setiap 5 (lima) tahun dilakukan risalah sela.
- Pencurian kayu disertai penjarahan hutan yang terjadi akhir-akhir ini telah menyebabkan terjadinyanya penurunan potensi sumberdaya hutan secara signifikan. Apabila tidak dikelola dengan baik penurunan potensi ini dapat mengakibatkan hilangnya kelestarian hutan, terganggunya fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan dan likuidasi perusahaan apabila perusahaan tidak mampu lagi membiayai kegiatan operasionalnya dengan sumberdaya hutan yang tersisa. Untuk mencegah terjadinya kemungkinan semacam ini, diperlukan antisipasi sedini mungkin dengan melakukan monitoring dan evaluasi potensi sumberdaya hutan setiap tahun.
- Neraca Sumber Daya Hutan dari tiap Kesatuan Pemangkuan Hutan (NSDH-KPH) yang dikembangkan dalam Sistem Informasi Sumberdaya Hutan (SISDH) mampu memberikan gambaran perobahan potensi sumberdaya hutan setiap tahun. Volume fisik potensi sumberdaya hutan ini selanjutnya disebut growing stock.
- Didalam NSDH dicatat growing stock pada awal tahun, perubahan yang terjadi dalam tahun berjalan (tebangan, pencurian dan kehilangan ), dan growing stock pada akhir tahun sehingga dapat diketahui apakah terjadi overcutting yang berakibat pada pengurangan growing stock. Pengurangan growing stock dapat menjadi indikasi bahwa pemungutan hasil hutan yang dilakukan telah melampaui riap.
- Namun demikian informasi mengenai kondisi potensi sumberdaya hutan yang sedemikian penting yang akan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan dan nasib perusahaan di masa depan, belum tergambar dalam kinerja perusahaan pada waktu ini.
- Terjadinya pencurian dan penjarahan hutan yang telah mengancam kelestarian hutan tidak dapat dilihat didalam laporan keuangan. Hal ini disebabkan karena potensi sumberdaya hutan berupa tegakan bukan dianggap sebagai asset perusahaan.
- Akuntansi kehutanan yang mengacu kepada PSAK 32 (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomer 32) menganggap bahwa potensi sumberdaya hutan berupa tegakan yang ada dihutan (growing stock) bukan merupakan hasil dalam pengusahaan hutan, karena potensi sebagai bahan baku dianggap diperoleh tanpa pengorbanan biaya. Sedangkan biaya yang berkaitan dengan pembangunan dan pemeliharaan tegakan dibebankan sebagai biaya produksi. Dengan demikian tegakan hutan menurut PSAK 32 tidak dianggap sebagai asset perusahaan.
- Untuk memberikan gambaran kinerja perusahaan yang sebenarnya maka disamping laporan keuangan yang dibuat berdasarkan standard akuntansi keuangan yang berlaku, perlu dibuat Laporan Manajemen yang memasukkan tegakan sebagai asset dalam suatu sistem yang disebut Sistem Akuntansi Sumberdaya Hutan. Laporan manajemen ini dibuat oleh KPH yang mengelola hutan
Asumsi Dasar
- Volume fisik potensi sumberdaya hutan atau growing stock dipandang sebagai keluaran produksi yang masih dalam proses dan oleh karena itu didalam Laporan Manajemen dibuku sebagai asset perusahaan.
- Growing stock dalam periode akuntansi mengalami perobahan berupa penambahan atau pengurangan. Perhitungan penambahan dan pengurangan growing stock dalam satu periode akuntansi dilakukan dalam Neraca Sumberdaya Hutan (NSDH).
- Growing stock sebagai keluaran produksi yang masih dalam proses pada akhir periode akuntansi bersama sisa kayu di TPK masuk sebagai persediaan.
- Sebagai asset perusahaan maka maka pada setiap akhir periode akuntansi growing stock dinyatakan dalam bentuk rupiah dan dilaporkan dalam Laporan Manajemen.
- Nilai rupiah dari growing stock dihitung sesuai dengan harga pokoknya.
- Semua biaya yang terkait dengan pembuatan dan pemeliharaan potensi sumberdaya hutan (penanaman, pemeliharaan/perawatan dan perlindungan hutan ) digolongkan sebagai Biaya-biaya ini dikapitalisasi dan direkapitulasi setiap tahun. Jumlah biaya ini merupakan harga pokok dari tegakan yang ada.
- Pada saat tegakan ditebang maka nilai aktiva ini berubah menjadi beban deplesi yang besarnya sama dengan harga pokok tegakan yang ditebang tersebut.
Pengembangan Metoda
- Neraca Sumberdaya Hutan (NSDH)
Dua parameter yang mencirikan pemanfaatan sumberdaya hutan yaitu growing stock dan arus (flow) digambarkan sebagai berikut (Repetto, 1989 dalam Laporan Uji Coba Penerapan Sistem Akuntansi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan UGM 2000)
Yang dapat ditulis:
S(t) = S(t-1) + A(t) – D(t) (I)
S(t-1) + A(t) = S(t) + D(t) (II)
Penjelasan :
S(t-1) = Growing Stock awal tahun t
S(t) = Growing Stock akhir tahun t
A(t) = Riap selama tahun t
D(t) = Ekstraksi kayu dari hutan dalam tahun t berupa :
- Tebang Habis (Th)
- Tebang Penjarangan (Tp)
- Pencurian (P)
Persamaan (II) dapat ditulis dalam format Neraca Sumber Daya Hutan sebagai berikut :
Uraian | D | K |
Growing Stock awal
Riap Tebang Habis Tebang Penjarangan Pencurian Residual Growing Stock akhir |
S (t-1)
A(t)
|
Th Tp P R S(t) |
Growing Stock akhir sebelum diekstraksi | S’(t) | S’(t) |
Penjelasan :
S (t-1) = Growing Stock awal tahun hasil risalah, dihitung dengan tabel
S’(t) = Growing Stock akhir tahun, dihitung dengan menambahkan umur tegakan awal dengan 1 tahun
A(t) = Riap dihitung dengan S’(t) – S(t-1)
S(t) = Growing Stock akhir dihitung dengan mengurangi luas tegakan awal dengan luas tebangan dan menambahkan umur tegakan sisa dengan 1 tahun
R = Residual selisih untuk menyeimbangkan kolom D dan K.
- Selisih positif, ada potensi hilang yang tidak tercatat
- Selisih negatif, perhitungan S (t) terlalu besar dan harus dikoreksi dengan risalah ulang
Seluruh proses perhitungan tersebut dilakukan secara digital dengan komputer dengan menggunakan modul dari program Sistem Informasi Sumberdayahutan (SISDH)
- Kapitalisasi biaya pembuatan dan pemeliharaan tegakan.
Biaya-biaya tanaman, pemeliharaan/perawatan hutan dan perlindungan hutan pada tahun berjalan dikapitalisasi sehingga akan menambah nilai aktiva tegakan. Dalam tahun berjalan juga terjadi deplesi karena penebangan, pencurian dan kehilangan yang akan mengurangi nilai aktiva tegakan dan akan menjadi beban produksi dalam tahun berjalan.
- Perhitungan Harga Pokok
a. Growing Stock Awal.
Nilai finansial growing stock awal dihitung dengan memperkirakan jumlah biaya yang telah dikorbankan untuk membuat tegakan yang ada pada awal jangka. Harga pokok dihitung dengan menggunakan realisasi biaya-biaya tanaman, pemeliharaan/perawatan hutan dan perlindungan hutan per hektar dalam tahun berjalan.
Dengan menggunakan modul dari program SISDH dibuat sebaran luas dari tiap-tiap umur tegakan pada awal jangka (tahun berjalan). Kemudian dihitung biaya tanaman, pemeliharaan/perawatan hutan dan perlindungan hutan yang dikeluarkan dari tiap-tiap umur tegakan dengan menggunakan biaya dalam tahun berjalan.
Penjumlahan dari keseluruhan biaya yang telah dikeluarkan untuk pembuatan dan pemeliharaan dari tiap umur tegakan merupakan biaya perolehan tegakan (growing stock) pada awal tahun. Jumlah biaya keseluruhan dibagi dengan growing stock pada awal tahun merupakan harga pokok tegakan per m3.
b. Pertumbuhan (Riap)
Jumlah biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan dan pemeliharaan tegakan pada tahun berjalan merupakan biaya-biaya yang dikorbankan untuk memperoleh pertumbuhan (riap) tegakan. Jumlah biaya ini dibagi dengan riap diperoleh harga pokok pertumbuhan per m3. Oleh karena riap merupakan produksi yang paling akhir dalam proses produksi tegakan, maka biaya-biaya yang dikorbankan untuk memperoleh pertumbuhan digunakan untuk menetapkan harga pokok dari produksi yang dikeluarkan pertama kali dalam metode Lifo (Last in first out).
Ini berarti bahwa dalam menghitung nilai finansial deplesi, volume kayu yang dikeluarkan dari hutan (produksi tebang habis dan penjarangan, pencurian/ kehilangan) dikalikan dengan harga pokok pertumbuhan (3b). Apabila volume kayu yang dikeluarkan dari hutan lebih besar dari volume riap, maka volume kelebihannya dikalikan dengan harga pokok tegakan (3a).
Keseluruhan proses perhitungan harga pokok ini dapat di-otomatisasikan dengan mengintegrasikannya kedalam progam SISDH yang sudah ada.
Pokok-pokok Akuntansi Sumberdaya Hutan
- Growing Stock dimasukkan sebagai asset, sumber perolehan asset tersebut adalah Penyertaan Modal Pemerintah.
- Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam tahun berjalan yang berkaitan dengan pembangunan dan pemeliharaan potensi sumberdaya hutan (penanaman, pemeliharaan/perawatan hutan dan perlindungan hutan) akan menambah nilai tegakan, karena itu didebetkan kedalam perkiraan Growing Stock.
- Penebangan (tebang habis dan penjarangan) dan pencurian/kehilangan/kerusakan tegakan merupakan deplesi terhadap nilai growing stock. Nilai deplesi growing stock ditentukan dengan metode Last in first out (Lifo). Dengan metode ini biaya perolehan barang yang diperoleh terakhir kali digunakan untuk menentukan harga pokok barang yang dikeluarkan pertama kali.
- Didalam Perhitungan Harga Pokok Penjualan Kayu growing stock yang dikeluarkan dihitung sebagai deplesi terhadap nilai tegakan.
- Didalam Neraca growing stock dimasukkan sebagai Aktiva Tetap Berwujud.
Penilaian Kinerja Perusahaan
Dengan menggunakan Sistem Akuntansi Sumberdaya Hutan (SASDH) maka Kinerja Perusahaan (Kesatuan Pemangkuan Hutan/KPH) didalam Laporan Manajemen dinilai dari dua aspek yaitu:
- Kelestarian Hutan
Kelestarian Hutan dinilai dengan Neraca Sumber Daya Hutan (SASDH) yaitu dengan membandingkan Growing Stock Akhir Tahun S(T) dengan Growing Stock Awal Tahun S(T-1).
Kelestarian hutan terjamin apabila S(t) / S(t-1) lebih besar atau sama dengan 1
- Profitabilitas
Pelbagai ratio untuk menghitung profitabilitas (Operating Margin, Turnover of Operating Assets, Rate of Return on Oprating Assets) dapat digunakan untuk menilai kinerja perusahaan. Oleh karena sumberdaya hutan dalam Sistem Akuntansi Sumberdaya Hutan dibukukan sebagai asset, maka besaran-besaran dalam ratio tersebut sudah menggambarkan kondisi sumberdaya hutan.
Penutup
Dalam pengelolaan hutan (jati), Bagian Hutan (BH) merupakan unit kelestarian hutan. KPH yang terdiri dari beberapa BH merupakan unit pengelolaan hutan. Pada waktu ini belum ada indikator untuk menentukan pengelolaan hutan lestari. Berkaitan dengan hal tersebut, NSDH dapat di gunakan sebagai indikator untuk menilai apakah pengelolaan hutan sudah dilakukan secara lestari. ***
[…] Click here […]