Pendirian MLO Sangat Dibutuhkan untuk Atasi Kelangkaan Kontainer

Industri mebel (ilustrasi)

Pemerintah diminta mendorong BUMN atau memberi insentif kepada swasta untuk membentuk atau mendirikan MLO (Main Line Operator) di Indonesia yang profesional yang dapat menjamin ketersediaan kontener, baik dengan membeli atau membuat kontainer, memiliki kapal-kapal baik feeder atau mother vessel atau melakukan Leasing NVOCC (Non Vessel Operating Common Carrier).

“Hal itu diperlukan guna mengatasi kelangkaan kontainer yang masih terjadi hingga saat ini,” kata Ketua Presidium Himpunan Industri  Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur dalam webinar bertema   “Kesiapan Eksportir Menghadapi Perubahan Perilaku Konsumen Dunia di Tengah dan Pasca Pandem,” Selasa (08/03/2022).

Menurut Sobur, saat ini di dunia tidak ada keseimbangan aktivitas ekspor dan impor akibat dampak dari pandemi Covid-19. Meningkatnya kasus Covid-19 menyebabkan banyak negara yang melakukan lockdown sehingga kegiatan bongkar-muat kontainer di pelabuhan terhambat menyebabkan kelangkaan kontainer dan terbatasnya space kapal sehingga melambungkan biaya ocean freight rate.

Berdasarkan data yang dihimpun HIMKI, pada Nopember 2021 ocean freaigh rate dari Indonesia ke Amerika Serikat saat ini telah menyentuh angka ±19.000 dolar AS, atau naik 855 persen dari keadaan normal, dan pengiriman ke Eropa berada pada kisaran 15.000 dolar AS , atau naik 900 persen dan angka-angka tersebut setara dengan ±60 persen dari nilai barang yang di ekspor dan bahkan untuk barang tertentu bisa mencapai 100 persen dari nilai barang dan sangat mempengaruhi cashflow perusahaan.

Kondisi ini juga diperparah dengan semakin terbatasnya cargo space kapal berakibat pada penumpukan barang di gudang dan bahkan melebihi kapasitas gudang yang ada sehingga mau tidak mau para pelaku ekspor harus menyewa dan/atau membangun gudang tambahan yang menyebabkan bengkaknya biaya pengeluaran perusahaan

“Di Indonesia kondisi logistik dan shipping sering kali menjadi hambatan dalam kegiatan perdagangan baik domestik maupun ekspor, sehingga menimbulkan biaya tinggi, gagal kirim dan situasi yang tidak kondusif untuk berjalannya kegiatan usaha yang sarat dengan persaingan,” ujar Sobur.

Sobur menjelaskan, saat ini ekspor industri mebel dan kerajinan sudah menunjukkan kinerja positif.  Ekspor mebel dan kerajinan 2021 mencapai 3,42 miliar dolar AS, naik 20  persen dari tahun sebelumnya  2,724 miliar dolar AS.

Dari total ekspor mebel dan kerajinan, kelompok produk mebel masih menjadi kontributor ekspor terbesar yakni 72,79 persen, sementara produk kerajinan berkontribusi 27,21 persen.

Agar ekspor bisa mencapai target yang ditetapkan pemerintah sebesar 5 miliar dolar AS di tahun 2024, Sobur meminta pemerintah mengatasi kendala yang dihadapi pengusaha dalam kegiatan produksi dan ekspor-impornya, di antaranya soal kelangkaan kontainer.

Selain pemberian insentif pembentukan MLO, Sobur juga meminta pemerintah menetapkan Jakarta atau pelabuhan lain (Batam, Bitung, Kuala Tanjung) sebagai Hub Internasional, menghilangkan Jalur Kuning pada proses pemeriksaan impor di pelabuhan oleh Bea Cukai.

“Dengan adanya kenaikan ocean freight yang tidak terkendali seperti saat ini, pemerintah juga harus melakukan pengawasan dan komunikasi kepada shipping line agar kegiatan ekspor Indonesia bisa berjalan dengan lancar,” pintanya.

Selain itu, tambahnya, harus ada peraturan dari pemerintah menetapkan kurs untuk pembayaran ocean freight menggunakan kurs tengah Bank Indonesia. Saat ini kurs ditetapkan oleh masing-masing pelayaran yang dipastikan sangat tinggi dan kurs berbeda-beda antara pelayaran satu dengan pelayaran lainnya.

Masih Dirasakan

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia (GPEI) Benny Soestrisno yang juga menjadi pembicara alam webinar itu, memperkirakan kondisi kelangkaan kontainer dalam kegiatan ekspor impor masih akan berlangsung dalam beberapa tahun ke depan.

“Mungkin dampak kelangkaan kontainer masih akan kita rasakan sampai beberapa tahun ke depan,” ujarnya.

Benny menjelaskan bahwa munculnya kelangkaan kontainer  dipicu banyaknya kapal bervolume besar yang diparkir atau tidak disewa lagi karena minimnya barang yang diangkut akibat dampak pandemi Covid-19 awal 2020 lalu.

“Kegiatan logistik saat itu banyak menggunakan kapal kecil,” ucapnya.

Namun,ungkapnya, ketika kegiatan ekspor impor mulai pulih dan banyak permintaan kapal bervolume besar, para pemain di sektor logstik tidak bisa langsung mengantisipasinya.

“Selain  itu, ada juga pemain yang telah mem booking space kapal sehingga ada tambahan biaya bagi pemesan kapal untuk mengangkut barangnya,” papar Benny.

Dia juga menjelaskan kalau kondisi kelangkaan kontainer yang terjadi sejak tahun lalu adalah peristiwa bisnis murni dan tidak ada campur tangan dari pemerintah suatu negara.Buyung N