Pengelolaan Hutan Lestari Sokong Indonesia FOLU Net Sink 2030

Areal HTI PT Mayangkara Tanaman Industri

Produksi kayu secara lestari menjadi bagian tak terpisahkan dari strategi untuk mencapai komitmen Indonesia FOLU Net Sink 2030.

Teknik produksi kayu seperti Reduced Impact Logging (RIL), silvikultur intensif (SILIN)  yang disertai dengan pengkayaan tanaman hutan bisa mengurangi pelepasan emisi gas rumah kaca sekaligus meningkatkan penyerapannya.

Di sisi lain, kayu yang diproduksi dan diolah menjadi berbagai produk adalah bagian dari penyimpanan karbon (carbon pool) yang akan tetap bertahan selama tidak lapuk atau rusak.

“Sejumlah aksi mitigasi FOLU Net Sink 2030 sangat terkait dengan pengelolaan hutan lestari,” kata Direktur Bina Usaha Pemanfaatan Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Istanto, saat diskusi Pojok Iklim, Rabu 9 Juni 2022.

FOLU Net Sink 2030 adalah kondisi dimana tingkat serapan gas rumah kaca (GRK) sektor hutan dan lahan lainnya (Forestry and Other Land Uses/FOLU) berimbang ataupun lebih tinggi dari tingkat emisinya (Net Sink) pada tahun 2030.

Menurut Istanto, aksi mitigasi yang bisa dilakukan dalam pengelolaan hutan diantaranya adalah menekan deforestasi dan degradasi hutan, membangun hutan tanaman,  pengelolaan hutan produksi secara lestari, rehabilitasi, dan pengelolaan gambut.

Istanto menjelaskan salah satu aksi yang bisa dilakukan adalah dengan mengimplementasikan silvikultur intensif dan RIL dalam produksi kayu di hutan produksi.

SILIN dinilai mampu meningkatkan produktivitas hutan alam sekunder untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kayu bagi industri sekaligus mampu memperbaiki hutan dan meningkatkan penyerapan karbon.

Berdasarkan perhitungan implementasi SILIN mampu menyerap karbon hingga 250 ton karbon/hektare dalam waktu 25 tahun.

“Saat ini SILIN telah diterapkan di 119 unit PBPH dengan realisasi tanaman mencapai 164.730 hektare,” kata Istanto.

Sedangkan RIL adalah teknik produksi kayu yang terencana hingga berdampak rendah pada kerusakan hutan. Implementasi RIL mampu menurunkan emisi CO2 sebesar 41% jika dibandingkan dengan praktik penebangan konvensional.

Saat ini sebanyak 26 unit PBPH dengan luas areal konsesi 61/582,4 hektare yang telah mengimplementasikan RIL. Istanto mengatakan, KLHK akan terus mendorong agar RIL juga diterapkan di 225 unit PBPH lain.

Ketua Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo) Bambang Soepijanto mengatakan pihaknya siap mendukung komitmen untuk mencapai FOLU Net Sink 2030.

“Perlu tindakan kolektif para pihak agar komitmen FOLU Net Sink tercapai,” katanya.

Apkindo adalah organisasi yang mewadahi industri yang memproduksi veneer,  dan kayu lapis termasuk laminated veneer lumber (LVL), particle board, dan produk panel kayu lainnya. Saat ini Apkindo memiliki anggota 45 industri aktif berproduksi dan berkontribusi pada tercapainya devisa ekspor hasil hutan kayu nasional yang rata-rata sebesar 11,7 miliar dolar AS per tahun.

Menurut Bambang untuk mendukung FOLU Net Sink, anggota Apkindo akan meningkatkan penggunaan bahan baku kayu yang berasal dari hutan tanaman. “Jenis kayu seperti sengon dan jabon bisa dimanfaatkan,” katanya.

Apkindo juga akan mendorong anggotanya meningkatkan rendemen pemanfaatan kayu sehinga pemanfaatan bahan baku kayu semakin efisien. Caranya dengan melakukan restrukturisasi mesin menggunakan mesin-mesin terbaru berupa rotary spindleless.

Anggota Apkindo juga mendorong anggota untuk lebih inovatif dalam pembuatan produk panel kayu misalnya dengan memanfaatkan limbah batang sawit dan karet.

Sementara itu Wakil Dekan Fakultas Kehutanan UGM Widiyatno memberkan bagaimana pengelolaan hutan tanaman bisa meningkatkan serapan karbon dan mendukung FOLU Net Sink.

Pada hutan tanaman akasia, potensi karbon tersimpan pada umur tanaman 1-6 tahun berkisar 11.09-88,11 ton per hektare.

Untuk hutan tanaman jati dengan memanfaatkan bibit unggul dan jarak tanam 8×3 meter, potensi cadangan  karbon mencapai 205,04 ton per hektare di umur 20 tahun.

Sementara pengkayaan tanaman di hutan alam sekunder dengan jenis meranti dengan jumlah 200 pohon per hektare berpotensi menambah cadangan karbon sebesar 139,52 ton per hektare di umur pohon 20 tahun. *** AI