RAPP Gugat Pemerintah

Kuasa Hukum Menteri LHK Bambang Hendoyono mengajukan pertanyaan kepada salah satu ahli pada persidangan perkara fiktif positif pencabutan pembatalan RKU RAPP

PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) membuat perhitungan matang dan mengejutkan pemerintah. Melalui sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), raksasa pulp dan kertas nasional ini mengajukan permohonan fiktif positif, yang meminta pengadilan mengesahkan keberatan perusahaan dan membatalkan keputusan Menteri LHK.  Bagaimana perkembangannya?

Entah sejauhmana kekuatan bagian hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam mengawal setiap produk hukum yang dihasilkan kementerian itu. Yang jelas, raksasa pulp dan kertas nasional, PT RAPP, mampu memanfaatkan dengan jeli UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UUAP) untuk mengesahkan keberatan yang diajukan dan membatalkan surat keputusan menteri LHK. Langkah itu dilakukan RAPP lewat permohonan keputusan fiktif positif ke PTUN Jakarta terkait pembatalan Rencana Kerja Usaha (RKU) Hutan Tanaman Industri (HTI) RAPP periode 2010-2019 yang dilakukan Menteri LHK Siti Nurbaya berdasarkan SK No. 5322 tahun 2017 tertanggal 16 Oktober 2017.

Menurut kuasa hukum RAPP, Hamdan Zoelva, UUAP menyebutkan badan atau pejabat publik harus mengambil keputusan apakah menerima atau menolak keberatan yang diajukan dalam jangka waktu 10 hari kerja. “Jika tidak ada keputusan, maka keberatan yang diajukan dianggap dikabulkan,” katanya di Jakarta, Jumat (8/12/2017).

Inilah cerdiknya perusahaan milik taipan Soekanto Tanoto. Mereka tidak melawan pemerintah secara langsung, tapi menunggu surat keberatan terhadap SK Menteri LHK No. 5332/2017 tentang pembatalan RKU RAPP — yang diajukan 18 Oktober 2017 — tidak ditanggapi atau dijawab KLHK. Berdasarkan pasal 53 dan pasal 77 UUAP, pemerintah harusnya menjawab atau memutuskan keberatan paling lama 10 hari kerja. Jika tidak, maka keberatan pemohon dianggap dikabulkan. Nah, surat jawaban itu tak pernah ada, dan ini yang dibawa RAPP ke PTUN untuk mengesahkan surat keberatan mereka.

Kementerian LHK pun serius menanggapi tuntutan ini. Bahkan, Sekjen LHK, Bambang Hendroyono diturunkan langsung bersama belasan PNS KLHK lainnya sebagai kuasa hukum termohon (Menteri LHK). Bambang menyatakan, pemerintah tak pernah mengabaikan keberatan RAPP dan telah mengambil tindakan nyata. “Kami langsung meninjau ke lapangan, kami undang juga RAPP untuk pertemuan di kantor KLHK,” kata Bambang usai sidang kedua perkara fiktif positif yang diajukan RAPP di PTUN Jakarta, Jakarta Timur, Kamis (7/12/2017). Intinya, kata Bambang, KLHK sudah melakukan tindakan sebelum 10 hari kerja setelah keberatan diterima.

Namun, ahli hukum tata negara yang diajukan RAPP sebagai ahli, Lintong Siahaan menilai pemerintah memang harus menjawab keberatan yang diajukan “agar hukum dihargai,” katanya. Dia tidak sependapat jika pertemuan dan kunjungan ke lapangan yang dilakukan pemerintah sebagai tindakan nyata. Tindakan nyata dalam pasal 53 UUAP maksudnya adalah melaksanakan tindakan setelah menjawab keberatan yang diajukan. “Pasal ini ada karena di masa lalu badan atau pejabat pemerintah menjawab keberatan tapi tidak melakukan tindakan atas jawaban yang diberikan,” katanya.

Hamdan menegaskan, seharusnya KLHK menjawab surat keberatan yang diajukan sehingga ada kepastian hukum bagi RAPP. Hal ini pula yang diherankan Lintong. Mengapa KLHK bisa sibuk melakukan kunjungan dan menggelar pertemuan, tapi lupa menjawab surat keberatan yang diajukan, meski sesungguhnya itu lebih mudah dilakukan? Ya, kenapa? AI

Baca juga:

Perseteruan itu Dibawa ke Meja Hijau

Menteri Terjunkan Langsung Sekjen

Jangan Sembarangan Melayani Masyarakat

Fiktif Positif Hanya Untuk Permohonan Baru