Penguatan Kerjasama Global Jawab Tantangan Pengelolaan Hutan Dunia

High Level Roundtable the 17th Sessions United Nation Forum on Forest (UNFF) yang berlangsung di markas PBB, New York, Amerika Serikat Senin, 9 Mei 2022.

Indonesia mengingatkan butuh inovasi, solusi, dan penguatan kerja sama untuk menjawab tantangan pengelolaan hutan lestari di seluruh dunia. Diantara tantangan itu adalah pemulihan kesehatan dan ekonomi Pasca pandemi Covid-19 dan upaya mitigasi perubahan iklim.

Demikian disampaikan Delegasi Indonesia pada High Level Roundtable the 17th Sessions United Nation Forum on Forest (UNFF) yang berlangsung di markas PBB, New York, Amerika Serikat Senin, 9 Mei 2022.

Ketua Delegasi Indonesia Agus Justianto mengatakan perlunya penekanan peran UN Strategic Plan for Forests (UNSPF) sebagai perangkat untuk mendorong pengelolaan hutan lestari berdasarkan prinsip “common but differentiated responsibility and respective capabilities” sesuai dengan kedaulatan setiap Negara.

“Upaya bersama untuk memperbaiki pengelolaan hutan lestari harus dilakukan sesuai konteks dan prioritas setiap Negara,” kata Agus yang juga merupakan Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK.

Beberapa isu yang harus bisa dijawab adalah menyatukan pemangku kepentingan antara sektor publik dan privat dalam kerangka kerja pengelolaan hutan lestari, mempromosikan perdagangan kayu lestari, dan mempromosikan produksi pangan berkelanjutan.

Agus mengatakan, sesuai dengan komitmen Voluntary National Contribution (VNC) Indonesia akan melanjutkan pemulihan ekonomi pasca Covid-19 sambil tetap melaksanakan pengelolaan hutan lestari yang mendukung pengembangan energi baru dan terbarukan.

Hal itu menjadi bagian dari kebijakan dekarbonisasi untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil yang berdampak pada perubahan iklim.

Sementara pada agenda pertemuan lainnya Delegasi Indonesia juga menjelaskan bahwa untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat pasca Covid-19, Indonesia mengimplementasikan kebijakan perhutanan sosial.

Melalui perhutanan sosial, masyarakat bisa memperoleh pendapatan melalui pemanfatan lahan di bawah tegakan pohon dengan pola agroforestry, untuk memproduksi berbagai komoditas bernilai tinggi.

Menurut Agus, sampai saat ini sudah lebih dari 4 juta hektare izin perhutanan sosial yang diberikan kepada masyarakat. Di 3.000 hektare diantaranya, masyarakat memproduksi berbagai komoditas pangan.

“Untuk pendampingan, pemerintah memperkenalkan sistem pembelajaran jarak jauh (e-learning) agar masyarakat bisa mengoptimalkan perhutanan sosial sambil tetap mencegah penyebaran Covid-19,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Agus juga mempromosikan Indonesia’s FoLU Net Sink 2030, sebuah kondisi dimana penyerapan emisi GRK dari sektor hutan dan penggunaan lahan (Forestry and other Land Use/FoLU) sudah lebih tinggi dibandingkan emisinya pada tahun 2030.

Tercapainya Indonesia FoLU Net Sink 2030, bersama dengan penurunan emisi GRK di sektor lain seperti transportasi, industri, energi, dan pertanian, akan mewujudkan target untuk mencapai Carbon Net Sink pada tahun 2060 atau lebih cepat.

UNFF17 berlangsung dari tanggal 9-13 Mei 2022. Pada pertemuan tersebut hadir pejabat senior dari sejumlah Negara dan perwakilan organisasi non pemerintah. Pertemuan membahas berbagai isu terkini terkait pengelolaan hutan termasuk kebijakan multilateral seperti Glasgow Declaration dalam kerangka Paris Agreement. *** AI