Pengusaha dan Petani Dukung Pemerintah FPKM, Kebun Rakyat Bakal Dikelola Lebih Profesional

Ilustrasi petani sawit

Kompartemen Sosialisasi dan Kebijakan PSR Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) Muhammad Iqbal menyampaikan bahwa GAPKI mendukung regulasi pemerintah yang mengatur kemitraan lewat Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat (FPKM). 

Melalui kemitraan, petani dapat meningkatkan pendapatan, kualitas tanaman, dan jaminan pembelian TBS dari perusahaan mitra.

“Melalui kemitraan, kebun akan dikelola lebih profesional, kerja sama dengan mitra usaha membuka peluang-peluang baru, serta membangkitkan solidaritas bersama di kebun kelapa sawit,” ujarnya dalam Diskusi FORWATAN di Jakarta, Jumat (25/5/2023) 

Sebelumnya, FPKM sebagai skema kemitraan baru setelah berakhirnya program pemerintah yang mengawinkan perusahaan dengan petani seperti Program Inti Rakyat (PIR) Bun, PIR NES, PIR KKPA.

Kemudian, Ia melanjutkan, kemitraan lainnya harus bersifat usaha produktif yang berkelanjutan dan juga sebaliknya. Nilai optimum sebagai dasar pelaksanaan kemitraan lainnya tidak bisa menjadi hibah dari perusahaan sebagai pengganti pendapatan seperti pendapatan hasil dari kebun plasma. Hal itu agar tercipta rasa tanggung jawab dari keberlangsungan kemitraan.

“Selain itu, pelaksanaan Kemitraan menjadi tanggung jawab bersama Lembaga Pekebun dan Perusahaan Mitra serta pengelolaan Kemitraan Lainnya harus berdasarkan prinsip-prinsip profesionalitas, keterbukaan dan kesetaraan,” imbuhnya.

Sekjen DPP APKASINDO Rino Afrino, mengatakan pola kemitraan sekarang ini banyak yang sudah bubar, padahal kemitraan diharapkan dapat menjawab tantangan untuk kelapa sawit  berkelanjutan yang memenuhi aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Dalam hal ini termasuk juga sebagai pemenuhan kewajiban perusahaan untuk fasilitasi pembangunan kebun masyarakat 20% (FPKM) di waktu perpanjangan HGU.

“Posisi petani kelapa sawit di sektor hulu sebagai penghasil TBS tidak mungkin tidak bermitra. Ini yang harus menjadi perhatian untuk kita semua bahwa petani kelapa sawit itu harus bermitra dan  kemitraan itu harus berkelanjutan untuk mewujudkan kelapa sawit yang berkelanjutan,” kata Rino.

Kondisi bubarnya kemitraan tercermin dari berbedanya pandangan tiga pihak yaitu perusahaan, petani, dan koperasi berkaitan kerjasama kemitraan. Petani punya konsep kemitraan sendiri, koperasi dan perusahaan juga punya konsep tersendiri, antar tiga pihak ini tidak ada yang bersepakat untuk satu bentuk kemitraan.

Berpijak dari disertasinya yang membahas kemitraan, Rino menyampaikan formulasi kemitraan yang mampu menyatukan kembali perusahaan dan petani  di wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat yang sebelumnya berpisah jalan karena ada perbedaan pandangan berkaitan kemitraan. Padahal, hambatan itu sendiri menjadi peluang untuk menyatukan kemitraan.

“Saya berkeyakinan bahwa kemitraan perusahaan dengan petani menjadi  resolusi petani sawit menuju produktivitas tinggi dan sejahtera. Tetapi, harus ada komitmen kuat dari para pihak, morality yang baik, serta pengawasan dan pembinaan dari instansi terkait,” jelasnya. *** Atiyyah