Perdagangan dan Pertanian sudah Lama Tidak Akur

Pandemi virus korona (COVID-10) mengorek keluar ketidakakuran yang selama ini terpendam antara Kementerian Perdagangan (Kemendag) dengan Kementerian Pertanian (Kementan). Berawal dari upaya stabilisasi harga bawang putih dan bawang bombay yang terbang tak terkendali, Kemendag melansir Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura.  

Inti dari Permendag tersebut adalah penambahan satu pasal, yaitu pasal 35A yang dijelaskan bahwa ketentuan mengenai impor bawang bombay dengan Pos Tarif/HS 0703.10.19 dan bawang putih dengan Pos Tarif/HS 0703.20.90 dikecualikan dari Persetujuan Impor dan Laporan Surveyor (LS).

Dengan beleid ini, proses perizinan impor bawang putih dan bawang bombay dipercepat alias tidak perlu izin sampai 31 Mei 2020. Kebijakan itu diambil sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat dalam mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh mewabahnya virus COVID-19 terhadap kehidupan ekonomi nasional.

“Pembebasan izin impor dilakukan dengan menghapuskan persetujuan impor (PI) serta laporan surveyor (LS) bawang putih dan bawang bombay,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Indrasari Wisnu Wardhana di Jakarta, pekan lalu.

Wisnu menjelaskan, kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden untuk ketersediaan serta menjaga harga barang dan bahan pangan pokok seperti gula, bawang putih, daging, dan barang/bahan pokok lainnya yang penyediaannya dari dalam negeri maupun dari luar negeri, sehingga tidak terjadi kelangkaan dan lonjakan harga yang signifikan di masyarakat, utamanya dalam menghadapi dampak wabah COVID-19 dan menjelang bulan Ramadhan serta Idul Fitri 1441 H.

Dia mengakui, dalam sebulan terakhir harga bawang putih sempat menembus Rp70.000/kg dan bawang bombay mencapai Rp140.000/kg, meningkat lebih dari 100%. “Oleh karena itu, dalam menghadapi dampak COVID-19 dan agar pasokan terpenuhi serta harga segera turun, Kemendag menghapus izin impornya,” jelasnya.

Tugaskan BUMN

Langkah ini kontan menyinggung Kementan selaku pemegang wewenang rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH). Dirjen Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto menegaskan, pihaknya tetap memberlakukan RIPH, khususnya untuk komoditas bawang putih dan bawang bombay sebagai syarat wajib bagi para importir.

Ketentuan adanya RIPH dalam importasi produk hortikultura sudah tertuang dalam UU Hortikultura Pasal 88 yang menyatakan bahwa impor produk hortikultura wajib memenuhi beberapa syarat. “Sesuai arahan menteri pertanian, kita diimbau dalam membuat kebijakan harus taat kepada aturan yang berlaku, sehingga perlu dilihat apakah tetap sejalan dengan peraturan yang sudah ada atau tidak,” kata Prihasto di Jakarta.

Pasal 88 (2) UU Hortikultura menyebutkan, impor produk hortikultura dapat dilakukan setelah mendapat izin dari menteri yang bertanggung jawab di bidang perdagangan setelah mendapat rekomendasi dari menteri. Artinya, untuk mendapatkan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan, importir harus mendapatkan rekomendasi atau RIPH dari Kementan dahulu. Dengan demikian, kedua kebijakan tersebut berkaitan satu sama lain dan diterapkan sesuai UU yang berlaku.

Menurut Prihasto, dalam pengambilan kebijakan pemerintah, seharusnya dapat memberikan solusi yang tidak bertentangan dengan peraturan yang sudah ada. Mengenai kelangkaan dan tingginya harga, hal ini sebenarnya sudah ada mekanisme yang tertuang dalam regulasi, misalnya dalam pasal 27 UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. “Dalam rangka stabilisasi pasokan dan harga, pemerintah dapat menugaskan BUMN, dan BUMN mendapatkan fasilitas kemudahan jika melakukan impor dalam rangka stabilisasi pasokan dan harga. Misalnya, tidak perlu melakukan wajib tanam 5% untuk bawang putih,” tegas Prihasto.

Aroma tak sedap

Buat pengusaha, keributan antarinstansi pemerintah jelas tidak menguntungkan. Ketua Asosiasi Hortikultura Nasional (AHN) Anton Muslim Arbi mengungkapkan, percuma impor tanpa RIPH dari Kementan karena saat memasukkan barang akan terganjal oleh pihak karantina di pelabuhan.

“Saya setuju tujuan Kemendag ingin menurunkan harga, tapi dengan cara begini malah menimbulkan hambatan birokrasi. Bagaimana barang bisa masuk jika yang mengawal adalah pihak Karantina,” ujarnya, Minggu (29/3/2020).

Dia menuturkan, sejak dulu Kemendag dan Kementan memang tidak akur. Dia mengaku tidak tahu alasannya. Hanya saja dia pernah meminta Menko Perekonomian (saat itu) Darmin Nasution agar kedua belah pihak dipanggil dan diajak bicara.

Masalah bawang putih, katanya, memang tak pernah tuntas sejak kabinet sebelumnya. Persoalannya adalah RIPH yang lambat keluar, dan kalaupun keluar juga hanya segelintir. Ada “aroma tak sedap”, katanya. Maksudnya?

“Begini, yang mengajukan RIPH ada 100 importir, tapi yang keluar hanya 10 importir. Teman-teman ngeluh ke saya kenapa begini?”

Kalau pun RIPH sudah di tangan, impor tidak semudah yang diduga. Izin impor dari Kemendag tidak serta merta lancar atau keluar. Loh, kok gitu? Kan pengusaha sudah pegang RIPH?

“Perdagangan kan bisa bilang, soal perdagangan adalah otoritas kami. Misalnya ada 30 importir pegang RIPH, tapi bisa saja yang keluar (izin impornya) 3-4 perusahaan. Ini dugaan saya,” paparnya.

Hal itu terbukti ketika RIPH yang diajukan sejak November 2019 baru keluar awal Maret 2020, dan jumlahnya hanya 10 perusahaan. Setelah ramai di media, jumlah pemegang RIPH baru bertambah menjadi 30 lebih. “Tapi dari jumlah RIPH yang dikeluarkan ternyata yang bisa impor hanya 11.000 ton. Jadi, izin impor yang dikeluarkan Kemendag dari 30 perusahaan itu mungkin hanya beberapa perusahaan saja. Artinya, jumlah yang sedikit, maka harga pasti naik dan dia akan menikmati keuntungan besar.”

Dia khawatir kondisi ini ada yang mempermainkan. “Saya khawatir ada kartel. Karena seakan-akan birokrasi dibuat sedemikian rupa hingga hanya segelintir orang yang bisa impor dan mengeruk keuntungan setinggi-tingginya tanpa bisa dikendalikan pemerintah,” paparnya. B Wibowo

Impor tanpa Izin Sejalan dengan UU 13/2010

Kementerian Pertanian (Kementan) boleh saja tersinggung, namun Kementerian Perdagangan (Kemendag) punya alasan pembenar dihapusnya izin impor sementara waktu untuk bawang putih dan bawang bombay. Menurut Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Kemendag, Indrasari Wisnu Wardhana, penghapusan izin impor bawang putih dan bawang bombay sudah sejalan dengan UU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura.

Dia menyitir Pasal 88 ayat (2) yang mengatur bahwa impor produk Hortikultura dapat dilakukan setelah mendapat izin dari menteri yang bertanggung jawab di bidang perdagangan setelah mendapat rekomendasi dari Menteri yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang Hortikultura.

UU 13/2010 tersebut hanya mengatur secara prosedural pemberian izin impor produk hortikultura dengan rekomendasi, namun tidak menetapkan daftar jenis produk hortikultura yang memerlukan rekomendasi dimaksud.

Adapun daftar jenis produk yang memerlukan rekomendasi, sebagaimana pada Pasal 88 ayat (5) diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang hortikultura.

Dengan penghapusan Persetujuan Impor sebagaimana diatur dalam Permendag 27/2020, maka seluruh persyaratan izin impor oleh Menteri Perdagangan, termasuk Rekomendasi untuk Persetujuan Impor bawang putih dan bawang bombay, tidak diperlukan lagi.

Seperti halnya contoh buah kiwi, plum, leci, pir dan almond yang selama ini tidak tercantum dalam lampiran Permentan 39/2019 dan tidak memerlukan izin impor dan rekomendasi. Dengan demikian, bawang putih dan bawang bombay bisa dikategorikan sama perlakuannya dengan produk-produk tersebut.

Wisnu juga menjelaskan, dalam Rapat Koordinasi Teknis Kebijakan Hortikultura pada 24 Maret 2020, Kepala Badan Karantina Kementerian Pertanian Ali Jamil mengatakan, prosedur karantina untuk produk impor bawang putih dan bawang bombay yang dilakukan dalam rangka keamanan pangan, tanpa mempersyaratkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) untuk pemasukan barang.

“Kemendag mengimbau semua pihak untuk memahami situasi pandemik COVID-19 ini dan mengambil langkah-langkah cepat untuk mengamankan kebutuhan pangan masyarakat,” katanya.

Kepada para importir diminta segera memanfaatkan relaksasi ini dengan baik guna memenuhi pasokan di dalam negeri. Kemendag juga meminta pelaku usaha bergotong-royong mengatasi ketersediaan bahan pokok masyarakat dan tidak melakukan penimbunan.

“Sikap tegas akan dilakukan jika masih ada pelaku usaha yang melanggar aturan. Kemendag bekerja sama dengan Satgas Pangan untuk memastikan tidak ada pelaku usaha yang mengambil keuntungan dan melakukan penimbunan barang kebutuhan pokok yang dapat merugikan semua pihak,” tegas Dirjen Daglu, Indrasari Wisnu Wardhana. B Wibowo