Perlunya Peran Pejabat Otoritas Veteriner Sebagai Amanat PP 03/2017

Dokter hewan memeriksa kesehatan ternak/dok Kementan

Oleh: drh. Ida Lestari, Wuri Handayani Anna SH, MH dan Dameria Melany E.P., Ssi. Apt. MSi (Bekerja di Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian)

Mungkin masih banyak diantara masyarakat kita yang belum familiar dengan istilah medik veteriner atau biasa orang menyebutnya dengan sebutan dokter hewan yang dalam penyelenggaraan profesinya adalah melakukan kegiatan di bidang kesehatan hewan.

Kalau kita mengacu pada Peraturan Pemerintah No 3 tahun 2017, di sana disebutkan istilah Veteriner adalah segala urusan yang berkaitan dengan hewan, produk hewan dan penyakit hewan. Sementara Medik Veteriner adalah dokter hewan yang menyelenggarakan kegiatan di bidang kesehatan hewan. Dalam uraian definisinya peraturan ini menyatakan bahwa Kesehatan Hewan adalah segala urusan yang berkaitan dengan perlindungan sumber daya hewan, kesehatan masyarakat dan lingkungan, serta penjaminan keamanan produk hewan, kesejahteraan hewan dan peningkatan akses pasar untuk mendukung kedaulatan, kemandirian, dan ketahanan pangan asal Hewan.

Dalam menjalankan profesinya, seorang dokter hewan yang ditugaskan di lapangan sangat berkaitan erat dengan urusan mendukung kedaulatan/kemandirian pangan asal ternak, yang secara langsung maupun tidak langsung peran dokter hewan ini sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan manusia baik secara Nasional maupun dunia Internasional.

Output dalam dunia kesehatan hewan pastinya berkaitan dengan harapan akan hadirnya hewan yang sehat. Kalaupun ada penyakit hewan maka sudah seharusnya diupayakan dengan tindakan pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan. Dalam upaya mendapatkan kondisi sehat dari masyarakat, hewandan lingkungan, maka peran dokter hewan di lingkup Kementerian Pertanian sangat erat berkaitan dengan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) khususnya terkait denganpenyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia maupun sebaliknya (zoonosis).

Mengingat banyaknya penyakit hewan khususnya yang infeksius (menular) yang disebabkan oleh kuman penyakit baik itu berupa parasit, jamur, bakteri dan virus, maka Pemerintah Pusat dalam upayanya mendukung kedaulatan pangan mencoba mengatur strategi pengendalian penyakit nasional dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) No 4026 tahun 2013. Kepmentan ini mengatur tentang Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS), yang saat ini diprioritaskan pada 25 jenis PHMS khususnya yang menimbulkan angka kesakitan dan kematian tinggi, selain juga berdampak pada kerugian ekonomi yang besar dan dapat menimbulkan keresahan masyarakat karena hewan yang dimilikinya selain bisa sakit atau mati juga dapat mengurangi jumlah dan kualitas produk yang diharapkan.

Walaupun tidak semua PHMS bersifat zoonosis, sampai saat ini ke-25 PHMS tadi secara aktif telah dikendalikan dan ditanggulangi oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah (Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota) sesuai dengan kewenangannya.

Guna mendukung pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan, Pemerintah Pusat sendiri telah mengaturnya melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 3 tahun 2017 terkait Otoritas Veteriner (Otovet), yaitu kelembagaan Pemerintah/Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab dan memiliki kompetensi dalam penyelenggaraan Kesehatan Hewan di lapangan.

Bahkan secara lengkap dalam PP No 95 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan dinyatakan bahwa Otoritas Veteriner adalah kelembagaan Pemerintah dan/atau kelembagaan yang dibentuk Pemerintah untuk mengambil keputusan tertinggi yang bersifat teknis kesehatan hewan dengan melibatkan keprofesionalan dokter hewan mulai dari indentifikasi masalah, menentukan dan melakukan koordinasi kebijakan, sampai pengendalian teknis di lapangan.

Secara organisatoris, Kelembagaan Otoritas Veteriner di Indonesia terdiri atas Otoritas Veteriner Nasional, Otoritas Veteriner Kementerian, Otoritas Veteriner Provinsi dan Otoritas Veteriner tingkat Kabupaten/Kota.

Dalam pelaksanaannya di lapangan, Otoritas Veteriner dipimpin oleh seorang Pejabat Otoritas Veteriner (POV), baik tingkat Nasional dan tingkat Kementerian yang diangkat dan diberhentikan oleh seorang Menteri, juga POV Provinsi diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur, dan level terbawah POV Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh seorang Bupati/Walikota. Mengingat Otoritas Veteriner Daerah adalah Aparatur Sipil Negara/ASN yang diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Tertinggi Pemerintah Daerah setempat, maka dalam pelaksanaan kegiatannya tetap mengikuti peraturan yang berlaku di lingkup Pemerintah Daerah.

Keputusan tertinggi yang dilakukan oleh Otoritas Veteriner Nasional antara lain: memberikan rekomendasi kepada Menteri terkait: a) status bebas Penyakit Hewan Menular (PHM), b) penetapan wabah penyakit hewan, c) pencabutan penetapan wabah PHM; dan d) penetapan status darurat veteriner tingkat nasional.

Keputusan tertinggi pada Otoritas Veteriner Provinsi kepada Gubernur dalam bentuk rekomendasi terkait hewan dan produknya yang dilintaskan antar provinsi seperti: a) penetapan analisa risiko PHM; b) pemasukan/pengeluaran; c) pelaksanaan respon cepat  penanganan wabah lintas Kab/Kota; d) penetapan status wabah; e) penetapan penutupan daerah karena wabah; f) pencabutan status wabah; g) penetapan pencabutan penutupan daerah akibat wabah, selain juga h) pemberian Nomor Kontrol Veteriner/NKV dan i) sertifikat pengeluaran hewan/produknya dari provinsi.

Sementara Keputusan tertinggi pada Otoritas Veteriner Kabupaten/Kotaberupa rekomendasi kepada Bupati/Walikota terkait hewan dan produk yang dilintaskan dari Kabupaten/Kota sama dengan Otoritas Veteriner Provinsi hanya saja di sini tidak mengeluarkan NKV.

Ketika akhir-akhir dunia yang kita huni masih kena imbas pandemi Covid-19 dalam dunia veteriner pun penyakit hewan bermunculan baik PHM baru maupun PHM lama yang timbul kembali secara mendadak bahkan sampai menimbulkan wabah karena cepat meluas dan berdampak pada kerugian ekonomi yang besar dan menimbulkan keresahan pemilik ternak juga konsumen. Wabah PHM yang muncul kembali di suatu wilayah secara mendadak ini bisa dikategorikan sebagai bencana non-alam, yang pastinya akan menimbulkan kegugupan para pelaku usaha khususnya terkait dengan peternak/penjual ternak maupun konsumen ternak. Di sinilah diperlukan hadirnya Pejabat Otoritas Veteriner, agar kebijakan penanganan ternak saat wabah dapat dikendalikan.

Sampai bulan Mei 2022 terdata belum semua dari 34 wilayah Provinsi di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki Pejabat Otoritas Veteriner dan baru 26 Provinsi diantaranya yaitu Provinsi 1) Aceh; 2) Sumut); 3) Sumbar; 4) Sumsel; 5) Lampung; 6) KepRi; 7) Riau;  8) Jambi; 9) Bengkulu; 10) DKI Jakarta; 11) Banten; 12) Jabar; 13) Jateng; 14) DIY; 15) Jatim; 16) NTB; 17) NTT; 18) SULUT; 19) Sulbar; 20) Sulsel; 21) Gorontalo; 22) Kalbar; 23) Kaltim; 24) Kalsel; 25) Kalteng dan 26) Papua  dengan total 60 Kabupaten/Kota yang sudah memiliki Pejabat Otoritas Veteriner.

Belum semua Provinsi maupun Kabupaten/Kota memiliki POV Provinsi maupun POV Kabupaten/Kota, mungkin dapat disebabkan karena belum semua Pemda mengangap penting terhadap peran Otoritas Veteriner di wilayah kerja masing-masing. Atau di lain pihak Pemerintah Pusat juga belum secara jelas mensosialisasikan atau memberikan edukasi akan pentingnya kehadiran Otoritas Veteriner sebagai tulang punggung Kementan dalam mendukung kebutuhan protein hewani secara Nasional.

Padahal sejatinya kehadiran Otoritas Veteriner merupakan mitra kerja yang saling mendukung bagi Pemerintah Daerah dalam peranannya mempertahankan ketahanan pangan baik daerah wilayah kerjanya maupun secara nasional terkait dengan pengadaan bahan pangan asal hewan. Peran Otovet adalah saling melengkapi dalam kolaborasi untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan hewan, sehingga produksi hewan yang dihasilkan merupakan produk berkualitas yang aman, sehat, utuh dan halal.

Walaupun dalam kondisi pandemi,kita semua diminta harus familiar dengan dunia informasi teknologi yang terus berkembang untuk memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat dimana Presiden telah menghimbau agar Pemerintah Pusat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dengan pelayanan birokrasi yang tidak berbelit dan ini ditindaklanjuti oleh Menteri Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dengan mengeluarkan Permenpan No 28 tahun 2019 tentang penyetaraan jabatan administrasi kedalam jabatan fungsional yang dipercepat dengan Surat Edaran Permenpan-RB tahun 2020 terkait hal ini.

Penyetaraan ini menyebabkann kemungkinan kekosongan tenaga dokter hewan di lapangan terkait pendelegasian wewenang khususnya terkait otoritas veteriner, mengingat tak semua pejabat administrasi (pengawas) di daerah dipegang oleh seorang dokter hewan.

Karena adanya penyetaraan jabatan administrasi kedalam jabatan fungsional, maka sangatlah mungkin terjadi kekosongan hadirnya Otovet maupun Pejabat Otoritas Veteriner di daerah. Kedepannya mungkin dapat dipikirkan bila dalam tingkat Provinsi tidak terdapat dokter hewan atau pengawas yang melaksanakan tugas di bidang kesehatan hewan atau kesehatan masyarakat veteriner maka dapat dimungkinkan diduduki oleh jabatan fungsional jenjang ahli madya. Dan seterusnya bila disuatu wilayah Kabupaten/Kota tidak terdapat pengawas yang melaksanakan tugas di bidang kesehatan hewan atau kesehatan masyarakat veteriner maka dapat dimungkinkan diduduki oleh jabatan fungsional jenjang ahli muda.

Sejatinya kita semua tidak dapat hidup sendiri namun harus saling merangkul mengisi kehidupan ini dengan berkerja sama secara sinergi seperti pesan apel senin pagi ini yang memuat amanat Menteri mengingatkan kita perlunya sinergitas seluruh insan Kementerian Pertanian untuk bahu membahu, saling mendukung, tidak melihat kekurangan namun saling menopang dari setiap kekurangan para insan lingkup Kementerian Pertanian terhadap penanganan adanya kasus wabah penyakit hewan menular yang saat ini melanda wilayah Indonesa. Biarlah pelayanan kita selaku ASN terus mendukung visi pertanian yang maju, mandiri dan moderen sehingga terwujud Indonesia maju yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong

Keberhasilan kita dalam dunia profesi kita masing-masing yang kita geluti hendaknya dapat dirasakan dan menjadi berkat bagi seluruh insan masyarakat Indonesia dan dunia dengan terciptanya kerwujudnya kedaulatan dan keamanan pangan asal ternak dengan menghadirkan Otoritas Veteriner/Pejabat Otoritas Veteriner di setiap Kabupaten Kota untuk dapat segera merealisasikan kesehatan manusia, hewan dan lingkungan yang asri dan dirasakan oleh semua umat manusia. ***