Alat dan mesin pertanian (Alsintan) kini menjadi pilihan petani dalam usaha tani. Traktor roda 4 (TR4), misalnya, diincar banyak petani pada saat akan mengolah lahan. Tidak mengherankan, saat musim olah tanah, Alsintan TR4 laris manis disewa petani.
Hal yang sama juga di lakukan petani di Desa Ollot, Kecamatan Bolangitang Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut), Sulawesi Utara.
Petani di Bolmut ini mengolah lahan lahan dengan memanfaatkan Alsintan berupa TR-4. Pemanfaatan Alsintan ini mempercepat cara kerja petani mengolah lahan.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, saat ini Indonesia sedang dihadapkan pada industri 4.0. Semua sektor harus berubah, termasuk pertanian.
Penggunaan teknologi dalam pertanian sudah tidak mungkin dihindari. Sebab, teknologi digunakan untuk meningkatkan produktivitas pertanian. “Untuk itu, kita anjurkan petani harus memanfaatkan teknologi Alsintan dalam usaha tani,” katanya di Jakarta, pekan lalu.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Sarwo Edhy menambahkan, Alsintan tersebut tidak hanya untuk meningkatkan produksi, tetapi juga untuk menarik minat anak muda terjun ke pertanian.
“Tujuan utamanya tentu untuk meningkatkan produksi. Tetapi untuk memastikan ada regenerasi petani, anak muda harus diberikan sesuatu yang menarik minatnya. Yaitu dengan mekanisasi pertanian,” katanya.
Apalagi, lanjut Sarwo Edhy, mandat Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo agar dunia pertanian mulai diperkenalkan di lingkungan sekolah. Tujuannya, agar para siswa ini mulai mempertimbangkan untuk berkarir di dunia pertanian.
“Kementan segera menggencarkan program PMS (Petani Masuk Sekolahan). Program ini akan memperkenalkan dunia pertanian di lingkungan sekolah, baik dalam mata pelajaran maupun praktik,” tegasnya.
Menarik Kaum Milenial
Menurut dia, penyusutan jumlah tenaga kerja petani lantaran petani muda enggan kotor, becek dan panas-panasan. Apalagi, upah buruh tani yang rendah juga menjadi alasan, sektor pertanian tidak disenangi kaum milenial.
“Karena itu, keberadaan alat dan mesin pertanian (Alsintan) yang modern bakal mampu menarik petani muda. Tak hanya menarik minat saja, Alsintan yang modern juga mampu menekan biaya produksi,” ujarnya.
Sarwo mencontohkan, pengolahan tanah satu hektare (ha) dengan manual/cangkul membutuhkan tenaga kerja sebanyak 30-40 orang/hari dengan lama kerja 240-400 jam, dengan biaya mencapai Rp2 juta-Rp2,5 juta.
Namun, dengan mekanisasi menggunakan traktor tangan, tenaga yang dibutuhkan hanya dua orang dengan waktu kerja 16 jam/ha, dengan biaya hanya Rp900.000 hingga Rp1 juta.
Contoh lainnya, penyiangan secara manual membutuhkan tenaga kerja sebanyak 15-20 orang dengan jumlah jam kerja 120 jam/ha. Biaya yang dibutuhkan mencapai Rp600.000.
Namun, mekanisasi menggunakan power weeder, jumlah tenaga kerja yang diperlukan hanya dua orang dengan jumlah jam kerja 15-27 jam/ha, dengan biaya hanya Rp400.000.
Dia mengatakan, penggunaan teknologi seperti alat dan mesin pertanian adalah ciri petani maju, mandiri, dan modern. “Tuntutan di pertanian saat ini adalah menggenjot produktivitas sekaligus menekan losses,” tegasnya.
Dengan cara-cara lama (manual), hal ini sulit dikejar. Namun, sekarang eranya petani modern yang cirinya adalah menggunakan Alsintan. Oleh karena itu, petani Indonesia juga harus memanfaatkan Alsintan dalam bekerja.
Sarwo Edhy menambahkan, alsintan dapat meminimalisir losses. Sebab bisa digunakan sejak mengolah lahan, tanam, panen, hingga pascapanen.
Di Desa Ollot Kecamatan Bolangitang Barat Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, alat bajak modern TR4 digunakan untuk mempercepat proses tanam, sekaligus meningkatkan produktivitas.
Menurut Sarwo Edhy, proses mengolah lahan menggunakan traktor lebih mempercepat pekerjaan petani. “Selain itu dengan alat modern traktor, tanah menjadi gembur dan melumpur. Gulmapun akan mati dan membusuk, yang akhirnya dapat menyuburkan lahan persawahan,” ujarnya.
Efektif dengan Alsintan
Beralihnya pertanian tradisional ke pertanian modern, salah satunya ditandai dengan penggunaan Alsintan. Dengan menggunakan Alsintan, pekerjaan jauh lebih efektif dan hemat biaya. Hal ini diungkapkan oleh petani di Kabupaten Maos, Cilacap, Supendi.
Menurut Supendi, penggunaan Alsintan ini sangat membantu petani. Karena pekerjaan jauh lebih cepat dan hasil yang didapat pun meningkat. “Awal pertamaa kenal Alsintan itu jelas traktor. Awalnya bingung cara kerjanya gimana, ditambah harus beli solar. Tetapi ketika mencoba, ternyata mudah pengoperasiannya dan dengan waktu yang cepat serta irit tenaga kerja, pembelian solar pun jadi tidak terasa. Saya hitung-hitung, jauh lebih murah,” katanya.
Begitu juga dengan alat perontok padi yang awalnya petani masih menggunakan sebilah papan seperti papan gilasan untuk mencuci baju, lalu padinya dirontokkan dengan cara digebut-gebut. Jelas makan tenaga dan banyak kehilangana hasil. “Tentu lebih efisien alat perontok padi. Kita tidak membutuhkan tenaga ekstra untuk menggebut-gebutnya. Cukup dimasukan, padi akan rontok,” jelas Supendi.
Memang, yang masih jarang digunakan di daerahnya adalah combine harvester yang jauh lebih efisien dibandingkan alat perontok padi karena dalam satu mesin mampu mengerjakan tiga pekerjaan, yakni: membabat padi, merontokan, dan langsung dikemas ke dalama karung.
Supendi mengatakan, untuk combine harvester masih jarang karena untuk meminjam ke UPJA, mesinnya belum terlalu banyak. Jadi, ketika akan menyewa, sedang tidak ada mesinnya.
“Itu jenis Alsintan yang paling top menurut saya. Pekerjaan kita jauh lebih singkat waktunya. Ditambah mampu menekan kehilangan hasil. Tetapi sayangnya masih jarang digunakan,” ungkapnya.
Walaupun yang masih dominan Alsintan yang digunakan adalah traktor dan mesin perontok padi, menurut Supendi itu sudah cukup membantu petani. Hemat waktu, tenaga, dan biaya. “Jelas dengan Alsintan ini pekerjaan kita di lapangan jadi lebih singkat. Untuk biaya tenaga kerja pun berkurang. Jadi tentu saja kita jauh lebih hemat,” tegasnya. PSP