Alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian menjadi salah satu tantang sektor pertanian. Jika tidak diantisipasi, maka ketersediaan pangan di masa mendatang terancam.
Upaya untuk mengendalikan agar lahan tidak beralih fungsi dilakukan dengan ketentuan atau peraturan perundang-undangan. Setidaknya, sekarang ini sudah ada 30 provinsi yang mengeluarkan Perda ((Peraturan Daerah) tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) juga RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah).
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menegaskan, pihaknya mendukung setiap langkah pemerintah daerah (Pemda) untuk mencegah alih fungsi lahan. “Kami mendukung Pemda untuk mengambil sikap tegas. Sebab, alih fungsi lahan menjadi ancaman serius bagi sektor pertanian,” katanya di Jakarta, Senin (29/6/2020).
Menurut dia, Pemda memiliki peran penting untuk mencegah alih fungsi lahan ini. Karena sudah ada regulasi yang mengaturnya, yaitu Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Penerapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B).
“Kami berharap pemerintah juga memberikan perhatian serius terhadap masalah ini,” tutur mantan Gubernur Sulawesi Selatan ini.
Data Agro Indonesia mencatat, pada November 2019, hasil rekapitulasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) menetapkan bahwa ada 481 Kabupaten/Kota yang mendapatkan Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).
Penetapan itu sesuai dengan UU LP2B yang menahan laju alih fungsi lahan. Dari 481 kabupaten/kota, hanya sekitar 221 kabupaten/kota menetapkan LP2B dalam Perda RTRW dan 260 kabupaten/kota tidak menetapkan LP2B dalam Perda RTRW.
Rekapitulasi penetapan Perda tentang PLP2B pada waktu itu adalah 67 kabupaten/kota dan 17 provinsi. Sebagian besar Perda yang ditetapkan tersebut hanya menyalin pasal-pasal dari UU Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan No. 41/2009.
Jika disesuaikan dengan amanat UU 41/2009, memang disebutkan penetapan LP2B cukup diintegrasikan dalam Perda RTRW, kemudian ditindaklanjuti dengan pengaturan yang lebih rinci dalam rencana detil tata ruang (RDTR).
Syarat Mutlak
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, jika pemerintah daerah kabupaten/kota tetap menyusun dan menerbitkan Perda PLP2B, diharapkan mengakomodir muatan lokal dan operasional yang disesuaikan dengan kebutuhan provinsi, kabupaten dan kota yang bersangkutan.
Menurut Sarwo Edhy, ketersediaan lahan untuk usaha pertanian merupakan syarat mutlak dalam mewujudkan kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.
“Apresiasi komitmen terhadap penyediaan lahan pertanian pangan berkelanjutan kami sampaikan kepada semua pihak, termasuk kepada Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan, karena sudah mengupayakan Penetapan LP2B,” katanya.
Sarwo Edhy mengungkapkan, perlindungan LP2B tidak hanya menjadi tanggung jawab sektor pertanian, tetapi hal ini merupakan tanggung jawab bersama. Baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dan seluruh pemangku kepentingan.
Terkait dengan pengaturan jaminan ketersediaan pangan juga sudah diundangkan melalui Undang-undang Nomor 41 tahun 2009, beserta turunannya.
Sarwo Edhy mengatakan, salah satu amanat mendasar dari UU No. 41 Tahun 2009 adalah LP2B dalam Perda RTRW dan/atau RDTR Kabupaten/Kota.
“LP2B sesuai amanat UU No. 41 Tahun 2009 dan turunannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/kota yang dituangkan dalam Perda Rencana Tata Ruang wilayah (RTRW) Provinsi maupun Kabupaten/Kota,” jelasnya.
Jangan Jual Lahan
Guna mengintegrasikan Penetapan LP2B dalam Perda RTRW tersebut, sudah diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN No. 8 tahun 2017, yakni tentang Pedoman Pemberian Persetujuan Substansi Dalam rangka Penetapan Peraturan Daerah Tentang RTRW Provinsi dan Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota.
Pada Pasal 9 Huruf d disebutkan, evaluasi materi Rancangan Perda Rencana Tata Ruang dilakukan dengan memperhatikan paling sedikit 5 substansi.
Salah satu di antaranya adalah LP2B. Lebih lanjut, Permen ATR/BPN No. 1 Tahun 2018 menetapkan persebaran KP2B dimuat dalam RTRW, penunjukan kawasannya digambarkan dalam peta tersendiri dan akan ditampilkan (overlay) dengan peta rencana pola ruang.
Melalui komitmen penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B), Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B) dalam RTRW dan/atau RDTR Kabupaten/Kota diharapkan dapat mengendalikan lahan pertanian agar tidak dialihfungsikan menjadi peruntukan lainnya.
“Selain itu, Perda RTRW juga berfungsi sebagai dasar pengendalian pemanfaatan ruang dan pemberian izin lokasi pembangunan skala besar. Sehingga terbentuk keselarasan, keserasian, keterpaduan, kelestarian dan kesinambungan pemanfaatan ruang,” tuturnya.
Sarwo Edhy mengimbau petani atau para pemilik lahan untuk tidak melepaskan lahan untuk alasan apa pun. Jangan sampai pertanian menjadi hal yang langka di masa depan. “Jangan sampai anak-anak kita tidak tahu pertanian atau tidak pernah melihat pertanian,” tegasnya.
Berdasarkan data yang dimiliki Ditjen PSP Kementan, sebanyak 30 provinsi telah memiliki naskah Perda RTRW yang mengatur Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
Total Kabupaten yang mengatur hal ini adalah 236 kabupaten. Perda RTRW ini mengatur LP2B seluas 5.963.591 hektare (ha), dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B) seluas 29.195 ha.
Sedangkan provinsi yang telah memiliki naskah Perda LP2B sebanyak 26 provinsi, dan 107 kabupaten. Perda ini menjaga LP2B seluas 1.858.366 ha, dan LCP2B seluas 20.523 ha.
Kota Salatiga merupakan salah satu dari sejumlah daerah yang telah menetapkan kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) ke dalam Perda RTRW. Dampak positif pun dirasakan oleh sektor pertanian di daerah tersebut.
Hal ini seperti diungkapkan oleh Wakil Walikota Kota Salatiga, Muhammad Harris. Menurutnya, dengan adanya Perda RTRW itu, alih fungsi lahan pertanian sangat kecil.
“Alih fungsi lahan di Salatiga itu relatif kecil. Praktis kalau ada alih fungsi lahan, misalnya untuk perumahan, itu bukan di lahan hijau, tapi di lahan yang kering atau kuning-kuning itu,” katanya. Aturan yang mengakomodasi perlindungan lahan pertanian tersebut tercantum dalam Perda No. 9 tahun 2018 tentang Rencana Detail Tata Ruang Bwp Pk, I, II, III Dan IV Kota Salatiga tahun 2017-2030. PSP