Petani Diminta Maksimalkan Pengelolaan Air Irigasi

Kementerian Pertanian (Kementan) mengebut penyelesaian kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi tersier untuk mengantisipasi musim kemarau. Jika pasokan air irigasi cukup, maka petani dapat menggarap lahan di musim kemarau.

“Rehabilitasi jaringan irigasi kita kebut penyelesaiannya, salah satunya untuk menghadapi musim kemarau,” kata Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan,  Sarwo Edhy, ketika melihat pekerjaan rehabilitasi irigasi di Lampung Timur, Rabu (21/8/2019).

Dia mengatakan, petani harus mengelola air dengan bijak secara bergilir. Jika perlu dibentuk Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Dengan organisasi ini, pengelolaan dan pemeliharanan jaringan irigasi akan lebih baik. “Bila ada masalah di pengelolaan atau distribusi, melalui P3A dapat diselesaikan dengan baik,” tegasnya.

Sarwo Edhy mengatakan, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mendongkrak peningkatan produksi pangan secara signifikan. Saat ini, penyediaan sarana dan prasarana pertanian telah memadai dan menjadi fokus peningkatan produksi pangan.

Pemerintah tiap tahun melakukan rehabilitasi jaringan irigasi tersier, mencetak sawah baru, memberikan bantuan alat dan mesin pertanian (Alsintan), sampai menjamin kerugian petani melalui program asuransi.

Dari penyediaan sarana dan prasarana tersebut, jelas Sarwo Edhy, secara kuantitas mengalami peningkatan. Begitu pula dengan pembangunan atau rehabilitasi jaringan irigasi yang sudah dilaksanakan mampu memberikan kontribusi perluasan coverage area tanaman yang terairi.

Namun, saat ini masih perlu ditingkatkan dalam penyediaan dan pengelolaan air irigasi adalah bagaimana pengelolaan, pemanfaatan serta pemeliharaan jaringan irigasi berjalan secara berkelanjutan, sehingga terus berkontribusi terhadap peningkatan produksi tanaman pangan.

Basir, warga Desa Jukio, Kecamatan Gunung Pelindung, Kabupaten Lampung Timur, menyebut irigasi digunakan secara bergilir. Saluran irigasi atau siring bahkan baru digunakan usai diubah dari saluran alami menjadi permanen.

Ratusan hektare lahan untuk penanaman padi sawah di wilayah tersebut diakuinya mengandalkan air irigasi. Saat masa tanam gadu, meski sebagian wilayah kekurangan air, Basir memastikan sebagian petani mulai tahap pengolahan lahan.

Usai pengolahan lahan (labuh) sebagian petani menebar benih (ngurid) bahkan sebagian mulai menanam padi (tandur). Masa tanam musim gadu yang dilakukan petani dengan adanya pasokan air lancar sebagian memakai padi varietas IR64 yang tahan kekeringan.

Peningkatan saluran irigasi dari siring alam menjadi siring permanen memudahkan petani membagi air agar bisa digunakan untuk menanam padi, sayuran dan buah.

“Pembangunan siring permanen sengaja dikebut karena ada sumber air pada bagian atas lalu dibuat menjadi bendungan dialirkan melalui siring permanen yang selesai dibuat,” papar Basir.

Memanfaatkan saluran irigasi yang terhubung hingga 2 kilometer lebih, petani masih bisa menanam di kala musim gadu. Saat kemarau, sebagian petani diakuinya bahkan melakukan proses perbaikan sejumlah saluran air yang kering.

Sebab, pada sejumlah saluran tersier proyek irigasi di wilayah tersebut, sebagian bocor. Seusai irigasi mulai diperbaiki dan kering, petani bisa memanfaatkan air untuk melakukan penanaman padi.

Bagi sebagian petani di wilayah Lamtim, keberadaan embung pada lokasi bekas galian pasir menjadi cadangan air.

Isti, salah satu petani di Kecamatan Pasir Sakti mengungkapkan, petani masih bisa menanam sayuran. Selama kemarau melanda, pasokan air bisa diambil dari embung bekas galian pasir di wilayah tersebut.

Meski kemarau dengan memanfaatkan lahan yang ada sebagian petani bisa mendapatkan penghasilan dari menanam sayuran. “Selain menanam sayuran jenis sawi, kangkung, kacang panjang, kami bisa menanam pepaya Calina di bagian tegalan sawah yang kami miliki,” katanya.

Lebih kering

BMKG memang memprediksikan musim kemarau tahun ini akan lebih kering, dan terasa panas terik dari pada tahun sebelumnya. Bahkan, kekeringan diprediksi tahun ini tak terjadi seperti pada 2015 silam.

Daerah dengan potensi kekeringan kategori Awas antara lain Jawa Barat, Jawa Tengah, sebagian besar Jawa Timur, Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat.

Kabupaten Indramayu, misalnya, menjadi daerah yang langganan dilanda kekeringan setiap tahunnya. “Total luas lahan di Indramayu yang terancam kekeringan 6.935 ha dan telah terselamatkan 2.589 ha,” kata Sarwo Edhy.

Karenanya, Direktorat Irigasi Pertanian, Ditjen PSP terus mengupayakan beragam cara agar petani mendapatkan air untuk mengairi sawah mereka. Sarwo mencontohkan penanganan kekeringan di Desa Soge, Kecamatan Kapetakan Kabupaten Indramayu yang terkena dampak seluas 250 ha dan umumnya umur tanaman padi sudah mencapai 30 hari setelah tanam (HST).

Untuk mengairi sawah, petani mengambil air dari saluran pembuang dengan  menggunakan pompa 3 inchi, sehingga dalam 24 jam bisa mengairi lahan seluas 1 ha.

Sedangkan petani yang menggunakan pompa ukuran 10 inchi, dalam 7 jam bisa mengairi seluas 1 ha. “Untuk bisa mengalirkan air ke saluran, petani menggunakan pompa modifikasi supaya bisa dipompa dengan pompa ukuran 3 inchi atau 10 inchi,” tegasnya.

Guna menjaga ketersediaan sumber air,  Ditjen PSP juga berencana akan membangun long storage di lokasi tersebut.

Untuk diketahui, Long Storage adalah bangunan penahan air yang berfungsi menyimpan air di dalam sungai, kanal dan atau parit pada lahan yang relatif datar dengan cara menahan aliran untuk menaikkan permukaan air sehingga cadangan air irigasi meningkat.

Ditjen PSP mengalokasikan bantuan pemerintah untuk kegiatan Pengembangan Embung Pertanian (termasuk long storage) sebesar Rp120.000.000/unit yang bisa digunakan petani untuk kegiatan fisik (pembelian bahan konstruksi dan biaya tenaga kerja). PSP