Petani Mulai Terbiasa dengan Asuransi Pertanian

Petani makin familiar dengan asuransi pertanian melalui program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP). "Asuransi bisa membentengi petani untuk berhutang kepada tengkulak jika mereka mengalami gagal panen,” ujar Plt. Kepala Dinas Tanaman Pangan, Perkebunan dan Holtikultura (TPHP), Lamongan, Rujito.

Petani Indonesia, terutama di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur mulai terbiasa dan mengenal (familiar) asuransi pertanian. Hal ini terbukti dengan meningkatnya luas lahan sawah yang diasuransikan.

Plt. Kepala Dinas Tanaman Pangan, Perkebunan dan Holtikultura (TPHP), Lamongan, Rujito mengatakan, sepanjang musim tanam Oktober 2017-Maret 2018, luas lahan pertanian yang diasuransikan melalui program Pengembangan Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) mencapai 43.000 hektare (ha).

Dari jumlah areal tersebut, klaim yang dibayarkan di musim tanam itu mencapai Rp712 juta. Klaim tersebut dibayarkan setelah melalui survey kerusakan yang dilakukan PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) selaku pelaksana program ini.

Sementara di musim tanam pertama dan kedua tahun 2018, lahan pertanian yang diasuransikan meningkat menjadi seluas 136.103 ha. “Biasanya petani hanya pada musim tertentu mengasuransikan lahan pertaniannya. Seperti jika dirasa akan terjadi banjir atau serangan hama,” ujarnya, Selasa, (15/1/2019).

Dia menyambut positif dengan semakin banyaknya lahan pertanian di Lamongan yang diasuransikan. Asuransi ini, katanya, sebagai bagian dari prinsip petani modern untuk mengantisipasi risiko gagalnya pertanian bencana alam atau serangan hama.

“Ini bisa membentengi petani untuk berhutang kepada tengkulak jika mereka mengalami gagal panen,” tambahnya.

Dia menjelaskan, lahan pertanian yang dapat diklaimkan harus memiliki kerusakan minimal 75%. Kerusakan atau gagal panen tersebut bisa dikarenakan hama, baik itu tikus atau wereng, serta musibah banjir maupun kekeringan.

Petani yang ingin mengasuransikan lahan pertaniannya bisa mendaftar pada Dinas TPHP dengan membayar Rp36.000 tiap musim tanam. Setelah premi dibayarkan akan keluar polis yang berlaku selama satu musim tanam, yakni 4 bulan.

Premi yang dibayarkan ini bisa sangat rendah karena mendapat subsidi dari pemerintah. Dari nilai premi yang seharusnya Rp180.000/ha, sebesar 80% ditanggung pemerintah.

Sementara harga pertanggungan yang akan diterima petani jika sawahnya mengalami 100% kerusakan adalah sebesar Rp6 juta/ha. Jika tidak terjadi kerusakan, maka premi senilai dua bungkus rokok tersebut hangus.

Pada tahun 2019 ini targetnya 50.000 ha luas lahan pertanian ikut diasuransikan. Saat ini Dinas TPHP masih menunggu daftar luas lahan yang disetujui  oleh PT Jasindo.

Sangat Membantu Petani

Ketua Kontak Tani Nelayan Indonesia (KTNA), Winarno Tohir  menilai asuransi usaha tani padi (AUTP) sangat membantu para petani dalam melakukan asuransi terhadap lahan yang digunakan untuk menanam.

Di tahun keempat pelaksanaan asuransi ini, jumlah lahan yang di-cover sudah di atas target 1 juta ha. “Sudah bagus, sudah berjalan kurang lebih 4 tahun. Dari awal disiapkan 1 juta ha. Di tahun pertama terserap 35%, di tahun kedua naik jadi 75% dan tahun ketiga 100%. Pada tahun keempat sudah melebihi target 1 juta ha untuk asuransi pertanian,” ujarnya.

Winarno menyebutkan, untuk klaim juga tidak mengalami kendala. Petani petani yang kerap menghadapi beberapa masalah pertanian, seperti banjir, serangan hama penyakit dan kekeringan bisa dengan mudah mengajukan klaim.

“Hampir dikatakan tidak ada kendala. Realisasi lancar dan tidak terlalu masalah, karena jumlahnya enggak banyak,” jelasnya.

Winarno menyebutkan, total klaim saat ini cukup banyak dengan pengajuan sekitar 36 juta petani dengan nilai klaim rata-rata di angka Rp3 jutaan. Pemerintah melalui program AUTP memberikan tanggungan sebesar Rp6 juta/ha.

Program ini mewajibkan petani membayar 20% dari total tanggungan dengan 80% subsidi pemerintah. Dengan demikian petani cukup membayar Rp36.000.

Asuransi pertanian merupakan upaya perlindungan terhadap petani untuk meminimalisir risiko kerugian atau kegagalan yang mungkin dialami dalam budidaya hasil pertaniannya.

Data Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementan mencatat, pada tahun 2015 ada 42.030 ha yang mengikuti AUTP, sementara akumulasi tahun 2016 seluas 499.999 ha.

Tahun 2017 tercatat seluas 997.960 ha dan pada tahun 2018 sebanyak 246.785 ha dengan akumulasi per tahun 2018 adalah 1.744.745 ha lahan yang di asuransikan. “Minat petani ikut asuransi terus meningkat,” kata Dirjen PSP, Pending Dadih Permana.

Agung Hendriadi, Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP), Kementan menjelaskan, petani yang ingin ikut program asuransi  hanya membayar premi Rp36.000/ha, sisa premi dibayar pemerintah.

“Program asuransi ini membantu petani, terutama kalau areal puso karena serangan penyakit atau bencana alam,” katanya. Dia menambahkan, asuransi pertanian mulai diterapkan akhir  tahun 2015, awalnya untuk petani padi, kini ternak sapi/kerbau.

Melalui asuransi pertanian ini, jika ada petani yang memiliki lahan 1 ha mengalami gagal panen, maka dia akan mendapat uang klaim sebesar Rp 6 juta.

Promosi program asuransi ke petani padi masih terus dilakukan, sehingga pada satu saat nanti petani dengan kesadaran sendiri meng-ansuransi-kan usaha tani secara mandiri. PSP