Pemerintah memangkas alokasi pupuk subsidi yang semula 9,5 juta ton menjadi tinggal 8,85 juta ton. Pengurangan ini selain berdampak terhadap alokasi pupuk di daerah-daerah, juga dikhawatirkan berpengaruh terhadap produksi beras nasional.
Direktur Pupuk dan Pestisida, Ditjen Prasaran dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Muhrizal Sarwani mengatakan, pemangkasan alokasi pupuk subsidi ini karena data luas areal sawah berkurangan.
“Luasan sawah kita berdasarkan Permen ATR/BPN berkurang hampir 1 juta ha. Apakah saya harus menambah pupuk subsidi? Kalau saya lakukan kan salah,” tegas Muhrizal kepada Agro Indonesia di Jakarta, Jumat (18/1/2019).
Secara prinsip, sebenarnya alokasi pupuk subsidi tetap sama dengan tahun lalu, yaitu 9,550 juta ton. Namun, sekarang ini, yang dikeluarkan baru 8,85 juta ton. Sisanya sekitar 650.000 ton masih diblokir. “Pupuk yang diblokir ini akan dilepas kalau ada permintaan,” tegasnya.
Dia mengatakan, pengurangan ini mendapat protes dari beberapa Pemerintah Daerah (Pemda) karena alokasi pupuk untuk daerah secara otomatis juga berkurang.
“Pemda protes bukan soal alokasi pupuk berkurang, tetapi soal luas lahan yang ada di wilayah mereka lebih kecil dari yang ada di lapangan. Saya bilang kepada Pemda, protes jangan ke kami (PSP, Red.). Ajak BPS dan ATR/BPN untuk cek luas sawah yang ada,” ungkapnya.
Muhrizal menyebutkan, pengurangan alokasi pupuk subsidi karena mengikuti Permen ATR/BPN yang menyebutkan luasan lahan sawah hanya 71, juta ha. Padahal, di lapangan, luas sawah Indonesi lebih dari itu.
Dia mencontohkan di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Luas areal yang direkam BPS ternyata menurun drastis. Padahal, kenyataan di lapangan, luas areal sawah di daerah itu sangat luas. Begitu juga di Sumatera Utara.
“Bahkan ada kecamatan yang semula punya lahan ribuan hektare, berubah menjadi puluhan hektare. Padahal, di situ tidak ada industri, perumahan dan lainnya,” katanya.
Muhrizal menyebutkan lagi, Kabupaten Sabang yang tadinya tidak ada sawah, ternyata dapat tambahan seluas 36 ha. Menurut dia, provinsi lain seperti Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Aceh dan Sulawesi Selatan mengalami pengurangan yang banyak.
Di Sumatera Selatan, misalnya, ada satu kecamatan di data tersebut lahan sawahnya tinggal belasan hektare. Padahal, ada puluhan ribu hektare sawah yang sedang ditanami dan ada pula yang dipanen.
Pemda Protes
Menurut Muhrizal, Pemda protes soal pengurangan lahan sawah dan alokasi pupuk subsidi. Namun protes itu tidak dilayani. “Kami pakai data yang dikeluarkan oleh lembaga yang memang ditunjuk untuk keluarkan data tersebut,” tegasnya.
Menyinggung masalah realiasi penyaluran pupuk subsidi tahun 2018, Muhrizal mengatakan, hingga 31 Desember 2018 yang sudah disalurkan mencapai 9,35 juta ton atau 97,9% dari alokasi setahun 9,55 juta ton.
Realiasi penyaluran lumayan bagus, namun lebih baik lagi kalau di lapangan tidak terjadi penyelewengan atau penyimpangan. “Tahun lalu masih kita temukan penyelewengan/penyimpangan, meskipun jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingan empat tahun lalu,” paparnya.
Sementara itu Direktur utama PT Pusri Palembang Mulyono Prawiro di Palembang, Sumatera Selatan mengatakan, pengurangan jumlah pupuk subsidi itu menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan pada tahun ini. Pasalnya, selama ini petani telah menyerap 50% produksi Pusri.
“Jelas ini berpengaruh juga pada alokasi dari PT Pusri, dengan pengurangannya sekitar 10%-15%,” kata Mulyono. Dengan begitu, lanjutnya, perusahaan harus fokus mengalihkan pemasaran ke penjualan komersil mengingat pada tahun 2019 akan berproduksi sekitar 2,05 juta ton.
“Produksi ini harus terserap semua karena biaya yang dikeluarkan sudah tinggi,” ujar dia.
Sementara itu, sepanjang tahun 2018 PT Pusri berhasil memproduksi pupuk di atas target Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP).
Produksi amoniak yang terealisasi sebanyak 1.531.570 ton atau 108% dari RKAP yang ditetapkan 1.415.400 ton, dan urea sebesar 2.175.200 ton atau 107% dari RKAP 2.027.500 ton, yang berasal dari pabrik Pusri IB, III, IIB dan IV.
“Sedangkan untuk pabrik NPK teralisasi 104.290 ton atau 104% dari RKAP 100.000 ton. Jelas ini membanggakan dalam kondisi saat ini, bisa memproduksi lebih dari yang ditargetkan, dan juga pemasaran yang produknya sudah terjual habis,” kata dia.
Terkait persaingan bisnis pupuk ke depan, Mulyono memperkirakan relatif sama dengan tahun 2018 karena produk asal China masih masuk ke pasaran Indonesia.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan daya saing, Pusri akan meningkatkan efisiensi khususnya dalam penggunaan bahan baku gas di sejumlah pabrik, mengingat harga beli masih tinggi jika dibandingkan dengan kompetitor. Pabrik pupuk China memiliki pabrik generasi baru dan teknologi efisensi serta bahan baku yang murah. PSP