Turunnya alokasi pupuk bersubsidi tahun 2020 mendorong pemerintah mengkaji kemungkinan menaikkan harga eceran tertinggi (HET) untuk menambah alokasi. Petani pun sepakat HET dinaikkan asal alokasi ditambah menjadi 9,5 juta ton demi menjaga produksi.
Penurunan alokasi pupuk subsidi tahun 2020 mulai memicu kekhawatiran petani terjadinya kelangkaan. Meski pemerintah membantah, namun upaya percepatan tanam padi dan pembukaan lahan sawah baru guna mengantisipasi krisis pangan akibat COVID-19 berpotensi makin “menciutkan” jatah pupuk subsidi tahun 2020. Apalagi, dari alokasi total pupuk tahun ini sebanyak 7,94 juta ton, sampai 19 Juni 2020 sudah terealisasi hampir 60%. Jadi, alokasi yang tersisa tinggal 3,1 juta ton lagi untuk 6 bulan ke depan.
Itu sebabnya, tidak aneh jika petani sampai menyuarakan pendekatan tak biasa: menyetujui kenaikan HET pupuk subsidi. Hal itu mengemuka dalam rembug utama terkait pupuk subsidi, dua pekan lalu. “Petani tidak keberatan kalau HET-nya dinaikkan, asalkan kuota pupuk bersubsidi jangan dikurangi. Jangan sampai impor beras karena kekurangan pupuk di tingkat petani,” kata Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir.
Usulan ini yang kemudian dibawa Kementerian Pertanian untuk dibahas di tingkat Menko. “Atas dasar itu, saya sudah kirim surat kepada Menko Perekonomian untuk melakukan rapat terkait usulan KTNA tersebut,“ ujar Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementerian Pertanian, Sarwo Edhy, Jumat (19/6/2020).
KTNA sendiri setuju jika HET pupuk bersubsidi, yang belum pernah naik lagi sejak 2012, disesuaikan Rp300-Rp500/kg. Saat ini, harga pupuk subsidi untuk urea sebesar Rp1.800/kg, NPK Rp2.300/kg, ZA Rp1.400/kg, SP-36 Rp2.000/kg dan pupuk organik Rp500/kg. Selain meninjau HET, pemerintah juga bisa menurunkan komponen harga pokok penjualan (HPP) pupuk, yang mencapai 100 komponen. Dengan demikian, pemerintah diharapkan bisa mengembalikan alokasi pupuk seperti tahun 2018 tahun, yakni 9,5 juta ton.
Sejauh ini, ada empat skenario penambahan alokasi pupuk menjadi 9,210 juta ton sesuai target Kementan. Dari simulasi yang ada, skenario kedua paling optimal karena paling minim menguras anggaran subsidi, yakni Rp21,21 triliun. Hal itu dicapai dengan menaikan HET pupuk Rp500/kg, plus menurunkan HPP 10%. Sayangnya, kata Sarwo Edhy, rapat yang dijadualkan dengan Menko Perekonomian ditunda. Namun, terkait HPP pupuk, kemungkian besar diturunkan 5%. Alasannya, berdasarkan hasil audit BPK dan BPKP, ada unsur-unsur yang mestinya tidak perlu dimasukan dalam HPP tersebut. “Unsur ini lah yang akan kita hapuskan,” kata Sarwo. AI
Selengkapnya baca: AgroIndonesia, Edisi No. 769 (23-29 Juni 2020)