Pemerintah mengaku sudah memberi perlindungan kepada peternak unggas rakyat dan menerapkan kebijakan dari hulu ke hilir untuk mengatasi persoalan perunggasan nasional. Namun, fakta yang ada, jumlah peternak mandiri makin susut, bangkrut. Peternak pun menggugat Rp5,4 triliun dengan dalih pemerintah lalai dan tidak menjalankan kewajiban konsitusi melindungi peternak rakyat.
Inilah potret buram liberalisasi peternakan unggas nasional. Peternak rakyat harus berdarah-darah bertarung melawan integrator vertikal, yakni perusahaan multiusaha yang menguasai bisnis dari hulu dan hilir. Hampir setiap tahun harga telur dan daging ayam selalu bergejolak dan berujung matinya peternak rakyat. Bayangkan, mana sanggup peternak bersaing ketika pasar utama mereka, wet market, menjadi pasar bersama.
“Selama bertahun-tahun peternak mandiri mengalami kerugian. Dan makin ke sini, semakin parah. Hari ini jumlah peternak mandiri semakin sedikit karena banyak yang bangkrut dan meninggalkan utang,” ujar Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN), Alvino Antonio yang dihubungi di Jakarta, Jumat (30/7/2021).
Pemerintah dinilai tidak punya kepedulian. Bahkan, Sekjen Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Jawa Timur, Fathoni Mahmud menyebut pemerintah tak pernah serius melindungi peternak rakyat. “Pemerintah tidak serius menerapkan dan mengimplementasikan peraturan yang mereka buat sendiri. Sehingga yang terjadi adalah ketimpangan. Pemerintah lebih condong kepada integrator, dengan membiarkan mereka melakukan monopoli yang membuat kami dalam posisi terjepit dan selalu merugi,” tandas Fathoni.
Kondisi ini yang membawa mereka menggugat pemerintah ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, karena tidak menggubris somasi yang dilayangkan peternak. Tiga kali somasi dilayangkan ke alamat Menteri Pertanian (Tergugat I), Menteri Perdagangan (Tergugat II) dan Presiden (Tergugat III). Alvino menyatakan, peternak menggugat pemerintah membayar ganti rugi Rp5,4 triliun karena peternak dirugikan oleh permainan harga bibit dan rendahnya harga jual selama 2019-2020.
Namun, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementan, Nasrullah mengatakan, pemerintah sudah serius memecahkan permasalah peternakan rakyat. Kebijakan dari hulu ke hilir untuk mengatasi persoalan perunggasan nasional sudah dilakukan. Mulai dari pengaturan dan pengendalian DOC, pengaturan mutu benih bibit bersertifikat, menyeimbangkan supply and demand dalam hal pengaturan impor grand parent stock (GPS), segmentasi usaha ayam layer (petelur) di mana sebagian besar usaha budidaya untuk peternak (98%) dan perusahaan (2%). Selain itu, Narullah juga mengaku sudah melakukan pertemuan hingga tiga kali. Dalam salah satu pertemuan tanggal 12 April lalu, pihaknya bertemu dengan penggugat dan kuasa hukum bersangkutan. “Dan sebetulnya sudah clear,” ujar Nasrullah.
Klaim ini dibantah Alvino. “Bohong itu! Pertemuan itu baru dilakukan sekali dan itupun kami diminta menjelaskan isi nota keberatan. Selain itu, pertemuan itu juga hanya dengan bawahannya, tidak dengan Pak Nasrullah (Dirjen PKH),” ujar Alvino. Wah. AI