Program PSR Mampu Atasi Kemiskinan di Papua

Pengembangan kelapa sawit di Indonesia Bagian Timur harus terus dipacu untuk mengentaskan kemiskinan dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah sehingga menimbulkan multi player effect.

“Upaya pengentasan kemiskinan yang sudah dilakukan melalui sawit dengan cara Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Secara umum, target PSR 2020-2022 mencapai 540 ribu hektare, di 21 Provinsi yang melibatkan kurang lebih 43 ribu pekebun, khusus untuk Papua, target PSR mencapai 6 ribu hektare,” kata Deputi Bidang Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Musdhalifah Machmud saat dalam Webinar Diskusi Forum Wartawan Pertanian (Forwatan), Senin (12/4/2021).

Lebih tepatnya, Musdhalifah melanjutkan Target PSR 2020-2022 di pulau Papua sebesar 6 ribu hektare yang terdiri dari Papua Barat sebesar 3 ribu hektare dan Papua sebesar 3 ribu hektar.

Sebagai informasi, luas tutupan kelapa sawit Indonesia sebesar 16,38 juta hektare.  Adapun luas tutupan kelapa sawit di bagian timur Indonesia (pulau Sulawesi, Maluku dan Papua) sebesar 553.952 hektar atau 3,38% dari total luas tutupan kelapa sawit nasional. Khusus untuk Papua, luas tutupan kelapa sawit sebesar 58.656 hektare dan Papua Barat sebesar 110.496 hektare.

Musdhalifah menyebutkan, lokasi tutupan kelapa sawit di wilayah Papua terdapat di beberapa Kabupaten yaitu Nabire, Jayapura, Keerom. Boven Digoel, Mappi dan Merauke. Pola persebaran tutupan kelapa sawit di wilayah ini juga bersifat bergerombol dan berkolaborasi.

Sedangkan lokasi tutupan kelapa sawit di wilayah Papua Barat terdapat di beberapa Kabupaten yaitu Manokwari, Sorong, Sorong Selatan, Maybrat, Teluk Bintuni dan Fak Fak.

Selain itu, ia juga menyebutkan manfaat PSR antara lain peningkatan produktivitas tanaman, peningkatan pendapatan pekebun dan pengelolaan sawit berkelanjutan.

Menurutnya, tantangan pembangunan perkebunan kelapa sawit di Papua yaitu rendahnya produktivitas kebun sawit rakyat, infrastruktur dan fasilitas transportasi yang kurang memadai, konflik sosial dengan masyarakat adat dan kapasitas masyarakat yang masih terbatas.

“Kebijakan pemerintah yang diperlukan untuk pembangunan kelapa sawit rakyat adalah peremajaan sawit rakyat, program peningkatan infrastruktur dan multimoda di Papua, Moratorium Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit dan Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan dan terakhir perlunya Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO),”ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Merauke, Justina Sianturi mengatakan peran kelapa sawit dalam pembangunan dan investasi di Kabupaten Merauke  bisa menyerap tenaga kerja sebesar 2.474 orang asli Papua. Mereka memperoleh pendapatan dari hasil kebun plasma dan meningkatkan perekonomian masyarakat dan membuka lapangan kerja baru.

“Peran lain kelapa sawit yaitu pemberdayaan masyarakat dimana bisa menggerakan ekonomi masyarakat sebagai tempat pemasaran hasil hasil kebun usaha warga. Perbaikan lingkungan, dan peningkatan wawasan dan pengetahuan masyarakat,” ujarnya.

Staf Khusus Wapres RI Bidang Penanggulangan Kemiskinan dan Otonomi Daerah, Imam Azis mengatakan kelapa sawit memang menjadi industri prioritas dalam pengentasan kemiskinan maka dari itu pengembangan kelapa sawit juga harus dilakukan di Indonesia Bagian Timur.

Tata kelola sawit perlu diperbaiki mulai dari tata kelola perkebunannya dan pekebun yang terlibat dalam kemajuan kelapa sawit.

“Pemerintah pusat siap memberikan insentif untuk mendukung kelapa sawit dan siap mensejahterakan petani,” ujar dia. Atiyyah Rahma