Praktik adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sudah banyak dilakukan oleh berbagai kelompok masyarakat di Indonesia. Rekognisi yang diberikan bisa membuat praktik tersebut menyebar semakin luas.
Tenaga Ahli Menteri (TAM) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Bidang Evaluasi Kebijakan Kerja Sama Luar Negeri Arief Yuwono menuturkan, praktik adaptasi dan mitigasi perubahan iklim oleh masyarakat perlu ditemukenali dan direkognisi. “Masyarakat yang melakukannya akan merasa senang dan akan ikut menyebarluaskan pentingnya upaya pengendalian perubahan iklim,” kata dia usai mengunjungi hutan kota di perumahan Mutiara Gading City, Bekasi, Selasa (14/1/2020).
Arief bersama sejumlah sejumlah Staf Khusus Menteri LHK dan TAM LHK mengunjungi lokasi tersebut dengan bersepeda. Rombongan menempuh jarak sekitar 10 kilometer untuk berkeliling dan menembus lebatnya pepohonan di lokasi tersebut. Meski saat itu matahari sedang bersinar terik, namun lebih dari 40.000 batang pohon yang telah ditanam memberi keteduhan pada anggota rombongan.
Hutan kota yang ada di perumahan Mutiara Gading City bisa menjadi contoh adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di tingkat masyarakat. Hutan kota itu membantu mencegah banjir sekaligus mampu menyerap emisi gas rumah kaca (GRK) penyebab pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim. Pengembang perumahan juga mendapat manfaat karena ternyata bisa meningkatkan nilai jual rumah yang dibangun.
“Hutan kota seperti ini bisa direkognisi sehingga bisa diikuti oleh pihak-pihak lain,” katanya.
Arief menyatakan, rekognisi terhadap praktik yang dilakukan masyarakat bisa membumikan isu pengendalian perubahan iklim di tingkat tapak. “Kita perlu mengisi gap. Selama ini kesannya ada jurang isu perubahan iklim dengan masyarakat. Padahal, secara sadar atau tidak, banyak aktivitas masyarakat yang sudah melakukan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim,” kata Arief.
Sugiharto