Senang dan Bangga Jadi Penyuluh Kehutanan

Triyono (kanan) bersama Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM KLHK Helmi Basalamah.

Penampilannya kalem. Tapi siapa sangka, Triyono S TP, ternyata punya semangat yang berapi-api untuk mendorong kesejahteraan masyarakat binaannya. Berbagai pengetahuan tentang agroforestry, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, penguatan kelembagaan, hingga soal gender yang dimiliki penyuluh kehutanan di Kabupaten Kebumen itu disalurkan demi pemberdayaan masyarakat dan kelestarian hutan.

Dampaknya nyata, usaha-usaha berbasis agroforestry sukses dijalani oleh kelompok-kelompok tani hutan binaannya. Keberhasilan itulah yang menjadikan Triyono terpilih menjadi juara lomba Wana Lestari  tingkat Nasional tahun 2019.

Asal tahu saja, Wana Lestari merupakan penghargaan bergengsi yang diberikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kepada tokoh masyarakat yang dinilai berkontribusi besar dalam pembangunan masyarakat. Proses penilaiannya berjenjang mulai dari tingkat daerah, sehingga para pemenang yang terpilih benar-benar juara lingkungan hidup dan kehutanan.

Untuk tahun 2019, ada 45 orang pemenang lomba dan penerima apresiasi Wana Lestari yang mendapat penghargaan dari Menteri LHK, Siti Nurbaya. Pemenang lomba dan penerima apresiasi Wana Lestari terbagi menjadi 12 kategori. Untuk pemenang lomba Wana Lestari kategori terdiri atas Penyuluh Kehutanan PNS sebanyak 6 orang pemenang, Kelompok Tani Hutan (6 orang pemenang), Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (6 orang pemenang), Kader Konservasi Alam (3 orang pemenang), Kelompok Pecinta Alam (3 orang pemenang), pengelola Izin Usaha Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (4 orang pemenang), dan pengelola Hak Pengelolaan Hutan Desa (4 orang pemenang).

Sementara penerima apresiasi Wana Lestari terdiri atas Polisi Kehutanan (3 orang pemenang), Penyidik Pegawai Negeri Sipil (3 orang pemenang), Manggala Agni (3 orang pemenang), Masyarakat Peduli Api (3 orang pemenang), dan pengelola Hutan Adat (1 orang pemenang).

Para pemenang dan penerima apresiasi Wana Lestari akan mengikuti sejumlah acara kenegaraan. Termasuk mengikuti upacara Detik-detik Proklamasi Hari Ulang Tahun ke-74 RI, tanggal 17 Agustus 2019 di Istana Negara dan beramah-tamah dengan Presiden Joko Widodo, bagi para teladan terbaik.

Para pemenang dan penerima apresiasi Wana Lestari juga melakukan Temu Karya dan Temu Usaha. Pertemuan-pertemuan ini digelar sebagai wadah tukar informasi dan pengalaman para pelaku pembangunan di tingkat tapak untuk semakin mengembang upaya dan usahanya memajukan sektor kehutanan masyarakat, serta menyebarkan semangat kewirausahaan.

Untuk tahu apa saja yang dilakukan Triyono dan langkah-langkahnya mendorong kesejahteraan masyarakat binaannya, Agro Indonesia menemuinya saat rangkaian Temu Karya Pemenang Wana Lestari pertengahan Agustus lalu. Berikut petikannya:

Apa saja yang Bapak lakukan hingga akhirnya panitia penyelenggaran penghargaan Wana Lestari menetapkan sebagai Pemenang Nasional untuk kategori Penyuluh Kehutanan PNS?

Saya banyak mendorong pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Salah satunya adalah pemanfaatan madu dari lebah klanceng. Ini adalah lebah madu tanpa sengat sehingga membudidayakannya tidak khawatir akan kena sengat. Pembudidayaan dilakaukan oleh Kelompok Tani Hutan Dadi Mulya di Desa Giri Tirto, Kecamatan Karanganyar.

Desa ini merupakan daerah terisolir dan masyarakatnya miskin. Tapi masyarakatnya punya semangat luar biasa. Meski kelompok tani yang terbentuk baru 6 bulan, namun mereka berhasil mengembangkan 2.500 koloni lebah klanceng. Madu yang dihasilkan mencapai 10 liter per bulan.

Madu klanceng dikenal memiliki keunikan dan khasiat tersendiri. Rasanya memang tidak seperti madu biasa yang hanya manis. Madu klanceng memiliki campuran rasa masam. Meski demikian khasiatnya melebihi madu biasa. Selain bisa meningkatkan kekebalan tubuh, madu klanceng juga diyakini bisa mengobati berbagai penyakit.

Produk HHBK apa lagi yang dikembangkan?

Produk unggulan lain yang sedang dikembangkan adalah tanaman kopi jenis robusta. Pengembangan tanaman kopi ini melibatkan kaum hawa, khususnya Ibu-ibu. Biji kopi yang dihasilkan diolah menjadi produk kopi dengan merk Kopi Gemplor.

Saya juga mendorong pengembangan tanaman gadung. Tanaman gadung dapat tumbuh subur di bawah tegakan jati. Tanaman jati memang cukup banyak tumbuh di Kecamatan Karanganyar. Tanaman itu merupakan hasil penanaman Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan). Umbi gadung yang dihasilkan bisa diolah menjadi kripik. Harapannya ini akan menjadi produk unggulan lokal yang memiliki dampak pada peningkatan ekonomi masyarakat.

Adakah produk yang paling diunggulkan dari masyarakat binaan Bapak?

Semuanya unggulan. Ada lagi yaitu pengembangan tanaman pandan. Tanaman pandan dilakukan oleh Kelompok Tani Hutan Margo Rahayu di Desa Grengeng, Kecamatan Karanganyar. Pandan yang dikembangkan sudah mencapai luas 120 hektare dan melibatkan lebih dari 2.000 orang.

Tanaman pandan dimanfaatkan daunnya untuk membuat berbagai produk kerajinan anyaman pandan. Produk yang dikembangkan diantaranya tikar, topi, sandal, kotak tisu, tas, dan sebagainya.

Pengembangan pandan kemudian bergulir hingga terbentuk koperasi kelompok tani hutan. Koperasi menampung hasil usaha para pengrajin. Kami melakukan terobosan pasar dengan melibatkan pejabat-pejabat Kabupaten Kebumen. Kami sangat berterima kasih kepada para pejabat di Kabupaten Kebumen karena mau memanfaatkan produk hasil kerajinan yang dihasilkan masyarakat. Ada imbauan dari pemerintah Kabupaten Kebumen agar PNS membeli produk unggulan lokal senilai Rp25.000 setiap bulannya.

Tempat pengembangan kerajinan pandan kini sering dikunjungi dari mana-mana untuk berbagi ilmu tentang pemanfaatan tanaman pandan. Termasuk dari perguruan tinggi. Sekarang KTH Margo Rahayu menjadi Wanawiyata Widyakarya. Tempat pelatihan bagi masyarakat untuk pengembangan pemanfaatan tanaman pandan dan hasil hutan bukan kayu lainnya. Ini tak lepas dari dukungan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM KLHK.

Sebagai penyuluh kehutanan, pengalaman apa yang bisa Bapak bagikan?

Harus kita pahami bahwa tantangan pembangunan kehutanan ke depan adalah bagaimana memberi dampak yang lebih baik, baik dampak lingkungan, sosial budaya, dan ekonomi terhadap masyarakat.

Makanya walau harus menempuh perjalanan jauh saya menjalaninya dengan senang dan bangga, meski lokasi kerja saya jauh. Kalau berangkat dari rumah menuju wilayah binaan dengan mengendarai sepeda motor berkecepatan rata-rata 80 kilometer per jam, saya baru tiba di lokasi setelah dua jam perjalanan. Karena memang lokasinya terisolir.

Sugiharto