Desa Siremeng, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, memiliki potensi di bidang holtikultura dan tanaman obat obatan. Siremeng juga pernah memenangkan lomba desa toga (tanaman obat keluarga).
Desa Siremeng yang terletak di l;ereng Gunung Slamet itu memang cocok untuk budidaya tanaman hortikultura dan tanaman obat dikarenakan faktor iklim, media tanam dan ketinggian tempat sesuai untuk budidaya tanaman tersebut. Dan mayoritas masyarakat Desa Siremeng bermata pencaharian sebagai petani holtikultura dan tanaman obat obatan, termasuk rempah atau tanaman obat jahe merah. Jahe merah banyak tumbuh dan dibudidayakan di sana.
Jahe merah merupakan salah satu jenis rempah-rempah yang masih sejenis dengan jahe. Biasanya ukuran jahe merah ini lebih ramping dan warnanya merah serta aromanya lebih tajam. Ketika rempah jahe merah ini dipatahkan akan tercium aroma pedas khas bau minyak astiri yang sangat tajam. Hal ini dikarenakan kandungan minyak astiri di dalam jahe merah lebih banyak di bandingkan dengan jenis jahe lainnya
Di Siremeng selama ini Jahe Merah lebih banyak dijual basah, ke pasar tradisional ataupun tengkulak. Tapi berkat kegigihan dan ketrampilan Ketua Kelompok Wanita Tani Mekar Sari Nunung Nurahmi dari Dukuh Kerajan RT 05 RW 01 Desa Siremeng, jahe merah yang melimpah di sana, diolah menjadi komoditi yang lebih menjanjikan secara ekonomi, menjadi sirup jahe merah.
Sirup jahe merah, adalah satu olahan jahe yang cocok di musim hujan seperti sekarang ini. Larutan pekat dan manis ini banyak dicari oleh orang-orang. Selain rasanya enak, dan menghangatkan. olahan tersebut juga sangat menyehatkan. Karena bisa sebagai penghangat badan di kala musim dingin, menyembuhkan kembung, dan masuk angin. Terlebih kondisi saat ini, covid 19, dimana dibutuhkan banyak sekali asupan minuman sehat, minuman jahe banyak dicari.
Bisnis jahe merah juga memiliki target pasar yang baik dan modal yang di gunakan juga tidak terlalu besar. Selain itu, jahe merah budidayanya juga sangat mudah dan tidak terlalu banyak perawatannya.
Menurut Nunung, jahe merah yang dihasilkan akan memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi jika diolah menjadi produk makanan atau minuman, salah satunya adalah sirup jahe merah.
“Proses pengolahan jahe merah menjadi sirup juga bisa dilakukan dengan mudah. Seluruh bahan yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan sangat mudah. Jahe merah dapat dibudidayakan secara massal di Desa Siremeng sehingga dapat memenuhi bahan baku produk olahan sirup jahe merah.” jelasnya
Menjadi dikenal dan banyak pesanan sampai ke Gorontalo Sulawesi, Medan, Bali, dan sekitarnya, bukanlah hal yang mudah dan seketika. Perlu proses yang lama, hingga menjadi seperti sekarang ini.
“Saya mulai tahun 1993, awalnya coba coba buat minuman sirup jahe merah, ternyata enak, ada tamu yang datang, mencicipi dan senang, mereka bilang enak, jahenya terasa, lalu pesan. Sejak saat itu saya kembangkan dan mulai datang pesanan. Pertama buat sehari hanya 3 botol, buatnya manual, ngupasnya, marutnya manual, meresnya juga pakai peresan manual, masaknya lama. Sekarang Alhamdulillah bisa 150 botol per hari, apalagi saat pandemi, pesanan semakin tambah sampai luar Jawa” tutur Nunung
Nunung mengaku awalnya memang sendiri dalam mengolah jahe merahnya. Karena hasil memuaskan, warga mulai terlibat dan tahun 2010 dibentuk kelompok yaitu KWT Mekar Sari dan Nunung dipilih menjadi ketuanya.
Dibawah koordinasinya, jahe merah semakin dikenal, tidak hanya di Jawa Tengah dan sekitarnya, Bekasi, Jakarta tapi juga sampai keluar Pulau Jawa, Medan, Bali, Gorontalo menjadi pelanggan tetapnya.
Selain produk unggulannya jahe merah, ada juga produk lain, keripik dari sayuran, sale dan sebagainya Sirupnya pun bertambah variannya. Tidak hanya jahe merah saja, ada 6 varian lain yang dibuat, seperti sirup curcuma, kunyit asem, temulawak, beras kencur, jambu merah dan sirsak. Anna Zulfiyah