
Bagi-bagi lahan untuk rakyat melalui Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dan perhutanan sosial ternyata tidak semudah yang diucapkan. Selain tidak ingin terjadi obral perizinan, akurasi peta yang dialokasikan juga masih jadi kendala. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) pun mengaku sulit mencapai target reforma agraria dan perhutanan sosial sampai 2019.
Janji kampanye memang enak. Namun, merealisasikannya saat berkuasa, itu perkara lain. Hal ini yang dirasakan pemerintah Presiden Joko Widodo, ketika janji menditribusikan lahan seluas 21,7 juta hektare (ha) untuk rakyat dalam program reforma agraria dan perhutanan sosial. Urusan bagi-bagi tanah negara itu tidak mudah, ternyata.
Rencananya, lahan seluas puluhan juta hektare itu akan didistribusikan dengan dua cara. “Reformasi aset dan reformasi akses,” kata Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Kementerian LHK, Hadi Daryanto. Untuk reformasi aset, pemerintah menyiapkan lahan 9 juta ha. Rinciannya, 4,5 juta ha berupa legalisasi aset tanah yang digarap Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), dan 4,5 juta ha lainnya berupa redistribusi tanah dengan 4,1 juta ha di antaranya bersumber dari pelepasan kawasan hutan.
Sementara seluas 12,7 juta ha lainnya dilaksanakan dalam kerangka reformasi akses. Di sini, perhutanan sosial menjadi andalan plus pengakuan hutan adat. Program inilah yang jadi tugas utama Kementerian LHK.
Sayangnya, meski target angka sudah dipatok, namun realisasi perhutanan sosial masih jauh dari harapan. Tahun lalu saja, dari target yang ditetapkan 2,7 juta ha, realisasinya hanya hanya 316.824 ha atau 13%. Bahkan, secara kumulatif, luas perhutanan sosial baru mencapai 494.876 ha atau 9,74% di tahun 2016, dari target 5,08 juta ha.
Itu sebabnya, penggiat isu kehutanan Diah Suradiredja mengingatkan pemerintah agar tidak genit dan berlebihan mempromosikan reforma agraria dan perhutanan sosial. “Paparkan saja ke publik kondisi sebenarnya. Optimalkan yang memang bisa dilaksanakan,” katanya saat dihubungi, Rabu (21/6/2017). Apalagi, masih banyak masalah dan tantangan, termasuk perbedaan pemahaman di masyarakat, serta antara birokrasi pusat dan daerah. Selain itu, soal peta areal yang dialokasikan untuk reforma agraria dan perhutanan sosial juga belum akurat.
Banyaknya tantangan ini akhirnya diakui Menteri LHK Siti Nurbaya sulit untuk mencapai target reforma agraria dan perhutanan sosial di tahun 2019 seperti yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). “Susah ya, karena kami mesti teliti banget. Tidak bisa asal bagi,” kata dia di Jakarta, Rabu (21/6/2017). Ya, lebih baik teliti ketimbang jadi masalah di kemudian hari. AI
Baca juga: