Swakelola RJIT, Petani Jadi Lebih Merawat Irigasi

Program Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT) Kementerian Pertanian (Kementan), yang digelar Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), dilakukan dengan sistem swakelola petani. Salah satu kelompok tani yang siap melakukannya adalah Kelompok Tani (Poktan) Mitra Harapan.

Poktan yang berlokasi di Kampung Cilumbu, Desa Mekarlaksana, Kecamatan Culamega, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat ini salah satu kelompok yang siap untuk menggarap perbaikan jaringan irigasi tersier.

Endin Syaripudin dari Balai Penyuluhan Pertanian Culamega mengatakan, program RJIT ini dilakukan untuk merehabilitasi jaringan irigasi tersier yang kondisinya hampir 50% rusak.

“Dengan swakelola oleh petani, jaringan irigasi tersier yang direhabitasi umumnya akan lebih bagus dan petani merasa lebih memiliki. Kita membangun secara bertahap berdasarkan kebutuhan masyarakat petani,” katanya Endin Syaripudin, pekan lalu.

Sementara itu Asep Tirtana, PPL Kecamatan Culamega menambahkan, rumus program RJIT adalah jaringan sudah rusak, di sekitarnya ada sawah yang diairi, ada sumber air, dan ada petaninya.

Menurut dia, dengan diserahkannya RJIT kepada kelompok tani melalui UPKK, maka pembangunan jaringan irigasinya akan dilakukan secara gotong royong atau swakelola. “Mayoritas RJIT dilakukan oleh petani. Itu lebih kuat, lebih bagus volumenya, lebih panjang dari yang ditetapkan dan mereka merasa memiliki,” ucapnya.

Program RJIT yang saat ini sedang gencar dilakukan oleh pemerintah sangat dirasakan oleh para petani. Efek yang langsung dirasakan petani adalah adanya penambahan indeks tanam (IP) yang tadinya hanya bisa sekali setahun menjadi dua kali atau lebih.

“Dengan adanya program rehabilitasi jaringan irigasi, maka ada peningkatan pada indeks tanam petani. Jika sebelumnya hanya sekali setahun, kini menjadi dua kali,” kata Asep Tirtana.

Manfaat pembuatan irigasi tersier di Kp Cilumbu, Desa Mekarlaksana, Kecamatan Culamega, Tasikmalaya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Sehingga mampu meningkatkan ekonomi di desa melalui peningkatan produksi pertanian.

Pekerjaan ini dilakukan secara swakelola agar tepat sasaran dan mampu menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya bagi warga desa setempat. “Seperti di Dusun Ciangsana Kp Cilumbu 111 RT 06/RW 02 Desa Mekarlaksana ini, pelaksanaannya dilakukan dengan cara swakelola,” kata Asep Tirtana.

Dia menambahkan, cara ini tentunya akan menambah sumber pendapatan bagi warga Petani Kp, Cilumbu 111 khususnya. Bahkan dapat menggerakkan perekonomian desa.

“Pekerjaan yang dikerjakan secara swakelola ini bermanfaat dan dibutuhkan bagi masyarakat desa,” ujarnya. Harapan ke depan, lanjutnya, program-program seperti ini dapat masuk di Desa Mekarlaksana demi kesejahteraan masyarakat desa.

Program RJIT 135.600 Ha

Kementan tahun 2020 memang merencanakan program RJIT seluas 135.600 ha. Realisasi keuangan per 20 April 2020 sudah mencapai sebesar Rp124.906.380.000 (78,07%) atau 106.269 ha.

Direktur Irigasi Pertanian, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Rahmanto menjelaskan, program RJIT ini akan dilakukan di 32 Provinsi dan lebih dari 300 Kabupaten Kota.

“Program RJIT diutamakan pada lokasi yang telah dilakukan SID pada tahun sebelumnya. Diutamakan pada daerah irigasi yang saluran primer dan sekundernya dalam kondisi baik. Tujuannya untuk meningkatkan Indeks Pertanaman Padi sebesar 0,5,” katanya.

Kegiatan RJIT ini diarahkan pada jaringan irigasi tersier yang mengalami kerusakan yang terhubung dengan jaringan utama (primer dan sekunder) yang kondisinya baik dan/atau sudah direhabilitasi oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, atau Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota Urusan Pengairan sesuai kewenangannya.

“Juga untuk yang memerlukan peningkatan fungsi jaringan irigasi untuk mengembalikan atau meningkatkan fungsi dan layanan irigasi. Serta untuk jaringan irigasi desa,” ujarnya.

Untuk kriteria lokasi, kegiatan RJIT dilaksanakan pada jaringan tersier di daerah irigasi sesuai kewenangan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun pemerintah kabupaten/kota, dan irigasi pada tingkat desa yang memerlukan rehabilitasi atau peningkatan.

Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kriteria lokasi. Di antaranya lokasi diutamakan pada jaringan irigasi yang tersiernya mengalami kerusakan dan/atau memerlukan peningkatan, jaringan irigasi primer dan sekunder dalam kondisi baik dengan sumber air yang tersedia dan dibuktikan dengan Surat Keterangan dari Dinas/Balai lingkup pengairan.

“Selain itu, juga harus tersedia sumber air apabila berada pada jaringan irigasi desa, dan lokasi dilengkapi dengan koordinat (LU/LS – BT/BB),” ungkapnya.

Manajemen Air

Masalah pengairan menjadi penting karena mengantisipasi terjadi kemarau panjang seperti tahun lalu. Manajemen pengairan memang menjadi yang penting agar semua sawah dapat teraliri air dengan baik dan tepat waktu, sehingga hasialnya melimpah (tidak terjadi gagal panen).

Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), Kecamatan Telukjambe Timur, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Artasim menyebutkan, untuk menunjang ketersediaan aair pada musim tanam (MT) II harus dilakukan pengelolaan air secara terus-menerus dari segi kuantitas dan kualitas.

“Manajemen pengairan memang diperlukan dan harus dilakukan. Kegiatannya berupa pengambilan air, pengaturan, pengukuran, penyaluran, pembagian, dan pemberian air yang aman sampai kepada petani secara tepat waktu dan sesuai debitnya,” jelasnya.

Pembagian Air, yakni mengalirkan air ke saluran-saluran primer dan sekunder dengan diawasi oleh dinas terkait agar pembagian air merata. Dari salurana utama tersebut, disalurkan ke saluran tersier.

Baru dari tersier dialirkan ke petakan-petakan sawah. “Pada pengairan musim kemarau (MT II), yang diprioritaskan pertama adalah pembibitan padi gadu beserta persiapan pembibitan padi rendeng,” katanya.

Kebutuhan air untuk tanaman padi sawah mencakup perhitungan air yang masuk dan keluar dari lahan sawah. Kebutuhan ini tergantung dari jenis varietas, umur tanaman, waktu pertanaman, sifat tanahnya, teknik pemberian air, jarak ke sumber air dan luas areal yang akan diairi.

Berdasarkan hasil penelitian, jumlah air yang diperlukan untuk menghasilkan produksi padi yang optimal adalah 180-300 mm per bulan. Jadi, untuk 1 periode musim tanam, dibutuhkan air sebanyak 1.240 mm. Artasim menjelaskan, untuk sawah irigasi, dari tanam sampai panen membutuhkan debit air yang berbeda-beda. Untuk padi yang berumur 100 hari memerlukan air 520-1.620 mm. Sedangkan padi umur 130 hari membutuhkan air sebanyak 720-2.160 mm. “Ini bervariasi, tergantung dari sistem pengelolaannya,” ungkapnya. PSP