Banyak cerita dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Salah satunya soal perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan yang dinilai belum maksimal penerapannya.
Direktur Assurance Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) sekaligus Plt Deputi Direktur RSPO Indonesia, Tiur Rumondang mengungkapkan, industri kelapa sawit memang merupakan sektor yang kurang aman bagi perempuan dan banyak tantangan yang harus dihadapi.
“Secara kondisi perempuan secara natural tidak bisa dihindari dan mengambil pekerjaan itu di sektor perkebunan kelapa sawit, perempuan juga memiliki keunikan tersendiri, sebab itu tugas kitalah untuk membuat payung hukukm supaya perempuan di sektor perkebunan kelapa sawit bisa terlindungi, dan kebijakan ini mesti dipatuhi seluruh anggota RSPO,” ujar Tiur dalam Webinar FGD Sawit Berkelanjutan Vol 6, bertajuk “Ketangkasan Perempuan Sawit Indonesia”, di Jakarta, Selasa (27/04/2021), yang diadakan InfoSAWIT & RSPO.
Menurutnya, penempatan perlindungan perempuan harus terus dijaga agar bisa memenuhi kebutuhan khusus yang dimiliki para perempuan dan keseteraaan gender bisa diterapkan untuk semua level perkejaan, termasuk para pekerja perempuan di lapangan.
“Sebab itu perlu dipastikan praktik berkelanjutan dalam melindungi perempuan di sektor perkebunan dilakukan dan standar RSPO yang disediakan juga untuk memastikan ada forum plaform untuk para perempuan,” kata Tiur.
Sementara itu Direktur Eksekutif Sawit Watch, Inda Fatinaware, beberapa investigasi dan penelitian yang dilakukan pihaknya mengungkap bahwa perempuan dan anak adalah kelompok yang paling rentan.
Lantas di beberapa kasus, ungkapnya, pekerja perempuan bahkan tidak dihitung sebagai pekerjaan yang diperhitungkan dalam ekonomi nasional. “Ketika Perempuan/istri/Ibu melakukan pekerjaan di ranah produktif, masih dianggap membantu sehingga ‘sepertinya’ tidak terlihat serta tidak masuk dalam statistik formal,” kata Inda.
Dijelaskan, secara umum perempuan di perkebunan kelapa sawit seperti para istri dan anak perempuan petani sawit, buruh itu sendiri dan atau Istri buruh serta perempuan di sekitar perkebunan.
Rukaiyah Rafiq, dari Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (FORTASBI), menilai budaya tentang keamanan dalam bekerja di kaum perempuan paada perkebunan sawit perlu ditingkatkan. “Budaya mengenai kesadaran akan keamanan dalam bekerja harus ditingkatkan,” ujarnya.
Hal itu diungkapkannya karena saat ini penggunaan alat pengaman diri (APD) dalam bekerja di perkebunan kelapa sawit masih sering diabaikan kaum pekerja perempuan. “Meraka harus dibangkitkan kesadarannya mengenai pentingnya penggunaan alat pengaman dalam melakukan kegiatannya,” ucapnya.
Dia menjelaskan, pekerja perempuan di kebun sawit bisa dibagi dalam dua kelompok, pertama kelompok petani swadaya dari transmigran, biasanya petani sawit perempuan ini memiliki lahan terbatas, hanya mengelola 2-3 Ha lahan, jika transmigrasi berkaitan dengan dengan perkebuna Kelapa sawit, maka lahan mayoritas sudah menjadi kelapa sawit. “Perempuan sebagai kepala keluarga ikut dalam mengelola kebun keluarga, biasanya keterlibatan perempuan tersebu guna mengurangi biaya,” tutur Rukaiyah Rafiq yang biasa dipanggil Uki.
Sementara kelompok kedua yakni petani dari masyarakat lokal dengan kepemilikan lahan yang beragam, lantas kebun sawit bukan menjadi satu-satunya sumber penghidupan. Sementara perempuan masih memiliki ruang sendiri, kebun karet, umo, dan pekarangan.
Sedangkan Group Sustainability Lead Cargill Tropical Palm (CTP), Yunita Widiastuti, menjelaskan Cargill telah berkomitmen untuk melindungi hak asasi manusia, memperlakukan orang dengan martabat dan rasa hormat di tempat kerja dan di masyarakat di mana perusahaan melakukan bisnis dan beroperasi secara bertanggung jawab di keseluruhan industri pertanian, pangan, keuangan, dan industri lainnya.
Dia mengatakan bahwa di industri sawit Indonesia, kaum perempuan juga memiliki peran penting dalam kemajuan minyak sawit yang berkelanjutan. Di Cargill Tropical Palm, hal ini terlihat dari banyaknya posisi penting yang diisi oleh karyawan perempuan seperti, Operational: Estate Manager, Operator mini tractor, Loose fruit collector, Agronomy team, Field assistant, Farmer Development Manager.
“Juga berada di Departemen pendukung, seperti, Environment, health and safety, Dokter, Sustainability Manager, Finance Manager, Komunikasi, Government relations,” paparnya. Buyung N