Target Swasembada Gula Gagal Lagi

Produksi gula kristal putih (GKP) nasional tetap tak beranjak dan tahun ini diperkirakan hanya 2,2 juta ton. Target swasembada tahun 2020 pun meleset untuk kesekian kalinya. Namun, rendahnya produksi dan bersihnya rembesan gula kristal rafinasi (GKR) di pasar umum mengerek harga gula petani menjadi Rp11.000/kg, jauh di atas harga patokan pemerintah (HPP) Rp9.700/kg.

Tekanan petani tebu agar pemerintah menaikan HPP nampaknya sedikit mengendor. Pasalnya, di awal musim giling tebu Mei 2019, harga pembelian gula petani sudah mencapai Rp11.000/kg atau jauh di atas HPP sebesar Rp9.700/kg. “Musim giling tahun ini memang terjadi pada saat harga gula di dalam negeri sedang baik, sehingga petani tebu tidak terlalu khawatir terhadap pendapatan yang akan mereka terima,” kata Ketua Umum DPN APTRI, Soemitro Samadikoen, pekan lalu.

Naiknya harga gula itu terutama dipicu oleh bersihnya pasar umum atau gula konsumsi dari rembesan GKR — gula untuk kebutuhan industri. Ini diakui Soemitro. “Gula rafinasi yang harganya lebih murah saat ini tidak terlihat di pasar konsumsi rumah tangga. Dengan begitu, suplai gula di sektor rumah tangga bisa terjaga dengan baik,” paparnya.

Namun, APTRI tetap ngotot pemerintah menaikkan HPP karena untuk menjaga semangat petani menanam tebu. Soal besarannya, Soemitro mengusulkan 1,5 kali HPP beras. Jika HPP beras saat ini mencapai Rp8.700/kg, maka HPP gula setidaknya mencapai Rp13.000/kg.

Penurunan minat petani menanam tebu memang terlihat dari luasan tanaman tebu nasional. Data Kementerian Pertanian mencatat, luas tanaman tebu 2018 yang mencapai 427.000 hektare (ha) menyusut jadi 413.432 ha tahun ini. Penyusutan ini diperparah dengan angka rendemen di kisaran 7%-8%, bahkan ada yang di bawah itu. Akibatnya, produksi gula pun mentok di kisaran 2,1-2,2 juta ton.

Itu sebabnya, Kementan pun pagi-pagi mengibarkan bendera putih. Target swasembada gula tahun 2020 dianggap mustahil tercapai. Apalagi, pabrik gula baru belum beroperasi maksimal dan lahan tebu juga masih dalam persiapan. Buntutnya, target pun diulur menjadi tahun 2024. “Jadi, tahun 2020 belum bisa swasembada gula. Targetnya 2024 baru bisa swasembada gula,” ujar Direktur Tanaman Semusim dan Rempah, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementan, Agus Wahyudi.

Gagalnya target ini dinilai Ikatan Ahli Gula Indonesia (IKAGI) akibat ketidakjelasan pemerintah untuk mencapai swasembada. “Kalau sudah bertekad swasembada harusnya segala upaya dikerahkan untuk mencapainya. Harus berhati-hati terhadap impor gula. Impor gula harus sesuai neraca kebutuhan,” tegas Sekjen IKAGI, Aris Toharisman. Sayangnya, lain ucapan, lain perbuatan. Pemerintah malah terus menambah PG rafinasi, yang sekarang sudah 11 unit. AI