Agenda ambisius Indonesia untuk mencapai FOLU Net Sink pada tahun 2030 sangat terstruktur dan sistematis untuk tercapai. Keberhasilan pengurangan emisi karbon secara signifikan dalam beberapa tahun menjadi buktinya.
Ketua Harian II Tim Kerja Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 Agus Justianto menegaskan, agenda FOLU Net Sink bukan sekadar janji di atas kertas.
“Agenda ini mengikat secara hukum seperti tertuang dalam dokumen Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030,” tutur Agus ketika berbincang dengan Utusan Khusus Presiden AS untuk Perubahan Iklim John David Podesta disela Oslo Tropical Forest Forum (OTFF) di Oslo, Norwegia, Selasa 25 Juni 2024.
Pada kesempatan tersebut Agus menyerahkan Buku Dokumen Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 dan memberi penjelasan tentang implementasi agenda tersebut.
Melalui agenda FOLU Net Sink, Indonesia merancang sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya (FOLU/forestry and other land use) akan mencapai tingkat serapan karbon yang lebih tinggi dibandingkan emisinya pada tahun 2030 dan dapat berkontribusi sekitar 60% dari total target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) Indonesia pada tahun 2030 seperti tercantum dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC).
Pondasi dari agenda FOLU Net Sink adalah pengelolaan hutan lestari, tata kelola lingkungan, dan tata kelola karbon.
Agus menjelaskan beberapa strategi untuk mencapai FOLU Net SINK. Pertama, menekan deforestasi termasuk akibat dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Strategi kedua adalah pengurangan degradasi hutan. Salah satu caranya yang dilakukan adalah pengembangan model bisnis Multi Usaha Kehutanan (MUK) yang mendorong perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) untuk tidak hanya fokus pada pemanfaatan hasil hutan kayu tapi juga pada hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan.
Strategi yang ketiga adalah perlindungan dan restorasi ekosistem termasuk lahan gambut, mangrove, dan daerah aliran sungai. Strategi keempat adalah mempercepat aforestasi dan reforestasi sehingga bisa meningkatkan cadangan karbon.
Agus menekankan agenda FOLU Net Sink juga memprioritaskan perlindungan spesies kunci seperti orangutan sumatera, gajah, harimau, badak, orangutan tapanuli, orangutan kalimantan, dan badak jawa, untuk memastikan populasi mereka terus berkembang dan terhindar dari kepunahan sebagai bagian dari upaya mencapai tujuan Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global.
OTFF yang diselenggarakan Pemerintah Norwegia mengundang sejumlah pemimpin setingkat menteri, pejabat publik, lembaga multilateral, masyarakat adat, hingga sektor privat. Pada Sesi Plenary OTFF, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengungkapkan keberhasilan Indonesia mengurangi emisi karbon sebesar 47,3% pada tahun 2020, 43,8% tahun 2021, dan 41,6% tahun 2022, dibandingkan dengan baseline emisi tahunan.
Menteri Siti juga mengungkapkan analisis bersama oleh World Resources Institute, University of Maryland, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang difasilitasi oleh Norwegia, menunjukkan tingkat deforestasi antara 2022 dan 2023 hanya 0,13 juta hektare per tahun. Angka ini merupakan yang terendah dalam 33 tahun terakhir.
Keberhasilan Indonesia tersebut juga mendapat apresiasi dari tuan rumah Norwegia seperti disampaikan Menteri Iklim dan Lingkungan Norwegia Andreas Bjelland Eriksen.*** Sugiharto