
Cacat hukum terbitnya SK 287 sudah dikenali oleh umum dari awal.
Kerja ketergesa-gesaan pemerintah cq. KLHK adalah salah satu penyebab yang diduga karena ada dorongan yang kuat dari kekuasaan untuk itu.
Jelas banyak sekali delik-delik hukum dan aturan yang dilanggar. Juga kepongahan pihak2 yang merasa dilindungi oleh penguasa atas nama program politik. Itu sangat obvious dapat kita saksikan yang terjadi secara massif.
Mengapa semua terdiam? Bahkan beberapa kelompok “cerdik-pandai” berubah jubah-nya menjadi dungu?
Para senior pencinta hutan termasuk para seniman sudah berteriak keras.
Tapi pendukung-pendukung KHDPK malah dapat angin. Salah satu yang utana ketika peristiwa Pesta “10 ribu” orang anggota LSM Gema PS yang mendapat keuntungan adanya KHDPK tersebut di Kabupaten Batang, membuat perdukungan terhadap KHDPK tanpa mempedulikan fakta negatif semakin meluas.
Terjadi banyak pelanggaran aturan, hukum dan etika di lapangan hutan-hutan Perhutani tanpa bisa dicegah yang merupakan penistaan terhadap lenbaga Perhutani yang membuat pihak Perhutani sendiri semakin mendua.
Saat ini, setelah terbitnya SK Men-LHK 264 yang cacat hukum, yang dibuat sekitar bulan September 2022 tetapi dilakukan akrobat hukum anti-datir seakan-akan ditandangani tanggal 25 Maret 2022 namun teledor mengacu SK. 287 tertanggal 12 April 2022 yang pada pokoknya agar sah memangkas keluasan hutan Jawa.
Langkah strategi anti-datir (back-dated) tersebut untuk melemahkan gugatan Aliansi Rimbawan Perhutani dan LMDH Jawa terhadap terbitnya kebijakan KHDPK melalui Peratun Jakarta justru semakin mengungkap kecurangan administrasi hukum terkait KHDPK itu.
Upaya gerakan yang kompak membela kelestarian hutan Jawa yang bukan sekedar membantu Perhutani, tetapi lebih dari itu menjaga keadaan ekosistem hutan di Jawa yang semakin mendapat angin segar.
“Mari kita terus berjuang menyelamatkan hutan Jawa dan menjaga masyarakat dari bencana2 lingkungan yg pasti akan semakin membesar dan berat dengan KHDPK tanpa berkehendak disempurnakan itu..” ***