Urban farming atau bercocok tanam di rumah yang dilakukan oleh masyarakat perkotaan menjadi tren belakangan. Dampaknya, penjualan benih hortikultura meningkat hingga lima kali lipat.
Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto melihat urban farming setahun belakangan ini sebagai fenomena yang luar biasa.
“Pandemi dan WFH membuat orang memiliki aktivitas baru di rumah, seperti urban farming dengan menanam hidroponik di rumah. Ini adalah fenomena luar biasa. Kami memantau penjualan benih sejak tren ini berlangsung dan ternyata benih hortikultura meningkat hingga lima kali lipat,” ujarnya, Kamis (11/2/2021).
Anton juga mengatakan selain tanaman sayuran, tanaman hias juga berperan sangat signifikan pada tren urban farming. Peminatnya meningkat bahkan sampai memunculkan petani-petani tanaman hias dari generasi milenial yang sukses.
Tak hanya itu, Anton juga menjelaskan ekspor tanaman hias meningkat tiga kali lipat. Pada 2019 volume ekspor tanaman hias sebesar 105 juta buah (pieces/pcs), dan pada November 2020 volume ekspor meningkat menjadi 333 juta pcs.
“Animo masyarakat sangat tinggi dan ini merupakan dukungan untuk pertanian Indonesia, terutama subsektor hortikultura,” tambahnya.
Sebagai bentuk apresiasi Kementan terhadap urban farming, pada tahun anggaran 2020 Dirjen Hortikultura melaksanakan kegiatan urban farming dengan menyebarkan penanaman cabai di wilayah DKI Jakarta seluas 4,7 hektare yang dimanfaatkan oleh 71 KT dan bawang merah seluas 2 hektare yang ditanam di wilayah Angkatan Udara Halim Perdana Kusuma. Bantuan yang diberikan berupa benih cabai, benih bawang merah, pupuk organik dan pengendali OPT ramah lingkungan.
Mengenai kebijakan urban farming, Anton menjelaskan bahwa Kementan, di bawah arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) memiliki program pengembangan Kampung Hortikultura. Program ini tidak hanya menyasar lahan hamparan yang sudah ada, tetapi juga petani dengan lahan sempit.
“Mengapa dinamakan ‘kampung’? Supaya terkonsentrasi dan terfokus. Kita fokuskan di desa-desa dengan salah satu sasaran petani lahan sempit. Jadi, 10 hektare bukan hanya hamparan saja,” jelas Anton.
Kampung Hortikultura mengusung konsep One Village One Variety (OVOV). Komoditas yang dikembangkan akan disesuaikan dengan agro ekosistemnya. Kemudian, kampung tersebut akan dibantu benih unggul, pengendalian OPT, serta sarana dan prasarana dengan tetap memperhatikan sisi ramah lingkungan.
Melalui program Kampung Hortikultura, Anton berharap mampu meningkatkan kesejahteraan para petani dengan produktivitas hasil yang tinggi dan pengembangannya menjadi area agro edu wisata.
Sebagai informasi, urban farming merupakan usaha pertanian di perkotaan dengan memanfaatkan lahan-lahan terbuka yang ada di sekitar masyarakat. Luas lahan yang digunakan rata-rata seluas 5-50 m2. Komoditas yang umum diusahakan adalah tanaman yang berumur pendek seperti aneka sayuran daun dan buah, tanaman obat serta tanaman hias.
Atiyyah Rahma