RWL dan RWPS untuk Ketahanan Pangan

Pemanfaatan lahan rawa dan pasang surut bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan nasional serta mensejahterakan petani. Oleh karena itu, Kementerian Pertanian (Kementan) menggelar program SERASI (Selamatkan Rawa, Petani Sejahtera) untuk membangun 500.000 hektare (ha) lahan rawa pasang surut di enam provinsi.

Lahan rawa yang akan dikembangkan itu dibagi menjadi dua kriteria, yakni lahan rawa lebak (RWL) dan lahan rawa pasang surut (RWPS). Lahan RWL sendiri akan dikembangkan di Sulawesi Selatan seluas 5.000 ha dan Kalimantan Selatan 10.000 ha, sementara  RWPS 300.000 ha.

Untuk Provinsi Lampung, RWL akan digarap seluas 5.000 ha, Sumatera Selatan 20.000 ha dan lahan RWPS 200.000 ha, Jambi RWL 5.000 ha dan Kalimantan Tengah RWL 5.000 ha.

Setiap 1.000 hektare RWPS akan dikelola oleh satu unit desa, sedangkan untuk 200 ha RWL dikelola oleh satu unit desa. Pasalnya, tidak mungkin 550.000 ha dikelola semuanya oleh pemerintah daerah atau pusat.

“Kami akan fokus di daerah tersebut. Yang paling siap adalah Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan, tapi yang lain juga siap. Kami targetkan minimal bisa panen dua kali setahun atau lima kali dalam dua tahun,” kata Direktur Perluasan dan Perlindungan Lahan Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Indah Megahwati di Jakarta, pekan lalu.

Budidaya di lahan rawa akan jauh lebih baik dibandingkan dengan di Jawa. Pasalnya,  pemerintah sudah menyiapkan skema yang berbeda, di mana setiap lahan RWL dan RWPS dilengkapi dengan saluran irigasi, pompa air, dan ekskavator.

Selain itu, lahan rawa juga akan menggunakan 100% mekanisasi dan memperkecil tenaga kerja yang menggarap sawah dengan harapan jauh lebih efisien untuk biaya produksiya.

Lahan RWL dan RWPS juga memiliki perbedaan dalam sistem budidayanya. Pada lahan RWL menggunakan sistem pengairan yang tertutup agar lebih terkontrol, sedangkan lahan RWPS menggunakan sistem pengarus, jadi ada sirkulasi.

Indah mengakui, masih ada kendala dalam pengembangan lahan rawa, di antaranya bagaimana menetralkan tingkat keasaman lahan rawa yang tinggi, serta bagaimana memilih komoditas tanaman yang cocok ditanami di area semacam ini.

SID Sederhana

Sementara itu Dirjen PSP, Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, SERASI menjadi program utama pemerintah untuk mendorong pengembangan pertanian di lahan rawa.

Sesuai harapan Menteri Pertanian Amran Sulaiman, pemerintah tahun ini memang telah menetapkan target seluas 500.000 ha untuk pengembangan lahan rawa. Luas lahan itu berada di Sumatera Selatan 250.000 ha, Kalimantan Selatan 200.000 ha dan Sulawesi Selatan 50.000 ha.

Untuk memanfaatkan lahan rawa tersebut, Badan Litbang Pertanian telah melakukan SID (Survei Investigasi dan Desain). Dari target 100.000 ha lahan rawa yang bisa dioptimalisasi untuk usaha pertanian, ternyata baru 42.000 ha yang bisa diselesaikan Badan Litbang Pertanian.

Mekipun baru 42.000 ha yang teridentifikasi Balitbang Pertanian, namun target pengembangan lahan rawa tetap diupayakan. “Kita sudah sepakat, sisanya menggunakan SID sederhana yang dibuat kelompok tani bersama konsultan setempat, bekerjasama dengan dinas pertanian kabupaten dan provinsi,” tegasnya.

Menurut Sarwo, hal tersebut dilakukan untuk mempercepat proses agar bisa melakukan pengelolaan lahan rawa yang ada. SID sederhana itu caranya bisa langsung lihat kondisi fisik di lapangan.

“Ini berbeda dengan yang digunakan Badan Litbang Pertanian yang menggunakan satelit. Dengan SID sederhana, satuan biaya per hektare juga lebih murah. Saya harapkan melalui cara ini mudah-mudahan akhir Desember 2019 bisa tercapai 500.000 ha,” lanjutnya.

Dia menyebutkan, untuk daerah yang menjadi lokasi pengembangan lahan rawa untuk usaha pertanian, pemerintah telah memberikan bantuan ekskavator. Di Kalimantan Selatan 63 unit, Sumatera Selatan 69 unit dan Sulawesi Selatan 63 unit, juga untuk lima kabupaten.

Direktur Alsintan, Ditjen PSP, Kementan, Andi Nur Alamsyah mengatakan, optimalisasi pemanfaatan Alsintan, yakni ekskavator di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) cukup maksimal.

Dia menyebutkan telah menyalurkan bantuan ekskavator sebanyak 69 unit di Provinsi Sumsel. Berdasarkan pantauan, bantuan tersebut bekerja optimal untuk pengerukan saluran irigasi yang mengalami pendangkalan, pembuatan jalan usaha tani dan optimasi lahan rawa lebak dan lahan rawa pasang surut.

“Pemantauan ini sesuai arahan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Alsintan dan Ekskavator harus bekerja optimal, sehingga lahan rawa menjadi lahan sawah produktif,” tegasnya.

Dengan demikian, lanjutnya, produksi pangan — khususnya beras — akan meningkat dan diharapkan kesejahteraan petani tercapai. Dari lahan rawa diharapkan juga dapat memenuhi pangan dunia.

Kepala Desa Talang Rejo, Kecamatan Muara Talang, Banyuasin, Sumsel, Hendrik Kuswoyo membeberkan pemanfaatan ekskavator. Menurut dia, adanya ekskavator memberikan hasil dan nilai tambah yang begitu besar bagi pertanian dan petani itu sendiri.

Hendrik menyebutkan, dari 1 unit ekskavator dapat mengerjakan long storage sepanjang 20 km dengan lebar 2,5 m. Ini dapat mengairi sawah seluas 1.800 ha dengan indeks pertanaman (IP) 200, yakni menanam padi 2 kali setahun.

“Produktivitas padi yang tadinya 8,5 ton menjadi 13 ton/ha untuk dua musim tanam. Jadi ada selisih 5 ton/ha,” kata Hendrik. PSP