Alsintan ‘Sulap’ Lahan Rawa Jadi Produktif

Andi Nur Alamsyah bersama istri

Bantuan alat dan mesin pertanian (Alsintan), khususnya excavator (ekskavator), yang diberikan kepada masyarakat tani harus dioptimalkan pemanfaatannya, terutama untuk lahan rawa lebak dan pasang surut.

“Dengan memanfaatkan ekskavator tersebut, maka lahan rawa dan lebak menjadi produktif, seperti di Sumatera Selatan,” kata Direktur Alsintan, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementan, Andi Nur Alamsyah saat melakukan kunjungan kerja pemantauan optimalisasi pemanfaatan Alsintan berupa ekskavator di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), Sabtu (9/2/2019).

Direktur termuda di lingkup Kementan ini menyebutkan, Kementan telah menyalurkan bantuan ekskavator sebanyak 69 unit di Provinsi Sumsel. Berdasarkan pantauan, bantuan tersebut bekerja optimal untuk pengerukan saluran irigasi yang mengalami pendangkalan, pembuatan jalan usaha tani dan optimasi lahan rawa lebak dan lahan rawa pasang surut.

“Pemantauan ini sesuai arahan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Alsintan dan ekskavator harus bekerja optimal sehingga lahan rawa menjadi lahan sawah produktif,” tegasnya.

Dengan demikian, lanjutnya, produksi pangan — khususnya beras — akan meningkat dan diharapkan kesejahteraan petani tercapai. Dari lahan rawa diharapkan juga dapat memenuhi pangan dunia.

Kepala Desa Talang Rejo, Kecamatan Muara Talang, Banyuasin, Sumsel, Hendrik Kuswoyo membeberkan pemanfaatan ekskavator. Menurut dia, adanya ekskavator memberikan hasil dan nilai tambah yang begitu besar bagi pertanian dan petani itu sendiri.

Hendrik menyebutkan, dari 1 unit ekskavator dapat mengerjakan long storage sepanjang 20 km dengan lebar 2,5 meter. Ini dapat mengairi sawah seluas 1.800 hektare (ha) dengan indeks pertanaman (IP) 200, yakni menanam padi 2 kali setahun.

“Produktivitas padi yang tadinya 8,5 ton menjadi 13 ton/ha untuk dua musim tanam. Jadi, ada selisih 5 ton/ha,” kata Hendrik.

Menurut Hendrik, sebanyak 5 ton gabah/ha tersebut nilainya mencapai Rp20 juta. Dengan demikian, dari total lahan 1.800 ha, menghasilkan tambahan pendapatan bagi petani mencapai Rp36 miliar. “Tambahan pendapatan ini untuk dua musim tanam” jelasnya.

Hendrik menjelaskan, dalam pengerjaan optimalisasi lahan rawa menjadi lahan sawah produktif ini, pemerintah desa memanfaatkan dana desa untuk biaya BBM dan operator.

Total dana desa mencapai Rp800 juta, namun digunakan untuk membuat long storage sepanjang 20 km dengan lebar 2,5 meter hanya Rp270 juta.

“Namun, dengan adanya bantuan ekskavator, pengerjaan ini bisa dilakukan hanya butuh waktu 2 bulan saja. Tapi kalau tidak ada ekskavator bisa 5 tahun,” jelasnya.

Kemudian, sambung Hendrik, jika tidak ada ekskavator, pengerjaan long storage tersebut juga membutuhkan dana Rp900 juta untuk sewa alat dan bahan bakar minyak Rp160 juta. Belum lagi biaya operator, per meternya Rp3 juta sehingga totalnya biaya operator untuk long storage sepanjang 20 km itu sebanyak Rp60 juta.

“Jadi, jika tanpa bantuan ekskavator ini, total biaya yang dibutuhkan untuk sewa ekskavator dan biaya operasional untuk pembuatan long storage sepanjang 20 km dan lebar 2,5 meter sekitar Rp3,5 miliar,” katanya.

Sejak 2014-2018, Kementerian Pertanian telah menyalurkan sebanyak 370.378 unit Alsintan. Alsintan tersebut berupa rice transplanter, combine harvester, dryer, power thresher, corn sheller dan rice milling unit, traktor dan pompa air.

Kalkulasi pemerintah dengan mekanisasi dapat menghemat biaya produksi hingga 30% menurunkan susut panen 10%. Mekanisasi juga menghemat biaya olah tanah, biaya tanam dan panen dari pola manual Rp7,3 juta/ha menjadi Rp5,1 juta/ha.

Petani Rasakan Manfaat

Modernisasi pertanian melalui Alsintan ternyata mulai dirasakan petani. Contohnya, Gapoktan Madiun Bersatu di Dusun Parit Madiun, Kecamatan Sei Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Saat ini, petani sangat menggantungkan kegiatan tanam pada mesin transplanter Jarwo 2:1. Apalagi biaya tanamnya lebih murah.

Untuk biaya tanam padi secara manual dengan metode tanam Jarwo sebesar Rp1,8 juta/ha, sedangkan dengan Jarwo Transplanter hanya Rp1,4 juta/ha.

Artinya petani bisa menghemat Rp400.000 untuk biaya tanam. Dampak ganda lainnya, produktivitas padi dengan metode tanam Jarwo meningkat rata-rata dari 3,3 ton menjadi sekitar 4,7 ton/ha.

Petani di Kabupaten Subang, Jawa Barat juga merasakan keuntungan Alsintan. Jika tanam manual, petani harus mengeluarkan ongkos sebesar Rp3,5 juta/ha, maka dengan Jarwo Transplanter hanya Rp1,8 juta/ha. Perbedaan yang mencapai Rp1,7 juta bagi petani sangat besar dan bisa digunakan untuk kegiatan lainnya. Bukan hanya itu, petani di Subang juga mendapatkan hasil lebih tinggi, karena produktivitas padi dengan metode tanam Jarwo mencapai 7,6 ton/ha.

Fakta lainnya juga dirasakan oleh Kelompok Tani Suka Maju, Dusun Kalikebo, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Selama ini petani harus mengeluarkan uang sebanyak Rp2 juta/ha untuk biaya tanam secara manual. Sedangkan dengan transplanter Rp1,9 juta/ha. Rata-rata produktivitas padi dengan metode tanam Jajar Legowo mencapai 7,5 ton/ha.

Solusi Kelangkaan Tenaga Kerja

Andi Nur Alamsyah mengatakan, rata-rata persepsi petani pengguna mesin transplanter jarwo 2:1 adalah sebagai solusi mulai munculnya kelangkaan tenaga kerja tanam, sekaligus meningkatkan efisiensi waktu dan biaya tanam yang akhirnya akan menurunkan biaya usaha tani padi.

Dampak nyata penggunaan mesin tanam padi menurut Andi Nur terlihat dari hasil pengamatan di tingkat petani. Pengguna mesin transplanter menunjukkan rata-rata kinerja 1 mesin transplanter dengan 1 orang operator dan 2 asistennya dapat menggantikan antara 15-27 hari orang kerja (HOK), sedangkan kemampuan kerja tanam mencapai 1-1,2 ha/hari.

Keuntungan lain dari cara tanam dengan mesin transplanter adalah munculnya usaha pembibitan padi. Sebab, untuk tanam dengan menggunakan Alsintan tersebut memerlukan bibit khusus, yaitu umur bibit harus kurang dari 18 hari.

Bibit juga harus ditaruh pada kotak mesin (tipe dapog, Red.) sesuai ukuran mesinnya. Rata-rata kebutuhan bibit sebanyak 250-300 dapog/ha.

“Penggunaan mesin transplanter, membuat usaha pembibitan secara dapog menjadi peluang bisnis baru bagi petani, sehingga membuka peluang kerja tenaga tanam yang tersisih karena adanya mesin transplanter,” katanya. PSP