Rimbawan yang tergabung dalam Forum Kolaborasi Rimbawan Indonesia (FKRI) menggelar seminar daring bertajuk Prospek dan Tantangan Pengelolaan dan Perburuan Satwa Liar di Indonesia.
Ketua FKRI Darwin Andi Tjukke menyatakan, kayu bukan lagi primadona hasil hutan saat ini. Potensi hasil hutan bukan kayu, termasuk satwa liar perlu terus digali. “Penangkaran satwa dan operasionalisasi taman buru merupakan potensi yang besar yang selama ini belum tergarap,” katanya saat memberi pengantar seminar, Kamis (30/7/2030).
Dia menyatakan, jika dikelola dengan baik, wisata buru bukan saja menjadi penyaluran minat khusus, tapi juga mendukung konservasi keanekaragaman hayati sekaligus membuka lapangan kerja serta menyejahterakan masyarakat di sekitar lokasi.
Saat ini ada 14 taman buru yang tersebar di seluruh Indonesia. Yaitu Lingga Ishak (Aceh Tengah), Pula Rempang (Kepulauan Riau), Pulau Pini (Nias), Gunung Nanuan (Bengkulu Utara), Semidang Bukit Kapu (Bengkulu Utara), Gunung Masigit (Sumedang), Landusa (Sulawesi Tengah), Komara (Sulawesi Selatan), Padamarang Matausu (Kolaka), Pulau Moyo (Sumbawa), Tambora Selatan (Dompu), Dataran Pinang (Timur Tengah Selatan), Pulau Ndanau (Kupang).
Menurut Darwin Andi, sebelum wisata buru bisa dioperasionalisasikan, payung hukum yang ada perlu dibenahi. Termasuk penguatan peraturan pelaksana Undang-undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Darwin Andi berharap, seminar berseri yang diselenggarakan FKRI bisa memberi masukan kepada pemerintah terkait hal itu.
Hadir sebagai pembicara dalam seminar daring tersebut Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno, Sekjen PB Perbakin Firtian Judiswandarta, Wakapolri Periode 2013-2014 Komjen Pol (Purn) Oegroseno, serta pakar hukum lingkungan dan kehutanan Dr Budi Riyanto.
Sugiharto