Bantuan Hanya Buat Petani Lahan Dilindungi

Alih fungsi lahan pertanian selama ini memang sulit dihindari. Berbagai regulasi seperti Undang-undang, Keputusan Menteri dan aturan lain telah diterbitkan, namun konversi lahan tetap saja terjadi.

“Sekarang ini, yang dibutuhkan adalah konsistensi dan komitmen para pemangku kepentingan, terutama Pemerintah Daerah untuk menerapkan (law enforcement) dengan baik dan benar tentang aturan tersebut,” kata Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo   Edhy.

Dia menyebutkan, selama ini sudah ada UU No. 41/2009 tentang Pelindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, beserta Peraturan Pemerintah (PP) No. 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Berkelanjutan.

Selain itu, ada pula PP No. 12 Tahun 2012 tentang Insentif, PP No. 21 Tahun 2012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Berkelanjutan.  Juga ada UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang beserta PP-nya.

“Aturan untuk menahan laju konversi lahan pertanian sudah ada, tinggal dijalankan dengan baik dan benar,” katanya. Nah, kehadiran Perpres 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah diharapkan dapat menekan laju konversi lahan pertanian ke non-pertanian.

Alasannya, dalam Perpers ini pemerintah pusat memberikan insentif kepada petani yang lahannya ditetapkan sebagai  sawah abadi atau masuk dalam Peta Lahan Sawah Dilindungi (PLSD).

Sarwo Edhy mengatakan, luas alih fungsi lahan pangan — khususnya sawah menjadi non sawah — semakin meningkat pesat. Dari tahun ke tahun konversi lahan meningkat sejalan dengan pertumbuhan industri dan perumahan.

“Konversi lahan ini berpotensi mempengaruhi produksi padi nasional dan mengancam ketahanan pangan nasional,” katanya kepada Agro Indonesia di Jakarta, Jumat (11/10/2019).

Menurut dia, pengendalian alih fungsi lahan sawah merupakan salah satu strategi peningkatan produksi padi dalam negeri, sehingga perlu dilakukan percepatan penetapan PLSD dan pengendalian alih fungsi lahan sawah sebagai program strategis nasional.

Peraturan Presiden (Perpres) No. 59 Tahun 2019 — yang  ditetapkan  Presiden  Joko  “Jokowi” Widodo   pada 6 September 2019 dan diundangkan pada 12 September 2019 — menjadi payung hukum pengendalian alih fungsi lahan sawah.

Kehadiran Perpres ini menegaskan pentingnya perlindungan lahan pertanian di daerah sebagai lahan abadi yang tidak boleh dilakukan alih fungsi apapun.

Diharapkan, berbagai perlindungan untuk mempertahankan lahan juga dilakukan oleh daerah yang peduli mengenai isu alih fungsi lahan tersebut dengan mengeluarkan Peraturan Daerah setingkat Bupati.

Pemerintah  Daerah (Pemda) harus memiliki  komitmen yang sama  untuk mempertahankan lahan sawahnya. Salah satu contoh baik adalah Pemda Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Pemkab Sukabumi telah menerbitkan Perda (Peraturan Daerah) Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan.

Dirjen PSP juga menyebutkan, Perpres yang diteken Preseiden Jokowi merupakan hasil  kerja tim terpadu dari Kementerian ATR/BPN, Kementerian PUPR, Kementan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian LHK dan kementerian terkait lainnya.

Verifikasi dan sinkronisasi

Sarwo Edhy mengatakan, peran strategis Kementan melalui Ditjen PSP dalam upaya pengendalian alih fungsi lahan sawah adalah  mengawal verifikasi serta sinkronisasi lahan sawah dan penetapan peta lahan sawah yang dilindungi.

Selain itu, Kementan juga terlibat dalam mengawal pengintegrasian lahan sawah yang dilindungi untuk ditetapkan menjadi LP2B  (Lahan Pertanian dan Pangan Berkelanjutan) di dalam Perda RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota, sehingga UU 41/2009 dan aturan turunannya dapat dilaksanakan lebih optimal.

Selain itu, keberpihakan Pemerintah Daerah dalam melindungi lahan sawah dan menetapkannya menjadi LP2B sangat dibutuhkan dan merupakan kunci dalam jaminan penyediaan lahan melalui perlindungan lahan.

Ditjen PSP sendiri telah mengoptimalkan program LP2B di 16 provinsi, yaitu Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, DI Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan.

Setelah itu, dibuat kajian alih fungsi lahan yang meliputi alih fungsi lahan sawah aktual, rencana alih fungsi lahan dan alih fungsi lahan secara legal.

Sementara pelaksanaan kajian alih fungsi lahan dan pemetaan LP2B dengan swakelola IPL (kerjasama dengan instansi lain) atau swakelola mandiri ditargetkan secepatnya diselesaikan dan dikoordinasikan dengan instansi terkait lainnya.

Insentif

Yang menarik dalam Perpres 59/2019 adalah pasal 20, yakni adanya insentif pemerintah kepada petani yang lahan sawahnya ditetapkan sebagai lahan sawah abadi atau masuk dalam PLSD.

Sarwo Edhy mengatakan, insentif yang diberikan berupa bantuan sarana dan prasarana pertanian, sarana dan prasarana irigasi, percepatan sertifikasi tanah dan/atau bentuk lain sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan. Hanya saja, pemberian insentif dilakukan sesuai kemampuan keuangan Negara (pasal 21).

“Pemberian insentif ini sudah terintegrasi dengan program/kegiatan Kementan,” tegasnya.

Seperti diketahui, Kementan banyak memberikan bantuan-bantuan berbasis lahan berupa  dukungan alat mesin pertanian (Alsintan), penyediaan benih, pupuk, dukungan irigasi pertanian dan asuransi pertanian.

Ke depan, basis bantuan diberikan kepada petani yang lahannya dilindungi, sehingga bantuan pemerintah tidak diberikan kepada lahan-lahan yang telah dan akan dialihfungsikan.

“Bantuan pemerintah sebagai insentif akan memastikan keberlanjutan program penetapan lahan abadi serta memberikan dampak positif menekan laju konversi lahan,” tegasnya.

Dia menyebutkan, dengan insentif bantuan sarana dan prasarana pertanian, maka petani dapat meningkatkan kesejahteraannya, terutama dalam menekan biaya operasional.

Selain itu, petani dapat meningkatkan produktivitas Indeks Pertanaman (IP) dan meningkatkan nilai tambah serta meningkatkan perlindungan dari kegagalan panen.

Belum semua bersertifikat

Sementara itu, Dirjen Hubungan Hukum Keagrariaan Kementerian ATR/BPN, Suyus Windayana mengatakan, insentif berupa sertifikasi diberikan karena belum semua sawah di Tanah Air bersertifikat. Saat ini, Kementerian ATR/BPN masih melakukan survei atas semua lahan baku sawah diIndonesia.

“Memang, belum semua sawah bersertifikat. Yang akan dijadikan fokus dalam hal ini adalah berdasarkan data lahan baku yang ada saat ini. Sementara dilakukan verifikasi, hasilnya akan menjadi acuan jika pemerintah memberikan insentif lain, seperti subsidi, karena datanya sudah valid dan jelas penerimanya,” kata Suyus di Jakarta, pekan lalu.

Pasal 15 dari Perpres No. 59 Tahun 2019 mengatur bahwa Menko Perekonomian sebagai Ketua Tim Terpadu Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah menyampaikan usulan PLSD yang sudah diverifikasi kepada Menteri ATR/Kepala BPN untuk ditetapkan sebagai PLSD. Penetapan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN.

Lalu, pasal 16 menyebutkan bahwa peta itu kemudian menjadi bahan bagi pemda dalam penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan pada rencana tata ruang wilayah dan rencana rinci tata ruang.

Pasal 17 menetapkan, untuk lahan sawah yang masuk dalam PLSD, tapi belum ditetapkan sebagai bagian dari penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan dalam rencana tata ruang tersebut, tidak  dapat   dialihfungsikan  sebelum   mendapat   rekomendasi perubahan penggunaan tanah dari Menteri ATR.

Lalu, pasal 18 dan 19 dari Perpres No. 59 Tahun 2019 menyebutkan, pemerintah pusat memberikan insentif bagi lahan sawah dilindungi kepada pemda yang sawah di daerahnya dilindungi dan ditetapkan sebagai lahan pertaniam berkelanjutan.

Insentif juga diberikan kepada masyarakat yang memiliki atau mengelola sawah yang   ditetapkan sebagai lahan pertanian berkelanjutan. Berdasarkan pasal 20, insentif yang diberikan dapat berupa bantuan sarana dan prasarana pertanian, sarana dan prasarana  irigasi, percepatan sertifikasi tanah, dan/atau bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Pemberian insentif dilaksanakan sesuai kemampuan keuangan negara,” demikian bunyi pasal 21 dari Perpres No. 59 Tahun 2019. PSP