Kebijakan pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 11 Tahun 2022 mengundang tanya terkait hilangnya persyaratan rekomendasi teknis dari Kementerian Pertanian buat importir yang ingin memasukkan atau mengimpor produk hewan. PP yang ditandatangani Presiden Jokowi dan diundangkan pada 24 Februari 2022 ini juga membuka kesempatan swasta ikut mengimpor dan menghapus monopoli BUMN, dalam hal ini Perum Bulog dan PT Berdikari.
Sesuai namanya, PP 11/2022 merupakan perubahan atas PP No. 4 Tahun 2016 tentang Pemasukan Ternak dan/atau Produk Hewan Dalam Hal Tertentu yang Berasal dari Negara atau Zona dalam Suatu Negara Asal Pemasukan. Namun, pasal yang diubah ternyata sangat krusial, yakni masuknya pihak swasta untuk mengimpor ternak dan produk hewan, terutama kerbau, yang selama ini monopoli BUMN.
Bahkan, seiring masuknya swasta, pemerintah juga meniadakan kewajiban rekomendasi teknis dari Kementerian Pertanian. Padahal, dalam pasal 7 ayat (2) disebutkan, BUMN yang menjalankan tugas mengimpor ternak atau produk hewan harus memiliki rekomendasi pemasukan yang diterbitkan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Nah, dalam PP 11/2022, aturan itu tak ada lagi.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Nisrina Nafisah menilai, pemerintah memang perlu mengevaluasi regulasi impor daging supaya dapat merespons kebutuhan pasar dengan cepat. Sebab, harga daging sapi mengalami kenaikan tajam sejak awal tahun dan ini perlu segera diatasi sebelum memasuki bulan Ramadhan dan Idul Fitri, di mana kenaikan permintaan biasanya terjadi.
“Regulasi perlu direvisi supaya menyederhanakan proses untuk mendapatkan izin impor. Proses tersebut seharusnya cukup hanya fokus pada pemeriksaan kualitas dan identifikasi impor secara cepat dan wajar,” ujar Nisrina, Selasa (15/3/2022).
Nisrina mengatakan, salah satu regulasi yang perlu dievaluasi adalah yaitu Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 59 Tahun 2016, pasal 10 ayat 1 dan pasal 11. Permendag ini mewajibkan importir untuk memiliki izin impor sebelum mengimpor daging sapi dan hewan ternak di Indonesia.
Izin tersebut baru keluar setelah importir melengkapi lima dokumen, yaitu Surat Izin Usaha Perdagangan, Sertifikasi Registrasi Kepabeanan, Angka Pengenal Impor, Rekomendasi dari Menteri Pertanian dan Persetujuan Impor dari Menteri Perdagangan.
“Waktu yang dibutuhkan, mulai dari pengajuan hingga keluarnya izin impor relatif lama, yaitu antara satu hingga tiga bulan. Hal inilah yang dinilai membuat para importir seringkali kehilangan momen yang tepat untuk mengimpor daging dengan harga murah,” ujarnya.
Regulasi lainnya yang perlu dievaluasi adalah Permendag No. 59 tahun 2016, terutama pasal 19, karena menghambat masuknya daging impor ke pasar tradisional. Mengingat pasar komoditas pangan di Indonesia didominasi oleh pasar tradisional, sebanyak 70,5%, peraturan ini menghalangi akses sebagian besar masyarakat terhadap daging berkualitas dengan harga murah.
Penelitian CIPS merekomendasikan, pemerintah perlu memastikan regulasi yang ada dapat mengakomodir seluruh importir daging sapi yang memenuhi syarat, baik swasta maupun BUMN, supaya mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengimpor.
“Untuk memberikan perlindungan pada konsumen terkait risiko penyakit hewan, pemerintah lebih baik fokus pada peningkatan kinerja sistem pemantauan kesehatan daripada membatasi impor hanya untuk BUMN,” cetusnya.
Berbahaya
Namun, hilangnya rekomendasi teknis mendapat kritik tajam dari pengamat peternakan, yang juga mantan dirjen peternakan, Sofjan Sudarjat. Dia menegaskan, impor produk hewan dan ternak tidak berdasarkan rekomendasi teknis akan sangat berbahaya untuk kelangsungan hewan ternak di dalam negeri.
“Kita khawatirkan impor produk ternak tersebut membawa penyakit seperti PMK (Penyakit Mulut dan Kuku),” katanya kepada AgroIndonesia, Kamis (17/3/2020).
Dia menuturkan, pada saat menjabat dulu, tidak hanya produk hewan dan ternak saja yang dipersyarakat menggunakan rekomendasi teknis, tapi produk tanaman pangan seperti jagung juga disyaratkan.
“Dulu, kalau mau impor produk pertanian, terutama ternak, sangat ketat. Ini dilakukan untuk menjaga agar hama penyakit dari luar tidak masuk ke Indonesia,” tegasnya.
Menurut Sofjan, jika PP 4/2016 sudah diubah, maka bisa mengacu pada aturan yang lebih tinggi, yakni UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. UU ini sudah diubah oleh UU 41 Tahun 2014 tentang perubahan UU 18/2009, yang diubah lagi dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker).
Dalam UU 18/2009, pasal 59 menyebutkan setiap orang yang akan memasukkan produk hewan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib memperoleh izin pemasukan dari menteri yang terkait di bidang perdagangan setelah memperoleh rekomendasi: a. untuk produk hewan segar dari Menteri. Menteri di sini adalah menteri pertanian. Bunyi pasal ini juga tidak berubah dalam UU 41/2016.
Namun, dalam UU Ciptaker ini, pasal 59 ini diubah sehingga berbunyi “(1)Setiap Orang yang akan memasukkan Produk Hewan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. (2) Persyaratan dan tata cara pemasukan Produk Hewan dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada ketentuan yang berbasis analisis risiko di bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner.
Nah, analisis risiko di bidang kesehatan hewan dan kesmavet ini biasanya dicakup dalam rekomendasi pemasukan. Itu sebabnya, rekomendasi itu penting karena menyangkut keterangan teknis bahwa produk daging, karkas ataupun jeroan yang diimpor memenuhi persyaratan kesehatan masyarakat veteriner, yang secara langsung atau tidak, bisa mempengaruhi kesehatan manusia. Attiyah Rahma/Jamalzen
Kadin Minta Tetap Ada Rekomendasi Kementan
Meskipun belum ada kebijakan resmi dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) terkait izin impor produk hewan (daging) pasca lahirnya PP No. 11/2022 , namun saat ini sudah ada importir swasta yang menyampaikan permohonon untuk persetujuan impor daging. “Izin impor masih bergerak terus, jadi alokasi masih tergantung dari permohonan,” ujar Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Indrasari Wisnu Wardhana, Rabu (16/3/2022).
Hal ini terkait dengan pembahasan persyaratan tertentu buat swasta yang ingin mengimpor produk hewan sesuai PP No. 11/2022, pasal 7 ayat (2). “Nanti mungkin modelnya tender yang bisa suplai harga terendah ke konsumen itu yang akan kita kasih (izin) dulu,” katanya.
Rencana Kemendag menerapkan pola tender ini didukung Ketua Kadin DKI Jakarta, Diana Dewi. “Saya setuju jika aturan itu diterapkan,” ujar Diana kepada AgroIndonesia, Jumat (18/3/2022).
Dia mengapresiasi rencana pemerintah merealisasikan PP 11/2022, di mana pihak swasta akan diberi porsi izin importasi Meski demikian, pemilik PT Suri Nusantara Jaya (SNJ) ini — salah satu importir dan distributor utama daging — meminta pemerintah sangat memperhatikan sejumlah hal dalam melakukan tender kuota impor daging.
“Harus ada instansi yang mengecek track record perusahaan tersebut. Tidak hanya memenangkan tender dengan menyatakan akan memberikan harga termurah, tetapi kriteria lain penting artinya, yaitu track record (rekam jejak) perusahaan harus benar benar dinilai,” ucapnya.
Diana meminta importir swasta yang akan mengikuti tender kuota impor daging harus memenui sejumlah persyaratan yang menjamin kegiatan impor dan distribusi di dalam negeri dapat berjalan sesuai yang ditetapkan pemerintah. “Perusahaan yang akan ikut tender harus punya capital yang cukup dengan disertai dokumen lengkap referensi dari perbankan ternama,” paparnya.
Yang tidak kalah penting, ungkapnya, adalah perusahaan tersebut harus mempunya fasilitas rantai pasok dan logistik yang kuat sehingga penjualan daging dapat menjangkau konsumen secara luas.
Nah, yang menarik, dia juga meminta proses pengajuan impor tetap dilakukan seperti saat ini, di mana harus ada rekomendasi dari Kementerian Pertanian (Kementan) terlebih dulu.
“Proses pengajuan izin impor didahului rekomtek dari dinas di kabupaten/kota kemudian ke provinsi lalu ke Kementan. Setelah itu baru ke Kemendag untuk dikeluarkan izin impornya,” papar Diana menjelaskan alur mendapatkan izin impor daging.
Dalam menghadapi permintaan konsumen yang dipastikan akan meningkat selama Bulan Ramadhan dan jelang Hari Raya Idul Fitri, Diana menyatakan dia dan perusahaan swasta lainnya sudah terbiasa mempersiapkan kebutuhan stok menghadapi hari raya keagamaan untuk pelanggan dan juga telah mempunyai angka kebutuhan masing-masing perusahaan dalam rangka memenuhi pelanggannya dalam masa itu. “Periode tersebut berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya,” ucapnya.
Dia yakin, dengan persiapan yang matang dari semua stakeholder yang ada, tidak akan ada kelangkaan stok daging saat menghadapi Ramadhan dan hari raya Idul Fitri. “Terlebih alokasi kuota impor daging yang ditetapkan pemerintah saat ini cukup besar dan saya kira itu lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri,” pungkas Diana Dewi. B Wibowo