Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada harus melepas salah satu putera terbaik awal tahun ini. Dia adalah Profesor Totok Gunawan. Guru besar bidang penginderaan jauh dan hidrologi itu memasuki masa purna tugas mulai 3 Januari 2021.
Kepakaran plus pergaulannya yang luas membuat purna tugas Profesor Totok disambut dengan keharuan. Mulai dari mahasiswa yang pernah dibimbing, kolega sesama pengajar di UGM dan perguruan tinggi lain, birokrat, bahkan perwakilan Kraton Yogyakarta menyampaikan rasa hormat atas jasa dan dedikasi yang telah diberikan Profesor Totok pada acara yang dibuat khusus, Minggu (3/1/2021).
Meski purna tugas, Profesor Totok tidaklah berhenti berkarya dan membaktikan ilmunya. Bahkan di hari memasuki purna tugas, Profesor Totok masih meluncurkan dua buah buku sebagai ‘kitab suci’ bagi mahasiswa, kolega atau masyarakat umum penikmat ilmu-ilmu geografi.
Buku pertama bertajuk “Penginderaan Jauh untuk Terapan Hidrologi”. Buku ini diharapkan bisa menjadi pedoman bahkan buku ajar bagi mahasiswa geografi mengingat buku ajar terakhir terkait peginderaan jauh masih merupakan terbitan tahun 1991 sehingga butuh banyak pembaruan.
“Sebenarnya sudah dirancang sejak tahun 2012, namun tertunda karena sibuk memberi bimbingan (program) doktor,” kata Profesor Totok.
Buku kedua bertajuk “Analisis Geografi dalam Pengelolaan SDA”. Selain aspek keilmuan, buku ini banyak berisi pesan moral dalam ilmu geografi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Geografi merukunkan (sektor) kehutanan dan (sektor) PU,” kata Profesor Totok.
Bahkan setelah purna tugas, Profesor Totok masih mendedikasikan diri sebagai Ketua Forum Koordinasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Progo Jawa Tengah-DI Yogyakarta. Pengangkatannya sebagai ketua forum yang mewadahi seluruh pemangku kepentingan di DAS Progo itu berdasarkan surat keputusan yang diteken langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Untuk tahu kesibukannya saat ini dan bagaimana kecintaannya pada ilmu geografi, berikut petikan wawancara Agro Indonesia dengan Profesor Totok beberapa waktu lalu:
Selamat atas peluncuran buku Anda Prof. Boleh diungkapkan, isi buku yang diluncurkan tentang apa?
Ada dua buku. Pertama “Penginderaan Jauh untuk Terapan Hidrologi”. Buku ajar penginderaan jauh terakhir tahun 1991. Buku terbagi menjadi dua bagian. Pertama konsep peginderaan jauh dan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) tentang penginderaan jauh. Bagian kedua tentang penerapan iptek penginderaan jauh untuk pengelolaan daerah aliran sungai, kajian perencanaan wilayah, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan, dan manajemen bencana alam.
Pesan moral dari buku itu daerah aliran sungai dan wilayah sungai itu sama-sama satuan hidrologi, jadi bisa diterapkan dalam pengelolaan sumber daya air. Kedua sebagai pengawal iptek penginderaan jauh hidrologi agar berkelanjutan.
Buku kedua “Analisis Geografi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam”. Buku ini berisi dinamika ilmu geografi, penyamaan persepsi geografi modern. Inti geografi itu hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan. Ilmu geografi itu tidak mengintervensi ilmu lain, tapi membantu.
Buku ini membangun kembali konsep, filosofi, dan paradigma geografi. Geografi bisa merukunkan kehutanan dan PU.
Setelah purna tugas, apa kesibukan Anda sekarang Prof?
Saat ini saya masih bertugas sebagai Kepala Forum Koordinasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Progo antara Provinsi Jateng-DI Yogyakarta. Saya harus menyusun rencana kegiatan pengelolaan daerah aliran sungai terintegrasi kedua wilayah provinsi itu.
Menurut Anda bagaimana mengoptimalkan pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dan informasi geografi untuk pengelolaan DAS dan wilayah sungai?
Banyak sekali. Salah satunya yang sedang saya rencanakan adalah untuk pembangunan embung terpadu di seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta guna penyelamatan air.
Untuk diketahui, Presiden (Joko Widodo) telah mencanangkan pembangun 1.000 embung di seluruh Indonesia. Di Yogyakarta ada 10, makanya saya ciptakan konsep embung terpadu
Embung akan berfungsi sebagai penampung air hujan, penahan limpasan, penangkal material apabila ada erupsi Gunung Merapi, dan meningkatkan cadangan air tanah (CAT) di Yogyakarta, Sleman, dan Bantul. Embung juga bisa menjadi tempat wisata edukasi dan wisata ekologis.
Teknologi penginderaan jauh akan memberi informasi seperti batas daerah resapan air sehingga mendukung perencanaan lokasi dan saluran air sehingga embung bisa dimanfaatkan dalam jangka waktu yang lama.
Saat ini kan banyak waduk yang sedang dikeruk, disebut umurnya pendek, bagaimana teknologi penginderaan jauh bisa membantu ini?
Sebenarnya banyak waduk di Indonesia yang dirancang tanpa dukungan penginderaan jauh. Waduk di bangun bukan untuk menampung air tapi malah untuk menampung lumpur.
Seperti di (waduk) Gajah Mungkur dan Jendral Sudirman. Akibatnya waduk yang seharusnya berumur 100 tahun jadi hanya 25 tahun saja karena banyak sedimentasi. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh bisa membantu perencanaan waduk sehingga dibangun tepat pada zona transport air, bukan pada zona deposisi.
Beberapa waktu belakangan bencana banjir melanda sejumlah wilayah di Indonesia, apa saran Anda agar bencana banjir bisa dimitigasi?
Untuk pengendalian banjir, sebenarnya sudah ada sofware buatan kami bersama Kementerian LIngkungan Hidup dan Kehutanan berbasis penginderaan jauh dan sistem informasi geografis. Namanya SSOP Bantal: Standard System Operation Prosedure : Pengendalian Banjir dan Tanah Longsor buatan thn 2007-2011. Software itu operasi mulai tahun 2013 hingga sekarang walaupun kurang greget.
Sugiharto