Bioenergi Selaras dengan Mitigasi Perubahan Iklim

Direktur Eksekutif Yayasan Belantara Sri Mariati saat menyampaikan paparan di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim (COP UNFCCC) ke 23 Fiji, yang berlangsung di Bonn, Jerman.

Pengembangan energi alternatif bisa diselaraskan dengan upaya mitigasi perubahan iklim. Hal inilah yang sedang coba diimplementasikan di Kalimantan Barat.

Demikian salah satu sesi diskusi panel di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim (COP UNFCCC) ke 23 Fiji yang berlangsung di Bonn, Jerman, Rabu (15/11/2017). Paviliun Indonesia yang mengusung tema “A Smarter World:Collective Actions for Changing Climate” menampilkan berbagai aksi dari berbagai elemen di Indonesia untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Direktur Eksekutif Yayasan Belantara Sri Mariati menyatakan pengembangan energi alternatif bisa diselaraskan dengan upaya mitigasi perubahan iklim.

Dia menuturkan, pihaknya bersama Universitas Tanjungpura, pemerintah Kalimantan Barat dan perusahaan swasta saat ini sedang mengembangkan tanaman kemiri sunan yang bisa dimanfaatkan untuk merehabilitasi lahan terdegradasi sekaligus menjadi bahan baku minyak nabati untuk energi terbarukan. Pengembangan ini merupakan implementasi dari pembangunan berkelanjutan yang diinisasi di Kalimantan Barat.

“Kemiri sunan sangat baik sebagai tanaman konservasi karena mampu tumbuh cepat dan menyerap banyak karbondioksida. Akarnya bisa tumbuh hingga 15 meter dan mempunyai kemampuan menyimpan air,” kata dia.

Buah kemiri sunan, selain bisa diolah menjadi minyak nabati untuk energi terbarukan, kulitnya juga bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik. “Yang paling penting, pengembangan kemiri sunan bisa memberi manfaat bagi masyarakat setempat,” kata Sri.

Sementara itu Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Rida Mulyana menuturkan, kemiri sunan menjadi salah satu tanaman yang potensial untuk dikembangkan sebagai bioenergi.

“Kemiri sunan tidak beracun dan bidegradable. Yang terpenting, pemanfatan kemiri sunan sebagai bioenergi tidak akan menimbulkan konflik ketahanan pangan,” kata dia.

Rida mengungkapkan, uji coba penanaman dan pengembangan kemiri sunan sudah dilakukan Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Sukabumi, Jawa Barat. Kementerian ESDM juga sudah membentuk forum kerja sama pengembangan biodiesel berbasis kemiri sunan. Forum terdiri dari lintas Kementerian dan para pihak terkait.

Khusus di Kalimantan Barat, pengembangan kemiri sunan akan dilakukan di areal seluas 5.000 hektare dan diharapkan bisa menghasilkan biodiesel ebanyak  30.000-40.000 ton per tahun.

Rida menegaskan pentingnya pengembangan bioenergi untuk mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca  (GRK) Indonesia. Menurut dia pemanfaatan bioenergi dan biogas diharapkan bisa memangkas emisi GRK  sebanyak 13,8 juta ton karbondioksida.

Pengembangan bioenergi berbasis produk kehutanan juga akan memitigasi emisi GRK melalui program reklamasi lahan bekas tambang. “Pemngembangan bioenergi menjadi bagian dari pencapaian target NDC (dokumen kontribusi pengurangan emisi GRK) dari sektor energi,” katanya. Sugiharto