Balai Litbang Teknologi Serat Tanaman Hutan (BP2TSTH) Kuok mengembangkan Biodegradable Pot (Biopot) yang memanfaatkan limbah lignoselulosa seperti limbah industri penggergajian, pemanenan hutan tanaman industri (HTI), limbah produksi pabrik kelapa sawit (PKS) dan limbah rumah tangga. Biopot bisa dimanfaatkan sebagai pengganti polybag plastik dalam pembibitan tanaman kehutanan sehingga menjadi semakin ramah lingkungan.
Peneliti BP2TSTH Kuok Agus Wahyudi, S.Hut, M.Si menjelaskan proses pembuatan biopot relatif mudah. Dimulai dengan penguraian bahan baku menjadi serat. Selanjutnya, seluruh bahan dicampurkan dengan persentase kelarutan tertentu, menyesuaikan dengan ketebalan yang dikehendaki. Kemudian dicetak sesuai dengan ukuran pot yang dikehendaki menggunakan mesin vacumm lalu dicoating dengan larutan berbahan dasar dari limbah sarang lebah.
“Kegiatan riset ini, dimulai dilakukan pada tahun 2012 oleh BP2TSTH untuk menghasilkan biodegradable pot (biopot) yang praktis, ramah lingkungan dan bisa menjadi sumber hara bagi tanaman,” katanya dalam pernyataan yang diterima Agro Indonesia, Kamis (3/10/2019).
Kepala BP2TSTH Kuok Priyo Kusumedi menjelaskan, tiga tahun belakangan, kegiatan litbang berkonsentrasi pada pengembangan biopot agar lebih ekonomis dan praktis serta simulasi produksi massal dalam skema usaha kecil menengah (UKM) sebagai usaha alternatif masyarakat desa.
Proses panjang ini telah menghasilkan inovasi untuk menggantikan plastik polybag yang dinilai tidak ramah lingkungan dan diperlukan waktu yang lama untuk dapat terdekomposisi sempurna di alam.
Secara teknis, biopot yang dihasilkan oleh tim peneliti BP2TSTH mampu bertahan selama 6-12 bulan di persemaian yang setiap hari disiram dan terdekomposisi sempurna didalam tanah dalam jangka waktu dua tahunan. Biopot ini juga mampu menyumbang hara makro (resources) ke tanah dan atau tanaman, kemampuannya melepaskan unsur N (~1 %), unsur P (~0.1 %) dan unsur K (~0.05 %).
Dari aspek analisis finansial, yiatu dari aspek benefit and cost ratio (B/C ratio), biopot ini mendapatka angka 1.04 yang artinya inovasi ini layak untuk diusakan oleh masyarakat sekitara kawasan hutan. Sedangkan dari kalkulasi biaya sementara yang dibutuhkan untuk produksi semi massal, berdasarkan hasil analisis finansial sekitar Rp958/biopot dan masih dilakukan pengembangan untuk dapat mencapai harga Rp100/biopot.
Diharapkan biopot ini bisa diaplikasikan pada skala industri kecil menengah dan mampu menjadi percontohan untuk implementasi 3R (Reduce, Recycle, Reuse). Dengan konsep yang mengacu pada realitas sosial atau konsep pemberdayaan (empowerment), biopot ini diharapkan mampu menjadi salah satu bentuk kampaye penyelamatan lingkungan berbasis pembardayaan masyarakat serta secara tidak langsung sebagai alternatif mata pencaharian untuk kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan hutan. Sugiharto