Cegah Karhutla dengan Bertani Organik

Petani Anggota Program Desa Mandiri Peduli Api, Sugeng Rianto

Tubuhnya kecil. Namun gagasan dan tekadnya begitu besar. Sugeng Rianto, petani dari Desa Simpang Heran, Kecamatan Air Sugihan, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan ini mengimplementasikan pertanian organik untuk mengoptimalkan lahan pertanian yang dimilikinya.

Target besar lain dari implementasi pertanian organik itu adalah melepaskan diri dari praktik pembakaran lahan seperti yang biasa dilakukan para petani di sekitar desanya. Praktik yang telah berpotensi memicu bencana besar kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan asap yang bisa membumbung bahkan hingga ke negeri tetangga. Kalau ini terjadi, maka kerugian dari sisi kesehatan, ekonomi, dan ekologis sangatlah besar.

Sugeng yang Ketua Kelompok Tani Wonolilo menuturkan, pengembangan pertanian organik dipilih untuk mengoptimalkan lahan pertanian karena lahan yang dikelola saat ini seperti sudah diperas habis produktivitasnya dengan penggunaan produk kimia  pada masa lalu.

“Kami terbiasa menggunakan pupuk kimia dalam bercocok tanam pada masa lalu. Untuk  mengembalikan kesuburan tanah dan mengoptimalkan potensi lahan, maka saya pun beralih untuk mengembangkan pertanian organik,” katanya ketika ditemui Selasa (30/7/2019).

Datang ke Air Sugihan sebagai transmigran pada tahun 1998, Sugeng mengelola lahan seluas 4 hektare untuk kebun karet dan sawit. Sementara untuk kehidupan sehari-hari, seperti juga banyak petani di Air Sugihan, Sugeng mengelola lahan seluas 2 hektare di areal kehidupan perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) grup APP Sinar Mas, PT Bumi Andalas Permai.

Di lahan itu Sugeng menanam padi. Lahan yang dikategorikan rawa tanah liat pasang surut itu bisa ditanam padi satu kali dalam setahun. Persoalannya, lahan tersebut selalu ditumbuhi ilalang saat masa tunggu dari satu musim tanam ke musim tanam berikutnya. “Tidak seperti di Jawa yang tinggi alang-alangnya paling setengah meter, di sini tinggi alang-alang bisa hampir dua meter,” katanya.

Itu sebabnya, banyak petani di Air Sugihan melakukan praktik pembakaran lahan saat persiapan tanam padi. Maklum, ini adalah cara yang paling mudah dan murah. Tapi tentu saja praktik ini membawa risiko bencana karhutla dan asap.

Penggunaan herbisida untuk menekan pertumbuhan ilalang pun tidak selalu efektif. Selain berbiaya mahal, herbisida hanya bisa mengontrol tanpa bisa sepenuhnya menghilangkan ilalang.

Pada tahun 2016, setelah bencana besar karhutla pada tahun sebelumnya, Sugeng ditawari untuk terlibat dalam program Desa Mandiri Peduli Api (DMPA) yang dikembangkan APP SInar Mas. Melalui program ini APP Sinar Mas melakukan berbagai pelatihan bagi petani untuk meningkatkan produktivitas pertanian yang bebas dari praktik pembakaran lahan.

Banyak program pelatihan yang dilakukan. Sugeng sendiri terlibat dalam program optimalisasi lahan. Dia dilatih untuk melakukan pertanian organik untuk meningkatkan produktivitas lahannya. Sugeng memanfaatkan alang-alang yang tumbuh di lahannya sebagai bahan baku pembuatan kompos. “Daripada dibakar, lebih baik dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk kompos,” katanya.

Penggunaan pupuk kompos pun menghemat pengeluaran Sugeng terutama untuk urusan bahan penyubur tanah. Berikut petikan lengkap wawancara dengan Sugeng dengan Agro Indonesia:

Bisa diceritakan bagaimana latar belakang aktivitas pertanian Anda?

Saya kebetulan Ketua Kelompok Tani Wonolilo Desa Simpang Heran, Kecamatan Air Sugihan. Anggota kami ada 25 orang. Saya sendiri merupakan transmigran yang datang ada tahun 1998. Saya mengelola lahan seluas 4 hektare dengan tanaman karet dan sawit.

Sementara untuk kebutuhan pangan, saya bercocok tanam padi sekitar 2 hektare di areal kehidupan PT Bumi Andalas Permai. Saya tidak memanfaatkan kebun saya untuk bercocok tanam padi kebun saya karena kalau dijadikan lahan pertanian pasti kalah dengan hama. Karena lokasinya sudah dikelilingi dengan tanaman kebun semua, jadi hama pasti banyak.

Lahan padi yang saya kelola berupa rawa pasang surut. Tapi bukan gambut ya. Lahan itu bisa saya tanam padi setahun sekali, jelang musim kemarau, ketika hujan mulai berkurang sehingga lahan tidak terendam banjir.

Biasanya, petani di sini melakukan penyiapan lahan dengan cara dibakar. Sebab alang-alang yang tumbuh sangat tinggi hampir dua meter. Cara pembakaran menjadi yang paling efktif dan efisien. Tapi, dampaknya kan tidak baik. Bisa merembet ke tempat lain dan terjadinya bencana asap. Saya sendiri sudah tidak melakukan penyiapan lahan dengan cara dibakar sejak tahun 2012.

Lantas, jika tidak dibakar, pakai cara apa untuk penyiapan lahan?

Sebenarnya bisa pakai herbisida. Tapi ini biayanya mahal. Makanya sejak lama saya berfikir untuk beralih ke organik dengan memanfaatkan alang-alang yang tumbuh sebagai bahan pembuatan pupuk kompos.

Tahun 2016, kebetulan ada program Desa Mandiri Peduli Api dari APP Sinar Mas. Saya ikut untuk kategori optimalisasi pemanfaatan lahan. Di situ ada pelatihan pertanian organik, termasuk pembuatan pupuk kompos dengan memanfaatkan alang-alang sebagai bahan baku.

Apa manfaat dengan beralih menjadi bertani organik?

Petama, tentu saja bisa meningkatkan produktivitas lahan dengan biaya yang minimal. Sudah lama lahan pertanian kami memanfaatkan pupuk kimia untuk produksi padi. Dampaknya produktivitas makin lama makin menurun. Makanya produktivitasnya perlu dikembalikan memanfaatkan bahan-bahan organik yang ada di alam. Pertanian organik juga lebih murah secara biaya, karena tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli pupuk.

Manfaat kedua tentu saja bisa mengeliminir pembakaran lahan dan dampak negatifnya. Dengan beralih ke organik, kita bisa mencegah kebakaran dan hasil pertanian yang diperoleh juga lebih sehat.

Seberapa banyak produksi kompos yang sudah anda hasilkan?

Untuk saat ini saya masih produksi kompos untuk kebutuhan sendiri. Tapi kalau ada yang mau membeli, teman-teman petani bisa membelinya di Bumdes (Badan Usaha Milik Desa). Di sana tersedia.

Saat ini, memang belum banyak petani yang sudah beralih ke organik. Soalnya, mereka menilai bertani organik itu ribet. Untuk memupuk, kita mesti memangkas alang-alang dulu, kemudian membuat kompos yang prosesnya butuh waktu dan upaya. Sementara kalau pakai kimia, tinggal beli dan tabur. Padahal pakai kimia ada dampak negatifnya

Sejak anda beralih ke organik, apakah sudah ada peningkatan produksi?

Untuk saat ini memang belum terlihat peningkatannya. Tapi peningkatan produksi itu pasti akan terjadi seiring peningkatan kualitas lahan. Saat ini, saya paling tidak sudah mendapat manfaat dari penghematan pembelian bahan kimia. Sugiharto